Friday, December 31, 2010

2011, TNI Fokus Perbaiki Sistem Persenjataan

JAKARTA - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan, TNI pada tahun 2011 akan memusatkan perhatian pada perbaikan sistem persenjataan. Selama ini, modernisasi alutsista hanya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tempur (combat capability).

"Alutsista masih baik, tapi sistem persenjataannya ketinggalan dengan negara lain," kata Agus dalam keterangan pers refleksi akhir tahun TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jum'at (31/12).

Agus mencontohkan kapal-kapal perang yang didatangkan dari negeri Belanda. Meskipun kondisinya dalam keadaan baik, namun kondisi sistem persenjataannya belum ada. "Tahun 2011 nanti akan kita utamakan persenjataan untuk kapal-kapal tersebut," ungkapnya.

TNI, yang berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan, memperoleh jatah anggaran cukup besar. Tahun 2010, dari total anggaran sebesar Rp 42,5 triliun untuk Kemenhan, TNI mendapatkan Rp 19,77 triliun.

Tahun 2011, Kemenhan mendapat alokasi anggaran terbesar ketiga setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Pendidikan Nasional. Kemenhan rencananya akan memperoleh pos anggaran sebesar Rp 47 triliun.

Hibah F-16 Memasuki Tahap Administrasi

Saat ditanyakan mengenai rencana penawaran hibah 24 pesawat tempur F 16 dari Amerika Serikat, Panglima TNI mengatakan saat ini sedang dalam proses usulan ke DPR. "Masih dalam tahapan administrasi. Kalau proses perizinan sudah turun akan dilaksanakan proses upgrading," terangnya.

Jika semuanya selesai maka proses pengiriman F 16 ini akan segera dilakukan ke Indonesia. Mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini mengakui jika TNI sangat senang menerima rencana pemberian hibah pesawat tempur dari AS ini. Namun realisasinya sangat tergantung dalam proses politik baik internal pertahanan maupun eksternal.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM, TRIBUNNEWS.COM

Tak Ada Kejelasan Road Map Industri Dirgantara

JAKARTA - Pengembangan industri dirgantara belum menjadi prioritas pemerintah. Hingga kini, pemerintah tidak mempunyai peta jalan (Road Map) pengembangan industri dirgantara. Akibatnya, perkembangan industri bernilai strategis bagi bangsa itu sangat bergantung kepada pasar.

”Industri pesawat tidak bisa dibiarkan tumbuh sesuai mekanisme pasar yang sangat bergantung kepada supply-demand (ketersediaan dan permintaan),” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Azis Iskandar seusai menyerahkan hasil uji aerodinamika pesawat N219 dari BPPT kepada PT Dirgantara Indonesia (DI).

Pembuatan satu paket pesawat N219 yang cocok digunakan untuk wilayah pedalaman Papua dan pulau kecil karena bisa mendarat di landasan berumput sepanjang 600 meter ini hanya Rp 1 triliun untuk 25 pesawat. Nilai itu, menurut Marzan, sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.200 triliun, subsidi bahan bakar minyak lebih dari Rp 83 triliun, subsidi buku sekitar Rp 15 triliun, atau nilai investasi Jembatan Selat Sunda sekitar Rp 150 triliun.

”Ini bukan hanya soal besaran dana (Rp 1 triliun), tetapi pesawat ini harus dibuat untuk regenerasi engineer (insinyur) pembuat pesawat Indonesia,” katanya.

Mulai pensiun

Direktur Utama PT DI Budi Santoso menambahkan, pesawat N219 ini merupakan jembatan bagi ahli rekayasa pesawat Indonesia. Para ahli rekayasa dan teknisi hasil didikan pelopor industri pesawat terbang Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, pada 1980-1990, akan mulai memasuki masa pensiun.

Generasi pertama pembuat pesawat Indonesia itu pernah mengembangkan pesawat canggih di kelasnya, seperti CN235 dan N250. Agar ilmu yang dimiliki para ahli senior itu dapat diteruskan kepada ahli rekayasa dan teknisi muda, perlu media yang memungkinkan transfer ilmu dan teknologi itu berlangsung.

”Jika regenerasi ini tidak terjadi, kemampuan yang sudah dimiliki akan hilang. Artinya, jika setelah itu Indonesia ingin membangun kembali industri dirgantaranya, Indonesia harus memulai dari nol lagi,” ungkapnya.

Tidak terjadinya transfer teknologi itu dinilai Marzan sebagai kehilangan besar bagi Indonesia. Untuk membangun kembali kemampuan membuat pesawat butuh waktu lama dan biaya yang jauh lebih besar.

Ketiadaan peta jalan (road map) industri dirgantara juga membuat kebutuhan ahli pesawat Indonesia tidak jelas. Semula ahli di PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (nama lama PT DI) banyak disuplai oleh alumni Jurusan Teknik Penerbangan (sekarang Program Studi Aeronautika dan Astronautika) Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain itu, para ahli dan teknisi itu juga diisi oleh lulusan Universitas Nurtanio Bandung dan Universitas Suryadarma, Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

Setiap tahun, jumlah lulusan dari ITB diperkirakan sekitar 60 orang. Sejak industri dirgantara Indonesia surut akibat krisis ekonomi 1998, banyak alumnus ITB yang memilih bekerja pada maskapai penerbangan. Tanpa ada peta jalan yang jelas, lulusan teknik penerbangan tersebut akan sulit berkembang atau kemampuannya tidak termanfaatkan.

Sumber : KOMPAS

TNI Kembalikan Sisa Anggaran Rp.600 Juta

JAKARTA - Panglima TNI Laksamana, TNI Agus Suhartono, mengatakan bahwa pihaknya mengembalikan sisa alokasi anggaran 2010 senilai Rp600 juta dari total alokasi anggaran yang diberikan pemerintah Rp19,77 triliun.

Dalam jumpa wartawan akhir tahun di Jakarta, Jumat (31/12), Laksamana Agus Suhartono mengemukakan bahwa sisa anggaran yang dikembalikan ke negara berasal dari penghematan saat melakukan kontrak atau tender dalam pengadaan barang dan jasa.

"Sekitar Rp 600 juta, nggak banyak kok," katanya.

Agus menyatakan, dengan pengembalian itu bukan bukan berarti TNI tidak mampu menyerap anggaran yang hampir mencapai 100 persen, melainkan mampu menyusun perencanaan secara baik.

"Kalau kita rencananya benar, pasti sisanya tidak akan banyak. Kalau kita tendernya benar dan bisa menghemat banyak, ya itu bagus juga," katanya.

Agus menekankan, "Ini bukan kelemahan di dalam penyerapan anggaran lho ya, justru dari sisi perencanaan baik, kan dari sisanya ada sedikit,".

Selain penyerapan anggaran yang maksimal, TNI juga berhasil melaksanakan semua program kerja yang ditargetkan selama 2010 dengan baik.

"Kalau dari sisi program, semuanya sudah terlaksana. Efektivitasnya sudah bagus. outcome seperti apa dari anggaran yang kita punya, itu sudah terpenuhi," kata Agus.

Dari Rp42,5 triliun anggaran Kementerian Pertahanan tahun 2010, alokasi anggaran yang dikelola TNI untuk pembinaan kekuatan dan pembangunan kekuatan sebesar Rp19,77 triliun.

Panglima TNI mengatakan, sekitar 50 persen jumlah anggaran yang ada digunakan untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista.

Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, untuk 2011 anggaran pertahanan naik 10,72 persen menjadi Rp47,5 triliun atau 3,86 persen dari APBN 2011.

Kenaikan anggaran tersebut diprioritaskan untuk pengembangan kekuatan minimum, industri pertahanan nasional, pencegahan kejahatan laut, peningkatan rasa aman, modernisasi keamanan nasional, dan peningkatan kualitas kebijakan keamanan.

