Tuesday, June 16, 2009

Audit Alutsista & Permasalahannya


Presiden SBY, mengadakan rapat terbatas dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (15/6). Foto : Kompas

JAKARTA - Departemen Pertahanan bersama Markas Besar Tentara Nasional Indonesia membentuk tim audit bersama terhadap manajemen pembinaan, teknik, dan anggaran dari semua alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Tim akan melakukan evaluasi menyeluruh atas alutsista TNI.

Evaluasi itu dilakukan terkait dengan beruntunnya kecelakaan alutsista beberapa waktu terakhir. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menjelaskan hal itu seusai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Senin (15/6). Tim bersama mulai bekerja Senin kemarin dengan tenggat 1,5 bulan hingga akhir Juli 2009.

Terkait jatuhnya pesawat angkut Hercules, helikopter Bolkow, dan helikopter Puma milik TNI, Mabes TNI melakukan pengawasan dan pemeriksaan khusus yang dipimpin Inspektur Jenderal TNI Letnan Jenderal Lilik Sumaryono.

Djoko menjelaskan, evaluasi oleh tim internal TNI dilakukan terkait aspek teknis pemeliharaan dan operasional penerbangan, aspek regulasi pemeliharaan dan operasional penerbangan, serta aspek pendidikan dan latihan penyiapan keterampilan.

Menurut Panglima TNI, pemerintah sebenarnya melakukan penambahan alutsista secara bertahap. ”Ada penambahan pesawat Sukhoi, 4 kapal perang jenis korvet, dan rencana pembelian kapal selam, ada 8 helikopter MI-17, dan 3 helikopter MI-35. Secara bertahap, kita memang mengadakan pembaruan,” ujarnya.

Terkait imbauan Presiden untuk membatasi penerbangan, Djoko mengatakan, TNI AU saat ini lebih selektif melakukan kegiatan penerbangan. Sumber : KOMPAS

Masalah Krusial Anggaran Pertahanan

Salah satu masalah krusial dalam anggaran pertahanan Negeri Nusantara adalah penyelarasan antara anggaran pengadaan sistem senjata dengan anggaran pemeliharaan sistem senjata. Pengadaan sistem senjata biasanya didanai lewat kredit ekspor dan atau sejenisnya. Sedangkan pemeliharaan sistem senjata didukung oleh APBN murni.

Yang menjadi masalah yakni tidak ada korelasi berbanding lurus antara masuknya sistem senjata baru dalam susunan tempur dengan peningkatan anggaran pemeliharaan. Bahkan seringkali untuk tahun pertama masa dinas sebuah sistem senjata baru, tidak ada pengalokasian anggaran pemeliharaan. Sebab para penyusun anggaran berpendapat bahwa sistem senjata itu masih baru dan masih ada jaminan purna jual dari pabrik.

Masalah ini klasik dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam anggaran pertahanan yang dikucurkan oleh pemerintah, pada setiap TA tidak semua sistem senjata yang ada dalam susunan tempur diprioritaskan untuk dipelihara. Artinya setiap TA pasti ada sistem senjata yang tidak dipelihara, karena prioritas diberikan kepada sistem senjata lain.

Pada sisi lain, kebijakan pemerintah yang masih mempertahankan sistem senjata yang sudah tidak ekonomis juga berkontribusi pada anggaran pemeliharaan. Sebab sistem senjata itu semakin tahun semakin rewel, sehingga menuntut anggaran yang tidak sedikit. Kalau dihitung secara ekonomis, biaya pemeliharaannya hampir mendekati pembelian sistem senjata baru.

Apabila sebagian sistem senjata yang sudah tidak ekonomis dihapus dari susunan tempur, sedikit banyak hal itu akan membantu pemeliharaan sistem senjata yang lebih baru. Namun tidak berarti bahwa penambahan anggaran pertahanan tidak dibutuhkan. Penambahan anggaran pertahanan tetap dibutuhkan, sebab sistem senjata yang dibeli dalam 5 tahun terakhir memerlukan pemeliharaan sesuai ketentuan dari pabrikan apabila kita masih ingin menggunakannya hingga 25 tahun ke depan. Sumber : DAMNTHETORPEDO

No comments: