JAKARTA - Selama ini kewenangan penanganan teroris dan separatis ditanah air menjadi kewenangan Polri, tak ada unsur pelibatan personil TNI padahal sudah berdampak pada keamanan nasional.
Militer dalam hal ini TNI meminta pemerintah segera mengeluarkan aturan pelaksana untuk mengatur perbantuan TNI pada Polri. Selama ini aturan perbantuan penanganan kasus seperti terorisme dilegalkan jika pihal Polri meminta secara langsung kepada TNI, aturan inilah yang coba di ubah sehingga Keputusan Presiden atau Pemerintah bisa secara langsung meminta TNI terlibat aktif menangani kasus-kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen mengatakan,kebijakan ini dapat jadi payung hukum pelibatan kedua instansi sebelum rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang sedang digodok Departemen Pertahanan disahkan.
Undang-Undang TNI dapat menjadi landasan aturan pelaksana. Tugas operasi militer selain perang, khususnya penanggulangan terorisme, dijabarkan secara detail agar kewenangan TNI lebih jelas.
"Pelaksanaan di lapangan pun bisa lebih lancar," katanya di markas besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Selasa (11/8). Dia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan aturan pelaksana memberikan peran yang lebih besar pada militer. Semisal, penangkapan tersangka yang terindikasi kuat akan melakukan teror.
"Hanya menangkap, proses lebih lanjut dipegang Polri," kata Sagom. Dia membantah usulan ini terkait keinginan militer mengambil peran kepolisian. "Sama sekali tak ada niat itu. Kami patuh dalam tertib sipil."
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI/Polri (Pepabri) Jendral (Purn) Agum Gumelar. Dia melihat urgensi adanya payung hukum perbantuan TNI/Polri lewat Undang-Undang Keamanan Nasional.
"Penting untuk antisipasi keamanan agar terkontrol di semua tataran," katanya. Adanya aturan pelaksana ditenggarai makin meningkatkan koordinasi antaraparat keamanan. "Ego antara TNI dan Polri juga bisa dikurangi," katanya.
Sebelumnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak pemerintah mengeluarkan instruksi yang menjelaskan secara rinci tugas, ruang lingkup,
rambu-rambu, dan batasan bagi TNI dalam mengatasi terorisme.
Koordinator Kontras, Usman Hamid mengatakan, peraturan yang ada belum cukup memadai. "Masih normatif," katanya. Tidak jelasnya aturan, kata dia, kerap kali menimbulkan tafsir sepihak aparat TNI di lapangan. "Malah bisa tumpang tindih."
Hanya saja, Usman mengingatkan, pelibatan TNI hendaknya diletakkan dalam demokrasi dan prinsip negara hukum. Militer jangan malah mengambil alih peran dan tugas kepolisian. "Harus jelas proporsinya," kata Usman.
Beberapa waktu lalu masyarakat secara visual melihat langsung dari media-media elektronik bagaimana satuan khusus POLRI menangani pelaku teroris di Temanggung-Jawa Tengah. Diperlukan waktu hampir 18 jam dalam meringkus pelaku dengan kehati-hatian "sangat" tinggi. Banyak yang bertanya-tanya kenapa diperlukan waktu yang begitu lama, padahal ada peralatan seperti gas air mata, NVG (Night Vision Google) dan lainnya jika menginginkan pelaku diringkus dengan singkat.
Sumber : JURNAS | ALUTSISTA