Sumber : ANTARA

Cuci Pesawat Skuadron Udara -1 Jelang Akhir Tahun 2010

KALBAR - Skadron yang populer dengan sebutan ”Elang Khatulistiwa”, dibawah komando Komandan Skadron Udara (Danskadud) 1 Letkol Pnb Tjahya Elang Migdiawan dan anggota membersihkan pesawat Hawk 100/200 di Shelter Skadud 1, Kamis (30/12). Semua pesawat Hawk 100/200 yang dimiliki Skadron Udara 1 ini dibersihkan secara bersama. Tak tanggung-tanggung Danskadud 1 pun ikut serta membersihkan pesawat Hawk 100/200 yang menjadi kebanggaan TNI AU khususnya dan masyarakat Kalbar pada umumnya.

Sumber : DISPENAU


Sertijab Komandan Batalyon Taifib-1

SURABAYA - Komandan Pasmar-1, Brigjen TNI (Mar) Ahmad Faridz Washington (tengah) salam komando dengan Komandan Batalyon Pasukan Khusus Intai Amfibi-1 (Taifib-1) Marinir yang baru, Mayor Mar Bambang Wahyuono (kanan) dan yang lama, Mayor Mar Kresno Pratowo, usai sertijab Komandan Batalyon Taifib-1 Marinir di Bhumi Marinir Karangpilang, Surabaya, Jatim, Kamis (30/12). FOTO ANTARA/Eric Ireng/Koz/hp/10.


Satu Helikopter Super Puma Perkuat TNI

BOGOR - Dengan rampungnya pengerjaan satu helikopter NAS-332 Super Puma oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI), diharapkan dapat memperkuat alutsista. Helikopter tersebut diserahkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada Skuadron Udara 8 di Lapangan Udara Atang Sanjaya, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (30/12).

"Super Puma ini diselesaikan oleh putra-putri Indonesia. Ini menunjukkan pendanaan alutsista untuk produksi dalam negeri untuk memperkuat industri pertahanan," tuturnya.

Helikopter Super Puma tidak hanya diperuntukan memenuhi kebutuhan militer. "Heli Super Puma ini transportasi serbaguna. Bisa dipakai mengangkut pasukan, logistik, atau kegiatan lain yang sifatnya operasi militer selain perang," imbuhnya.


Dirjen Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Laksda Susilo (2 kanan) disaksikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kiri), Danlanud Atang Sanjaja Marsekal Muda Sunaryo (2 kiri), Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (3 kiri) dan Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso (kanan) menantangani surat serah terima Helicopter NAS-332 Super Puma di Lanud Atang Sandjaya, Bogor, Jabar, Kamis (30/12).

Super Puma yang dirampungkan saat ini merupakan helikopter ketujuh dari target sembilan unit. "Saat ini empat sudah digunakan untuk kegiatan SAR, dua untuk VVIP. Dua sisanya akan diselesaikan dalam waktu dekat," tuturnya.

Seluruh helikopter ini dikerjakan oleh PT DI. Dari dua yang sedang dalam tahap penyelesaian, satu helikopter ditargetkan rampung pada akhir 2011 dan satu lagi pada pertengahan 2012.

Sumber : MEDIA_INDONESIA.COM

Anggaran Pertahanan 2011 Naik 10,72 Persen

JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan anggaran pertahanan tahun 2011 sebesar 10,72 persen dibanding anggaran tahun sebelumnya, sehingga menjadi Rp47,5 triliun. Porsi tersebut sama dengan 3,86 persen dari APBN 2011.

"Anggaran pertahanan tahun depan sebesar Rp47,5 triliun atau naik 10,72 persen dari tahun lalu. Tahun lalu hanya Rp42,9 triliun. Ini berarti alokasi pertahanan kita di tahun 2011 sebesar 3,86 persen dari APBN," terang Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro ketika ditemui di kantornya di Jakarta, (30/12).

Untuk diketahui, APBN 2011 sebesar Rp1.229,6 triliun. Sekitar Rp47,5 triliun tersebut sudah termasuk tambahan anggaran sebesar Rp2,4 miliar pada tahun anggaran 2010. Kebutuhan anggaran pertahanan menurut Rencana Strategis (Restra) 2010-2014 akan mencapai Rp279,8 triliun.

Kenaikan anggaran untuk Restra tersebut akan difokuskan pada enam bidang. "Prioritas kita adalah pengembangan kekuatan minimum, industri pertahanan nasional, pencegahan kejahatan laut, peningkatan rasa aman,modernisasi keamanan nasional, dan peningkatan kualitas kebijakan keamanan," ujar Purnomo.

Menurut pengamat militer dari Imparsial Al Araf, kenaikan tersebut dinilai masih belum mencukupi kebutuhan sistem pertahanan. Namun pihaknya cukup mengapresiasi kenaikan tersebut sebagai bukti meningkatnya perhatian pemerintah atas anggaran pertahanan.

Sumber : MEDIA_INDONESIA.COM

Thursday, December 30, 2010

Menhan: Target 2010 Kemhan Tercapai!

JAKARTA - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, target yang ditetapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2010 ini berhasil dicapai.

Target itu sesuai dengan desain Rencana dan Strategi Pertahanan Negara 2010-2014, diantaranya optimalisasi penggunaan Alutsista produksi dalam negeri, pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), penyusunan draf RUU Revitalisasi Industri Pertahanan dan RUU Keamanan Nasional serta pemberian tunjangan khusus prajurit TNI yang bertugas di pulau terluar dan perbatasan.

"Memang ada yang belum dicapai beberapa. Tetapi apa yang dipatok dalam program pemerintah tercapai semua. Kinerja kita dipantau oleh UKP4. Selain itu, ada beberapa program yang sifatnya multi years," kata Purnomo dalam jumpa pers Refleksi Kinerja Kementerian Pertahanan 2010, di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (30/12).

Pada tahun pertama kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II, dijelaskan Purnomo, Kemhan bertugas untuk melakukan tiga hal yaitu menjaga kedaulatan, menjaga keutuhan NKRI dan menjaga keselamatan bangsa. "Kita juga fokus pada kesejahteraan rakyat dan fokus pada ekonomi yang bisa mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat. Tema kita adalah pengelolaan kebijakan pertahanan negara pro kesejahteraan. Pengutamaan kesejahteraan rakyat adalah sisi lain. Kalau kesra meningkat, keamanan meningkat," kata Purnomo.

Dari sisi regulasi, Kementerian Pertahanan telah menyelesaikan 2 RUU pada tahun 2010 yaitu RUU Keamanan Nasional dan RUU Revitalisasi Industri Pertahanan. Sementara itu, dalam bidang kerjasama, Kemhan juga mengadakan kerjasama dengan Amerika Serikat dalam hal peningkatan kerjasama pertahanan dan dibukanya hubungan kerjsanma yang melibatkan Kopassus.

Selain AS, Kemhan juga menjalin kerjasama dengan Brunei Darussalam, Pakistan, dan Korea Selatan. "Dengan Korea Selatan, kita kerjasama dalam produksi dan pemasaran proyek pengembangan jet tempur KF-X. Ini pesawat terbang generasi 4,5," jelasnya.

Terkait upaya peningkatan kesejahteraan prajurit TNI yang juga ditetapkan menjadi prioritas tahun 2010, pemerintah telah menaikkan tunjangan lauk pauk dari Rp 35.000 menjadi Rp 40.000 per hari. Tunjangan remunerasi yang diberlakukan per Juli 2010 juga telah dicairkan pada akhir Desember 2010 dan diberikan secara rapel.

Jungle Warfare Pasukan Taifib-1 Marinir

SURABAYA - Sejumlah anggota tim komando hutan (jungle command) dan tim selam tempur (combat swimmer) Pasukan Khusus Intai Amfibi-1 (Taifib-1) Marinir yang dilengkapi senjata api laras panjang standar Sniper, Truvello kaliber 12,7mm, melakukan parameter tempur saat latihan di Bhumi Marinir Karangpilang, Surabaya, Rabu (29/12). Latihan yang bertujuan untuk mengasah kemampuan tempur anggota pasukan khusus Taifib Marinir tersebut, selain untuk mempertahankan kedaulatan NKRI juga untuk operasi non militer seperti penanganan bencana. FOTO ANTARA/Eric Ireng/NZ/10


Wednesday, December 29, 2010

Serah Terima Model Aerodinamika Pesawat N219

JAKARTA - Pesawat CN235 produksi kerjasama antara PT. Dirgantara Indonesia dengan CASA Spanyol diharapkan menjadi pesawat patroli maritim yang digunakan oleh semua negara.

"Itu cita-cita kami," kata Dirut PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso pada serah terima hasil pengujian model aerodinamika pesawat udara N219 dari BPPT kepada PT DI di Jakarta, Selasa (28/12).

Ia membantah produksi pesawat CN235 tidak berlanjut, karena saat ini PT DI sedang mengerjakan empat unit CN235 pesanan Korea Selatan untuk patroli pantai (coast guard), untuk beberapa negara lain yang tertarik dan untuk kepentingan dalam negeri TNI AL.

Pada Desember 2009 TNI AL diberitakan membeli tiga unit CN-235 MPA sebagai bagian dari rencana memiliki enam pesawat MPA sampai tahun 2014.

"CN235 sampai kini banyak dibutuhkan untuk kepentingan negara yang mengkhawatirkan permasalahan bajak laut, penyelundupan, atau imigran gelap, khususnya karena pesawat setipenya seperti Buffalo tidak diproduksi lagi," katanya.

Bahkan, untuk mengawasi Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang dipersengketakan sejumlah negara, baik Tentera Diraja Malaysia maupun Brunei sama-sama mengerahkan pesawat CN235 buatan PT DI, ujarnya dengan bangga.

Saat ini masih beroperasi sekitar 50 pesawat CN235 di berbagai negara buatan PT DI dan sekitar 150 unit CN235 buatan Casa Spanyol.

CN235 versi Patroli Maritim dilengkapi dengan sistem navigasi, komunikasi dan misi serta mengakomodasi rudal.

Saat ini PT DI baru saja menyelesaikan uji model aerodinamika pesawat perintis N219 berkapasitas 19 penumpang di BPPT yang sangat sesuai dengan kondisi kepulauan dan pegunungan Indonesia.

Direktur Aerostructure PT DI Andi Alisjahbana mengatakan, pengerjaan pesawat N219 dengan mesin Pratt & Whitney ini sudah selesai 35 persen, tinggal tahap tersulit persoalan pendanaan yang diharapkan menemukan solusinya pada 2011 untuk menyelesaikan 65 persen sisanya.

Di Indonesia, disebutkannya, ada 715 airport dan airfield, namun 72 persen runawaynya hanya memiliki panjang di bawah 800 meter. Sedangkan untuk penerbangan perintis terdapat 118 rute di 14 provinsi dengan 89 bandara.

Pesawat untuk Landasan Pendek

Penerbangan perintis masih akan menjadi andalan Indonesia untuk membuka keterisolasian daerah-daerah terpencil, baik yang ada di pegunungan maupun pulau-pulau kecil. Untuk itu, dibutuhkan pesawat komuter yang sesuai dengan kondisi geografis dan sosioekonomi setempat.

Banyak daerah terpencil di Indonesia yang memiliki landasan pacu pesawat terbang sangat pendek. Lokasi daerah yang berada di punggung gunung, seperti Papua atau pulau-pulau kecil yang sempit, membuat sulit dibangun landasan pacu yang panjang. Bahkan, akibat kendala geografis itu, banyak daerah yang masih sulit dijangkau dengan menggunakan pesawat-pesawat perintis sekalipun.



Saat ini terdapat 72 persen atau 715 bandar udara dan lapangan terbang di Indonesia yang panjang landas pacunya kurang dari 800 meter. Sebanyak 70 persen atau 60 pesawat perintis dengan kapasitas 9-20 penumpang sudah berumur di atas 20 tahun.

Penerbangan perintis itu menghubungkan 89 bandar udara atau lapangan terbang yang ada di 14 provinsi dan melayani 118 rute penerbangan. Setiap tahun, subsidi negara untuk menutupi biaya operasional penerbangan perintis itu mencapai Rp 240 miliar.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Azis Iskandar di Jakarta, Selasa (28/12), mengatakan, kebutuhan pesawat berkapasitas 9-20 penumpang di Indonesia saja hingga 20 tahun mendatang mencapai 97 unit untuk penerbangan sipil dan 105 pesawat untuk keperluan khusus.

Pesawat N219

Menjawab kebutuhan akan pesawat kecil yang bisa menyesuaikan dengan berbagai keterbatasan kondisi geografis yang ada, PT Dirgantara Indonesia (DI) mengembangkan pesawat N219 berkapasitas 19 penumpang. Pesawat ini dirancang sesederhana mungkin, tetapi tidak mengurangi aspek keselamatan penerbangan.

Direktur Utama PT DI Budi Santoso menyatakan, jika pesawat N219 ini nanti terwujud, akan menjadi pesawat tercanggih di kelasnya. Desain pesawat sejenis rata-rata dibuat pada 1950-an.

Pesawat ini akan menggunakan teknologi era 2000-an. Beberapa kecanggihan yang ada dalam pesawat ini, antara lain, menggunakan desain dan analisis aerodinamik hasil penelitian terbaru, desain pesawat seluruhnya menggunakan komputer, serta penggunaan bahan rangka pesawat yang ringan tetapi tetap kuat.

Selain itu, pesawat juga dilengkapi dengan sistem navigasi penerbangan elektronik berbasis personal computer yang murah dan global positioning system (GPS). Dengan peralatan ini, ketika pesawat menghadapi cuaca buruk, hujan deras, ataupun awan tebal, posisi gunung-gunung yang ada di depan ataupun landasan pacu pesawat tetap dapat terdeteksi.

N219 mampu didaratkan pada landasan berumput sepanjang 600 meter. Adapun pesawat sejenis Casa C-212 hanya bisa mendarat di landasan sepanjang 800 meter, sedangkan DHC-6 Twin Otter bisa mendarat di landasan sepanjang 600 meter, tetapi kapasitas angkutnya lebih kecil.

Mesin pesawat yang menggunakan produk Pratt & Whitney ini dirancang untuk tetap berkinerja baik pada daerah dengan tekanan udara rendah dan suhu tinggi.

”Di pegunungan yang tekanan udaranya rendah dan kondisi suhu tinggi yang membuat kerapatan udara kurang akan mengurangi kinerja mesin. Pengurangan kinerja mesin N219 tidak sedrastis pesawat sejenisnya hingga membuatnya lebih stabil,” ungkap Direktur Aerostruktur PT DI Andi Alisjahbana.

Meski termasuk mesin pesawat generasi lama, Pratt & Whitney dipilih karena lebih banyak teknisi yang memahaminya dan suku cadang banyak tersedia. Jika digunakan mesin pesawat generasi baru, dipastikan perawatannya akan lebih susah dan mahal.

Walau demikian, keamanan pesawat tetap jadi prioritas. Posisi sayap dan mesin yang ada di atas membuat mesin cukup terlindung dari debu atau kerikil saat mendarat. Ban pesawat juga didesain tetap ada di luar pesawat, tak dimasukkan dalam badan pesawat saat terbang sehingga tidak perlu khawatir ban tak keluar saat akan mendarat.

Daya angkut dan jelajah

Kapasitas angkut pesawat juga lebih besar dibandingkan pesawat sejenis, yaitu 2.318 kilogram. Ini akan menjawab keluhan sejumlah penumpang di daerah pedalaman yang sering protes saat barang bawaannya tidak terangkut.

Jarak tempuh maksimal pesawat adalah 1.539 kilometer. Namun, pesawat dirancang untuk terbang beberapa kali (multi hop) pada jarak yang lebih pendek, sesuai karakter penerbangan perintis, tanpa perlu mengisi bahan bakar di setiap pemberhentian. Ini untuk mengantisipasi terbatasnya persediaan bahan bakar di daerah pedalaman.

Bagian dalam pesawat juga mudah diubah dalam waktu singkat untuk disesuaikan dengan kebutuhan, apakah akan mengutamakan angkutan penumpang atau barang. Pengubahan yang cepat ini memungkinkan penggunaan pesawat ini untuk angkutan evakuasi medik dari daerah bencana atau untuk keperluan militer.

”Pesawat ini merupakan jawaban atas cemoohan berbagai pihak bahwa PT DI (dulu Industri Pesawat Terbang Nusantara/IPTN) hanya bisa membuat teknologi tinggi yang tidak bisa diaplikasikan sesuai kebutuhan bangsa,” ungkap Andi.

Pesawat yang kini dalam proses penyelesaian desain awal ini diharapkan dapat diproduksi pada 2013 dengan catatan tidak ada masalah pendanaan dalam pengembangan dan produksinya. Penggunaan pesawat N219 diharapkan dapat menggantikan pesawat-pesawat perintis yang sudah tua serta menjadi media alih teknologi dari ahli rekayasa dan teknisi pesawat era 1980- 1990 kepada generasi muda.

Sumber : KOMPAS, ANTARA

Tuesday, December 28, 2010

Sniper Kopaska Lakukan Pengamanan di Bandara Juanda-Surabaya

SURABAYA - Satu tim Sniper Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL dilengkapi senjata api laras panjang SG 550 Kaliber 5,56mm, melakukan orientasi lapangan dari ketinggian, saat melakukan pengamanan jelang Tahun Baru 2011 di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, Senin (27/12). Bandara Internasional Juanda menyiagakan Satuan Tugas Pengamanan (Satgaspam) Bandara yang terdiri dari Unit K-9 Pomal, Kopaska dan satuan pengamanan bandara, untuk memberi rasa aman dan nyaman pada penumpang, jelang Tahun Baru 2011. FOTO ANTARA/Eric Ireng/ed/ama/10


3 Kapal Perang China Kunjungi Jakarta

JAKARTA - Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Brigjen TNI (Mar) Arief Suherman menyambut kedatangan 3 kapal perang China/PLAN’S (People’s Liberation Army Navy Ships) yang dipimpin Commander of Chinese Task Force (CCTF) Rear Admiral Wei Xueyi yang on board di Kapal Perang PLANS Kunlun-998 yang merapat di Dermaga 201 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (27/12).

3 Kapal Perang China yang berkunjung ke Indonesia yaitu PLAN’S Kunlun, PLAN’S Lanzhou dan PLAN,S Weishanhu dengan jumlah personel kurang lebih 965 prajurit dengan tujuan untuk lebih mempererat hubungan persahabatan antara TNI AL dan Angkatan Laut Republik Rakyat China. Kedatangan 3 kapal perang tersebut selain disambut Komandan Lantamal III dengan upacara militer juga disambut oleh Duta Besar China di Indonesia Mrs. Zhang Qiyue.



Selama di Indonesia Commander of Chinese Task Force (CCTF) bersama staffnya akan mengadakan kunjungan resmi ke Panglima Komando Armada Barat Laksamana Muda TNI Hari Bowo, Msc, Panglima Kolinlamil Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan, MPA, MBA serta ke Markas Besar TNI Angkatan Laut (Mabesal).

Kegiatan yang dilaksanakan selain kunjungan ke pejabat TNI AL, kunjungan kapal perang China ini juga diisi dengan pertandingan persahabatan sport games sepak bola antara anggota kapal perang China dengan prajurit Lantamal III serta kunjungan ABK Kapal Perang ke tempat-tempat wisata yang ada di Jakarta. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan open ship.

Sumber : DISPENAL

Monday, December 27, 2010

Tank BMP-3F Marinir Uji Coba Embarkasi Ke KRI

SURABAYA - Tank amphibi BMP-3F yang baru dibeli dari Rusia diuji coba untuk masuk atau embarkasi ke dalam Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).

Kapal perang yang ditunjuk untuk mengikuti uji coba adalah KRI Teluk-Penyu 513 dan KRI Surabaya-991 di Dermaga Madura dan Dermaga E, Markas Komando Armatim, Ujung, Surabaya Kamis (23/12) lalu.

Sebagai bagian dari Alutsista TNI AL, tank amphibi BMP-3F harus mengikuti uji coba pendaratan amphibi di Pantai Banongan, Situbondo beberapa waktu yang lalu. Setelah itu, baru diikuti dengan uji coba pelaksanaan embarkasi dan debarkasi atau keluar dan masuk ke KRI.

Uji coba yang berlangsung selama 4 hari di Koarmatim ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para awak tank serta membantu pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh awak KRI. Kedua unsur tersebut merupakan dua tim yang harus bekerjasama menjadi satu agar dapat mencapai sukses dalam setiap pendaratan.

"Tank yang baru dibeli ini lebih canggih dibanding tank amphibi yang kita miliki dulu. Ada beberapa komponen dan kelengkapan yang lebih canggih dan mutakhir sehingga dapat berfungsi ganda di samping angkut pasukan," ujar Kepala Dispenarmatim Letkol Laut Yayan Sugiana dalam rilis yang diterima detiksurabaya.com, Senin (27/12).



Tank amphibi ini dilengkapi dengan satu buah meriam tipe 2a 70 100mm, meriam 2a 72 30mm,. senjata PKTM kaliber 7,62 3 pucuk, dan rudal Arkan yang berfungsi untuk melakukan serangan darat serta udara.

Selain itu, tank yang mampu melaju dengan kecepatan 70 Km/jam ini juga dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara (NBC) yang berguna untuk menanggulangi peperangan Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika).

Kelebihan dari tank yang dilengkapi dengan alat komunikasi yang berfungsi di dalam dan luar amphibi ini adalah terdapat sinar inframerah dan teropong bidik sasaran untuk melengkapi jaringan komunikasi tank BMP 3 F ini menggunakan pesawat radio R 173 dengan jarak jangkau maksimum 12 Km.

Sistem kemudi yang menggunakan hydrolik menjadikan tank amphibi mampu melaju dengan kecepatan 10 Km/jam ketika berada di laut. Sementara untuk sistem operasional persenjataan tank yang mampu menampung 10 orang personel yang terdiri dari 7 orang pasukan dan 3 orang awak ini menggunakan sistem manual dan elektrik.

Tank yang dibuat di Kurgan, Rusia tahun 2009 ini termasuk dalam tank jenis Resimen Kavaleri Marinir (Menkav Mar) Batalyon Kavaleri 1 Marinir Karang Pilang, Surabaya berjumlah 17 unit.

Sumber : DETIK_SURABAYA

Taxi Way Pangkalan Udara Supadio Akan Diperlebar


Pangkalan Udara TNI AU Supadio, Pontianak

SUNGAI RAYA - Komandan Lapangan Udara Supadio Kolonel (Pnb) Imran Baidirus mengatakan tahun 2011 pihaknya akan melakukan pelebaran terhadap taxi way lapangan udara tersebut karena menjadi bagian terpenting dari satuan tersebut.

"Tahun ini kita sudah mulai pengerjaannya, sehingga tahun depan taxiway tersebut akan kita maksimalkan keberadaannya," kata Imran di Sungai Raya, Minggu (26/12).

Menurutnya, saat ini taxi way atau penghubung antara landas pacu dengan pelataran pesawat, kandang pesawat, terminal, atau fasilitas lainnya yang ada di Lanud Supadio hanya memiliki lebar 15 meter.

Taxi way tersebut akan diperlebar menjadi 23 meter. Dengan demikian, tempat parkir untuk pesawat tempur yang ada di Lanud Supadio tentu akan bisa banyak menampung pesawat.

"Kalau sekarang taxi way yang ada masih sangat kecil, makanya akan kita perlebar," ucapnya.

Selain itu dia juga mengatakan dalam waktu dekat Lanud Supadio akan membuat radar pesawat yang rencananya akan ditempatkan di Bengkayang atau Sambas.

Dengan adanya radar tersebut akan mempermudah Lanud Supadio untuk memantau pergerakan pesawat dari luar, khususnya yang dapat mengancam pertahanan wilayah NKRI yang ada di Kalimantan Barat.

"Untuk pembuatannya kita masih belum tahu pasti kapan dilaksanakan, karena kita juga masih menunggu instruksi dari Markas Besar. Namun untuk proses studi kelayakan dan rencana pengadaan sudah dilakukan," ucapnya.

Skuadron UAV

TNI Angkatan Udara akan menambah satu skadron berupa pesawat tanpa awak di Pangkalan Udara Supadio Pontianak untuk memperkuat kemampuan pemantauan termasuk daerah perbatasan di Kalimantan Barat.

Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufa`at di Pontianak, mengatakan, status Lanud Supadio Pontianak akan ditingkatkan menjadi Kelas A atau Bintang 1. Salah satu syarat minimalnya mempunyai dua skadron.

Saat ini Lanud Supadio menjadi pangkalan Skadron Udara I Elang Khatulistiwa. Pesawat yang digunakan jenis Hawk.

"Kalau ada skadron pesawat tanpa awak, Supadio bisa menjadi pangkalan udara Kelas A," kata mantan Komandan Lanud Supadio tahun 2000 - 2002 itu.

Pengadaan pesawat tersebut diharapkan terwujud awal tahun depan. Ia melanjutkan, untuk Alutsista pengadaan dilakukan oleh Mabes TNI.

Sumber : MEDIA_INDONESIA.COM

Sunday, December 26, 2010

K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (V)

Impian Infantri Masa Depan Korea

Ada idiom di kalangan militer korea Selatan (Korsel) jika terjadi perang dengan Korea Utara (Korut), yaitu : “Setiap prajurit Korsel harus membunuh sekitar dua puluh prajurit Korut jika ingin menang”. Sebuah gambaran sederhana betapa banyak prajurit Korut yang harus mereka hadapi.

Konflik di wilayah Semenanjung Korea bisa diibaratkan seperti bom waktu. Fluktuatif, bisa tiba-tiba naik kemudian mereda kembali. Hubungan kedua negara sebetulnya sudah panas sejak kejadian terakhir kala kapal perang Korea Selatan, Cheonan, dihajar torpedo dan menewaskan 46 pelaut. Dua Korea kini kembali di bibir perang saat Korut membombardir pulau Korsel di sekitar Yeonpyeong dengan peluru-peluru artilerinya pada November 2010 lalu.

Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk "menyatukan" kedua Korea lewat upaya diplomatis, perjanjian, maupun yang lebih konkret seperti membuka jalur transportasi kereta api antar negara. Namun, konflik itu sebenarnya tidak pernah benar-benar berakhir.

Hal inilah yang mendasari pemerintah Seoul lewat Agency for Defense Development (ADD) untuk selalu mengembangkan innovasi teknologi dari segi peralatan militer (alutsista) maupun kemampuan personilnya. Termasuk mengembangkan seragam tempur pasukan infantrinya di masa depan. ADD adalah semacam lembaga litbang dibawah kementrian pertahanan Korsel, mungkin jika di Indonesia serupa dengan puslitbang TNI.

Perangkat Standar Infantri

Pembuatan standar seragam baru infantri tersebut merupakan bagian dari usaha memodernisasi angkatan bersenjata Korsel agar kapabel bertempur dengan dukungan platform digital.

Seragam baru tersebut nantinya terhubung dengan sensor-sensor elektronis, yang secara visual dapat mengakses video realtime dari system pengintai. Program ini bertujuan untuk mewujudkan jaringan yang terintegrasi antara pasukan dengan sistem persenjataan, ranpur dan pesawat nir awak (UAV).

Program tersebut terbagi menjadi 4 bagian, pertama; helm tempur multifungsi, kedua; ransel peralatan dan logistik, ketiga; seragam tempur dengan material khusus dan keempat; senjata multifungsi, dimana pengaplikasiannya sudah terwujud lewat senapan serbu K11.

Helm tempur dijejali berbagai macam perangkat seperti : mini video camera, mic, voice recognition dan virtual display sebagai receiver file digital. File tersebut bisa berupa image maupun data yang disajikan secara realtime online.

Ransel, selain diisi kebutuhan logistik pasukan juga dijejali dengan berbagai system digital seperti : personal command, control system, sitem identifikasi teman atau musuh (IFF) dan personal Global Positioning System (GPS).



Perangkat tempur standar pasuka infantri ROK Army

Untuk seragam tempur, dirancang mampu menghilangkan pancaran panas tubuh pasukan sehingga akan tersamar jika di bidik dengan sensor pencari panas. Selain mengaplikasi material yang mampu menjaga pasukan dari senjata kimia, seragam tersebut juga dirancang untuk memproteksi dari pancaran laser dan serangan rudal.

Untuk senjata personel, Seoul akan berjanji akan mengembangkan varian-varian dari K11 termasuk munisi yang digunakan. Saat ini lembaga research and development S&T Daewoo tengah mengembangkan varian munisi 20mm untuk K11. Selain proyektil air-brust, kedepannya akan dikembangkan pula rudal mini yang mampu diluncurkan dari moncong laras K11.

Tahap Kedua

Sebagaimana telah diutarakan surat khabar “The Korea Times” November 2009 lalu berdasarkan statement dari pejabat Badan Pengembangan Pertahanan Korsel (ADD), dikatakan bahwa Seoul mulai melakukan pembangunan tahap ke-dua untuk pengadaan standar seragam tempur infantry terbaru di awal tahun 2010 ini.

Sebelumnya ADD telah menyelesaikan studi (R&D) tentang konsep seperti apa seragam yang akan diaplikasi ROK Army kedepan, beserta peralatan dan perlengkapannya. Pejabat tersebut juga menambahkan "Tahun 2010 ini ADD berencana mulai mengembangkan integrasi teknologi dan peralatan terkait setelah mendapatkan persetujuan dari Defense Acquisition Program Administration (DAPA)."

Perlengkapan personil tempur terbaru tersebut akan memberikan perlindungan maksimum dan memperbesar daya gempur pasukan infantri Korsel dimasa depan. Seragam infantry tersebut juga telah dilengkapi rompi anti peluru terbaru dan terintegrasi dalam sebuah manajemen system pertempuran.

Nampaknya Korea serius menggarap proyek ini, sebuah impian yang bakal jadi kenyataan. Selangkah lagi kemajuan teknologi dari negeri yang mengedepankan apa yang kini tengah dicita-citakan bangsa ini, “Kemandirian Industri Pertahanan”. Copyright ALUTSISTA

K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (I)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (II)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (III)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (IV)

Patroli Pengamanan Bandara Juanda

SURABAYA - Sejumlah anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL dan Unit K-9 Polisi Militer TNI AL (Pomal), melakukan patroli pengamanan di Bandara Internasional Juanda Surabaya, Jumat (24/12). Pengamanan tersebut, merupakan bagian dari pelayanan Bandara Internasional Juanda Surabaya bersama Pangkalan Udara TNI AL (lanudal Juanda), jelang peringatan Natal 2010 dan Tahun baru 2011. FOTO ANTARA/Eric Ireng/nz/10


Saturday, December 25, 2010

K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (IV)

Penempatan

Program Defense Acquisition Program Administration (DAPA) menyetujui rencana dimulainya produksi massal senapan serbu K11 dengan mendistribusikannya kewilayah operasi pada awal tahun 2010 ini.

Akhir November 2009 lalu, Mentri Pertahanan Korea Selatan, Kim Tae-Young menyatakan bakal mempersenjatai seluruh pasukannya di Afghanistan dengan senapan ini.

Secara spesifik Kim tidak menyebutkan berapa jumlah K-11 yang bakal dikirim ke negara para Mullah di Asia Tengah tersebut, namun kantor berita BBC pernah melaporkan pemerintahan Korea bakal menambah pasukannya hingga 350 personel tahun ini.

Kontingen pasukan Korea ditempatkan di provinsi Parwan, di utara kota Kabul, Afganistan. Kehadiran pasukan Korea di Afghanistan mempunyai tugas khusus melindungi pekerja rekonstruksi sipil asal Korea Selatan yang kini jumlahnya sekitar 120 pekerja.


Pemerintahan Republik Korea menawarkan kontribusi penempatan pasukannya di Reconstruction Team di wilayah provinsi Parwan-Afganistan yang disepakati pada 13 April 2007, Korea menjadi negara ke-19 diluar NATO yang ikut berkontribusi di International Security Assistance Force (ISAF).

Pada tahun 2007 Korea Selatan hanya mengirimkan sekitar 200 tentaranya ke Afghanistan, namun setelah terjadi tragedi penculikan yang menewaskan dua warganya, pemerintahannya kini mempertimbangkan penambahan pasukan disana.

Selain senapan K-11, pasukan Korea didukung juga oleh empat heli angkut UH-60, ranpur Doosan Barracuda 4x4 dan ranpur angkut infantri K200A1 untuk menghindari serangan milisi Taliban yang menggunakan alat peledak rakitan (IEDs). Dalam waktu dekat pasukan Korea juga bakal menerima pesawat intai mata-mata RQ-101 buatan Korea Aerospace Industries (KAI).

Amunisi

Saat ini ada dua jenis amunisi 20mm direferensikan untuk K11, yakni munisi granat udara (air-burst) jenis K167 High-Explosive (HE) dan K168 untuk munisi latihan (TPG/ target practice grenade). Selongsong peluru 20 mm ini menggunakan material aluminium, dan tahap selanjutnya akan dikembangkan amunisi 20mm baru dalam beberapa varian.

Sedangkan untuk munisi senapan menggunakan peluru standar NATO kaliber 5.56mm dengan dua varian magasen berdaya tampung 20 dan 30 butir peluru bermaterial campuran logam, seperti kuningan, tembaga dan seng.

Rencana kedepan S&T Daewoo akan mengembangkan amunisi baru yang lebih canggih dan lebih ringan, termasuk pengembangan mini missile system berukuran 20mm. Copyright ALUTSISTA

K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (I)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (II)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (III)
K11, Senapan Serbu Terbaru Korea Selatan (V)

Friday, December 24, 2010

AS Komit Bantu Pemeliharaan Hercules TNI AU

JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat menegaskan komitmennya untuk membantu pemeliharaan pesawat-pesawat angkut berat C-130 milik Hercules TNI Angkatan Udara.

Atase Udara (Atud) Amerika Serikat Colonel Kevin A Booth mengatakan hal itu saat mengunjungi Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Kamis (23/12).

Juru bicara TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro, usai pertemuan itu mengatakan, sekarang satu unit pesawat angkut berat C-130 Hercules TNI Angkatan Udara menjalani pemeliharaan berat dalam Programmed Depot Maintanance (PDM) di hangar perusahaan ARINC di Oklahoma, AS.

"Semula direncanakan lebih dari satu, namun kita baru kirim satu. Tetapi mereka tetap komitmen untuk membantu pemeliharaan sejumlah pesawat Hercules TNI Angkatan Udara," kata Bambang.

Satu pesawat yang menjalani pemeliharaan berat di ARINC untuk kali pertama itu, bernomor register A-1323.


Dubes AS untuk Indonesia, Cameron R Hume dan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Madya TNI Sukirno berjabat tangan dengan awak pesawat Hercules A-1323 saat acara pelepasan perawatan pesawat tersebut di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Juli 2010. Pesawat Hercules A-1323 kini tengah menjalani retrofit di hangar perusahaan ARINC di Oklahoma, AS.

"Program pemeliharaan PDM tersebut merupakan pemeliharaan tingkat berat untuk pesawat C-130 Hercules yang mengacu pada technical order yang dikeluarkan AS. Program ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang telah disepakati angkatan udara RI dan AS," katanya, menambahkan.

Bambang menegaskan, program pemeliharaan yang dibiayai dengan hibah AS itu bertujuan meningkatkan kemampuan dan kesiapan pesawat C-130 Hercules TNI Angkatan Udara.

"Pengerjaan pemeliharaan itu akan dilangsungkan selama enam bulan, melibatkan sepuluh orang teknisi TNI Angkatan Udara dalam rangka alih teknologi," ungkapnya.

Tentang penyelesaian pemeliharaan satu unit Hercules itu, Bambang mengatakan, "dari rencana enam bulan, kemungkinan mundur hingga lebih dari enam bulan karena ternyata banyak yang harus diperbaiki dan diganti.".

Perbaikan menyeluruh satu unit Hercules itu diperkirakan menelan biaya senilai 6,5 juta dolar AS.

Sumber : ANTARA

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (III)



RI Bakal Kuat Secara Militer

Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk bagi pemenuhan kebutuhan pertahanan nasional, terutama pengadaan alat utama system persenjataan (alutsista). Saat ini saja Indonesia sudah mampu membuat senapan laras panjang canggih, panser, kapal patroli dan roket. Dengan dukungan besar dari pemerintah, Indonesia akan mampu membuat pesawat tempur hebat dan kapal perang mutakhir.

Demikian rangkuman pendapat dari Direktur Pusat Penelitian Sains dan Teknologi Universitas Indonesia Iwa Garniwa, pengamat dari Universitas Gadjah Mada Ari Sujito dan ahli ekonomi Revrisond Baswir yang dihubungi secara terpisah, Rabu (22/12) dan Kamis (23/12), di Jakarta. Iwa Garniwa mengemukakan, Indonesia berpotensi untuk menghasilkan produk strategis di bidang pertahanan. Penguasaan teknologi untuk menghasilkan produk tersebut cukup baik dikuasai,
tinggal menunggu dukungan pemerintah yang belum optimal hingga kini.

Sejumlah industri yang dipandang strategis antara lain PT Pindad (Persero) dan PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya. PT Pindad adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam penyediaan produk mesin dan produk militer. Sedangkan PT PAL kegiatan utamanya adalah memproduksi kapal perang dan kapal niaga juga memberikan jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal. “Tinggal kita lihat branch market-nya kemana dulu, kalau ke Amerika, Jepang atau Cina sepertinya belum sampai ke sana. Tetapi industri strategis seperti Pindad, PT DI (Dirgantara Indonesia) dan PAL di Surabaya bisa berpotensi sebagai industri strategis dalam rangka penyediaan alutsista,” katanya.

Di samping itu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), tutur Iwa, juga mampu membuat roket. “Hanya masalahnya benchmarknya ke mana. Tinggal bagaimana kemauan Kementerian Pertahanan untuk menghasilkan pertahanan itu,” imbuhnya. LAPAN, menurut dia, terbukti mampu buat roket meski bukan jarak jauh. Kalau ditanya kepada mereka mengapa tidak mampu sebagus dan sehebat India dan Pakistan, jawabannya sederhana, Indonesia menguasai teknologinya dan bisa memproduksinya, tetapi semuanya dibutuhkan dana.

Pindad yang berpotensi untuk membangun teknologi persenjataan, justru dikembangkan ke arah kelistrikan, yakni membangun pembangkit listrik dan motor listrik. Dia menyerukan pemerintah mengorientasikan kebijakan untuk mendukung penguasaan teknologi dengan dukungan pendanaan untuk menghasilkan produk dari industri strategis itu. “Pendanaan memang menjadi masalah klasik,” tukasnya.

Kondisi serupa juga dialami Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan pengembangan dan penguasaan teknologi nuklir yang belum diikuti upaya implementasinya. “Sekarang nuklir untuk pembangkit listrik saja belum terlaksana,” imbuhnya.

Penataan Kekuatan

Sementara itu pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada Ari Sujito mengemukakan, penataan kekuatan alutsista dan profesional TNI sebagai instrumen pertahanan negara memang jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Kementerian Pertahanan sebesar Rp 45,2 triliun dalam RAPBN 2011. Prioritas anggaran sebesar itu masih pada modernisasi dan peningkatan alutsista.


Roket R-Han, hasil Litbang Kemhan dan Pindad

Namun, menurut dia, permasalahan pertahanan di Indonesia bukan hanya terletak pada kekuatan persenjataan dan personil keamanan tapi juga posisi tawar Indonesia di kawasan Asean. Satu contoh kasus yang ada di depan mata, tuturnya, konflik perbatasan negara Indonesia dengan Malaysia harus dijadikan refleksi agar membenahi secara menyeluruh soal kedaulatan. “Indonesia akan dipandang mampu di mata dunia karena hebat secara politik dan ekonomi demokratis dan berdaulat, sehingga negara kecil seperti Malaysia sesungguhnya gampang dilumpuhkan,” katanya.

Dia menilai diplomat RI di luar negeri terlalu lemah dan tidak ulung di kancah internasional. Begitu pula duta besar RI tidak berfungsi efektif. Padahal urusan diplomatic sekarang adalah kemampuan kebijakan yang kuat dalam negeri. Ini akan menjadi daya besar nasionalisme ekonomi untuk memperkokoh kedaulatan politik bangsa, sehingga Indonesia tidak diremehkan. “Perang zaman sekarang adalah perang ekonomi dan politik, yakni soal nasionalisme kita. Bukan soal keberanian angkat senjata, tetapi seberapa mampu ekonomi dan politik kita tidak didikte oleh asing, termasuk Malaysia.

Jalur diplomasi harus tetap punya target yang jelas. Presiden perlu tegas bersikap,” tegas Ari. Ahli ekonomi Revrisond Baswir mengataab, ketertinggalan di bidang alutsita tidak harus membuat Indonesia lemah dalam wawasan nasionalisme. “Persenjataan bukan harga mati untuk mempertahankan bangsa, sebab kekuatan ekonomi rakyat justru yang harusnya menjadi pilar pertahanan bangsa,” tegasnya. Dia tidak setuju jika nilai pertahanan Negara hanya dilihat dari sisi tingginya dana untuk pertahanan dan persenjataan, sementara system perekonomian rakyat diserahkan kepada kapitalis. “Bangsa yang kuat juga harus ditopang dari kekuatan ekonomi rakyatnya. Akan menjadi percuma sebab perang di abad ini bukan perang senjata, tetapi perang ideologis dan ekonomi. Sampai kapanpun bangsa ini masih dijajah, karena pemerintahnya tunduk dengan sistem kapitalis,” ucapnya.

Sedangkan Kepala Bidang Telekomunikasi Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mashury Wahab mengungkapkan, kemampuan Indonesia di dalam industri pertahanan masih sebatas perakit. Industri strategis yang ada belum sepenuhnya mempunyai kemampuan teknologi kunci. Dia memberi contoh, PT Pindad masih mendatangkan komponen suspensi untuk kendaraan militer yang diproduknya dari luar negeri. “Hal ini menuntut perhatian dari pengguna produk itu. Mereka menuntut yang terbaik dan canggih namun tidak memberikan dukungan dan ruang untuk peningkatan potensi di bidang industri pertahanan,” katanya.

Secara umum, sambungnya, teknologi di industri pertahanan yang baru dikuasai Indonesia masih minim. Radar, misalnya, tidak semua jenis dikuasai. Untuk pembuatan roket, teknologinya pun masih diimpor. Penelitian dan pengembangan Kementerian Pertahanan pun belum optimal mendapatkan dukungan dari instansinya. “Pendanaan bagi mereka tidaklah diprioritaskan, dana dialokasikan paling akhir,” tuturnya seraya menambahkan, kemampuan Indonesia menghasilkan produk militer akan meningkatkan pertahanan nasional terhadap berbagai ancaman.

Sumber : SUARA PEMBARUAN

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (I)
Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (II)

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (II)

Perlu Didukung

Menanggapi hal tersebut, pakar militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani menyatakan, pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada pengembangan industri pertahanan. Sebab, pengembangan industri pertahanan ini merupakan langkah terobosan dan strategis.

"Pengembangan industri pertahanan harus diapresiasi dan diperhatikan khusus. Ini terobosan positif dalam menjawab kebutuhan alutsista," katanya. Jaleswari menerangkan, pengembangan industri pertahanan tidak bisa diperlakukan sama dengan industri non-pertahanan. "Pasarnya sangat segmented. Karena itu harus menjadi prioritas pemerintah," katanya.

Dia melanjutkan, produksi dan keberhasilan industri pertahanan tidak bisa dalam jangka pendek. "Ini investasi jangka panjang. Karena industri ini menyedot anggaran yang sangat besar," katanya. Atas dasar itulah, Jaleswari menerangkan, Kemhan membuat RUU Revitalisasi Industri Pertahanan. "Alutsista yang bisa diproduksi di dalam negeri, dan TNI wajib menggunakan industri dalam negeri. Ini untuk menghindari kredit ekspor, suku bunga tinggi dan pengembalian cepat. Industri ini sangat tepat. Revitalisasi merupakan solusi. Selama ini kan selalu berwacana saja soal pengembangan industri pertahanan," katanya.

Dia mengemukakan, revitalisasi industri pertahanan mengalami kebuntuan sejak 1997. Saat itu, akibat tekanan IMF, industri pertahanan tidak boleh dibiayai APBN. "Itulah awal pengerdilan terhadap industri pertahanan," katanya.

Dengan adanya revitalisasi industri pertahanan dengan merealisasikan pengembangan dan pembangunan industri pertahanan, kata Jaleswari, merupakan jawaban jitu terhadap keluhan anggaran. Jaleswari menerangkan, sebenarnya industri pertahanan mulai menggeliat di era Presiden Habibie. "Habibie mencoba menumbuhkan itu, dan sempat membuat khawatir banyak negara. Setelah era itu, pemerintah selalu berwacana tentang pembangunan industri militer," katanya.

Senada dengan itu, anggota Komisi I DPR (bidang pertahanan) Sidarto Danusubroto mendukung sepenuhnya upaya pengembangan industri strategis nasional untuk memperkuat alutsista TNI. Menurutnya, kebijakan pertahanan nasional harus diubah terutama soal impor kebutuhan alutsista TNI yang memakan anggaran sangat besar. "Kredit ekspor alutsista itu harus dikurangi, terlalu mahal. Sudah waktunya sistem alutsista nasional diperkuat sehingga kebutuhan TNI dapat disuplai dari dalam negeri," tandasnya.



DPR, tegasnya, mendukung sepenuhnya konsep penguatan sistem alutsista nasional tersebut. Dari hasil evaluasi dan peninjauan langsung ke lapangan, Sidarto menyaksikan sistem pertahanan negara terutama di daerah perbatasan, sangat lemah.

Jangka Panjang

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Propatria Institute T Hari Prihatono mengutarakan, banyak yang harus dilakukan dalam rangka membangun industri pertahanan. Bukan hanya membutuhkan kemauan, tapi juga komitmen, integritas, konsistensi, serta siap dengan konsekuensi pilihan yang harus ditanggung.

"Ada banyak yang harus dilakukan. Persoalannya, apakah cetak biru kebijakan pertahanan tersebut mengarah ke sana. Tidak bisa kebijakan dalam periode satu pemerintahan saja karena butuh jangka panjang. Oleh karenanya, harus dikawal," ujarnya, Rabu (22/12).

Selain itu, sambungnya, harus ditinjau ulang keberadaan industri hulu dan hilir apakah sudah cukup untuk menopang. Apabila material pendukungnya masih diimpor maka biaya yang ditanggung akan lebih mahal.

Mengenai industri dasar pendukung, sambungnya, itu juga terkait dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Dalam hal ini, industri pertahanan yang membutuhkan bahan mentahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi.

Sumber : SUARA PEMBARUAN

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (I)

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (III)

Thursday, December 23, 2010

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (I)

Dikutip dari Harian 'Suara Pembaruan' edisi Rabu, 22 Desember 2010.

JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) mencanangkan target kebutuhan pokok pertahanan nasional dapat dipenuhi pada tahun 2024. Untuk itu, Kemhan kini mendorong pengembangan industri pertahanan dalam negeri, guna memenuhi kebutuhan alutsista. Melalui pengembangan industri pertahanan, diharapkan dapat terjadi multiplier effect dalam industri strategis nasional.

Selain itu, juga untuk mengantisipasi ancaman embargo peralatan militer dari negara produsen seperti yang kerap terjadi selama ini, yang tentunya mengancam kekuatan pertahanan. Demikian diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, saat berdialog dengan jajaran Redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Selasa (21/12).

Dia mengungkapkan, saat ini kekuatan pertahanan militer baru dapat memenuhi 50 persen dari kebutuhan pokok pertahanan. Diharapkan, pada 2024 seluruh kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi. "Saat kebutuhan pokok pertahanan kita terpenuhi, pada waktu yang bersamaan kita sudah mencapai 60% dari kebutuhan ideal pertahanan," jelasnya.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kemhan mendorong optimalisasi BUMN yang bergerak di industri strategis, seperti PT Dahana (produsen bahan peledak), PT Pindad (produsen senjata), PT Dirgantara Indonesia (produsen pesawat), PT PAL (produsen kapal), dan juga PT Krakatau Steel, produsen utama baja di dalam negeri sebagai bahan dasar alutsista.

Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah juga mendorong agar ada pihak swasta yang mengambil alih PT Texmaco Engineering dari Perusahaan Pengelola Aset, sehingga perusahaan yang kolaps akibat terlilit utang ini saat krisis pada 1998 lalu mampu berproduksi kembali sebagai mitra Kemhan.


Truck angkut personel yang pernah dibuat oleh Texmaco

Texmaco Engineering telah menguasai industri dasar, dan mampu memproduksi berbagai mesin, seperti mesin truk yang digunakan TNI (Perkasa), serta komponen panser produksi Pindad. Purnomo menjelaskan, salah satu strategi agar perusahaan-perusahaan itu bisa terus berproduksi adalah dengan tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan militer. "Sebab, pasarnya sangat kecil. Harus mengembangkan pasar non-militer," katanya.

Untuk itu dia mendorong BUMN dan swasta untuk juga memanfaatkan produksi dalam negeri. Dia mencontohkan, PT Dahana termasuk yang sukses secara ekonomi. Produksi Dahana yang digunakan untuk kebutuhan militer hanya 10%, sedangkan 90% sisanya justru dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta lainnya, misalnya untuk peledakan wilayah pertambangan. "Jadi Dahana tidak bergantung pada TNI, sehingga secara ekonomi mereka lebih untung. Bahkan Dahana kini sedang menyiapkan fasilitas produksi propelan di Subang seluas 600 hektare," jelasnya.

Ditambahkan, Pertamina juga telah diminta untuk memesan kapal tanker kebutuhannya ke PT PAL. "Industri dasar kita harus diberi kepercayaan," sambungnya.

Produksi Alutsista

Terkait pemenuhan alutsista, Purnomo mengungkapkan, saat ini tengah dilakukan riset bersama Korea Selatan untuk memproduksi pesawat tempur. Ditargetkan mulai 2020 nanti, PT Dirgantara Indonesia (DI) sudah mampu memproduksi sendiri pesawat tempur jenis F-X. Pesawat tempur ini masuk kategori kelas generasi 4,5 di atas Sukhoi dan F-16 yang menjadi andalan TNI AU.

PT DI juga tengah menggarap pesanan 24 helikopter serbu untuk TNI AD dan sejumlah pesawat patroli dan angkut sebanyak 24 pesawat untuk TNIAU. Selain itu, PT PAL segera memproduksi kapal light-fregat atau perusak kawal rudal, dengan kandungan komponen lokal diharapkan mencapai 40%. Dalam waktu dekat, PT PAL juga akan membuat dua kapal selam untuk kebutuhan TNI AL.

Dia menambahkan, pernah ada tawaran dari Rusia terkait pembuatan kapal selam. "Tetapi, secanggih apapun, kalau tidak diproduksi di Indonesia, lupakan saja," tegasnya.
Untuk kebutuhan TNI AD, Purnomo mengungkapkan, PT Pindad juga tengah menjalin produksi bersama panser Tarantula yang dilengkapi kanon. "Panser Anoa buatan Pindad kini juga dipesan Malaysia untuk mendukung pasukan perdamaian mereka," tambahnya.

Pengembangan industri pertahanan hingga 2014 membutuhkan dana Rp 150 triliun. Saat ini sudah tersedia Rp 100 triliun, dan Rp 50 triliun sisanya dibagi dalam lima tahun anggaran. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi pada 2024. "Pemenuhan kebutuhan pokok dimaksud antara lain kita memiliki 7-8 skuadron pesawat tempur," ujarnya.

Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (II)
Kemhan Dorong Industri Pertahanan Nasional (III)

Latihan Terjun Taktis Yonif Linud 305/Tengkorak

KARAWANG - Sejumlah anggota Yonif Linud 305/Tengkorak Karawang melakukan latihan terjun taktis di daerah perbukitan Desa Karanganyar, Kecamatan Klari, Karawang, Jabar, Rabu (22/12). Latihan terjun taktis untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan itu diikuti sekitar seribu peserta dari Yonif Linud 305 dan Yonif Linud 328 Cilodong, digelar selama dua hari mulai Rabu hingga Kamis (hari ini). FOTO ANTARA/M.Ali Khumaini/ed/ama/10


Korea dan Rusia Bersaing Dalam Pengadaan Kapal Selam TNI AL

JAKARTA - Wakil Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Madya TNI Marsetio, menegaskan, pihaknya akan realistis dalam pengadaan kapal selam untuk memperkuat armada tempur matra laut."Kita memang membutuhkan kapal selam, untuk memperkuat armada tempur TNI Angkatan Laut. Namun, itu akan dilakukan secara realistis," katanya, Rabu (22/12).

Marsetio mengemukakan, sesuai rencana strategis TNI Angkatan Laut hingga 2024 pihaknya telah mengajukan penambahan dua unit kapal selam. "Jadi hingga 2024, TNI Angkatan Laut memiliki empat unit kapal selam yakni dua unit yang telah ada KRI Nanggala dan KRI Cakra, plus dua unit yang masih dalam proses pengadaan di Kementerian Pertahanan," ujarnya.

Marsetio menegaskan, pengadaan dua kapal selam itu sudah disesuaikan dengan kerangka kekuatan pokok minimum (minimum essential forces). "Jadi, realistis lah sesuai ketersediaan anggaran pemerintah," katanya.

Pengadaan dua unit kapal selam itu dibiayai fasilitas Kredit Ekspor (KE) senilai 700 juta dollar Amerika Serikat, yang diperoleh dari fasilitas pinjaman luar negeri di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2004-2009.

"Kami sudah tentukan spesifikasi teknisnya, serta kemampuan dan efek penggentar yang lebih dari yang dimiliki negara tetangga," kata Wakasal.

Pada tender pertama, dari empat negara produsen kapal selam yang mengajukan tawaran, seperti Jerman, Perancis, Korea Selatan, dan Rusia, TNI Angkatan Laut telah menetapkan dua negara produsen sesuai kebutuhan yaitu Korea Selatan dan Rusia.

Rencananya, dari dua pilihan itu diuji kembali mana spesifikasi kapal selam yang sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Laut.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID