Tiga Radar di Wilayah Timur Siap Beroperasi
Pangkohanudnas Marsda TNI Dradjad Rahardjo S.IP, foto bersama Komandan Sekadron Udara 11 Letkol Pnb Tonny dan para penerbang Sukhoi seusai melaksanakan terbang. (foto: Dispenau)
BIAK - Upaya pengawasan atau monitor terhadap pertahanan udara di wilayah Indonesia timur terus ditingkatkan dengan penambahan pembangunan tiga satuan radar. Radar-radar tersebut saat ini hampir rampung tahap pembangunannya, masing-masing di Kabupaten Merauke, Timika, dan Rumatubun (Maluku Selatan).
Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkosek Hanudnas) IV Biak, Marsekal Pertama Ida Bagus Putu Dunia mengatakan pembangunan tiga satuan radar tersebut sesuai rencana jika sarana dan prasarana selesai selanjutnya radar akan siap beroperasi pada 2011. Ketiga satuan radar itu akan membantu dua satuan radar yang telah beroperasi saat ini, yaitu di Biak (Papua) dan Kupang (NTT).
Sedangkan rencana kedepan akan ditambah satuan radar lagi yang letaknya di Jayapura. Namun kata Ida Bagus, untuk di Jayapura masih direncanakan survei. Sementara telah dibangun Militery Cipil Cordination (MCC) untuk melaksanakan pengawasan menggunakan radar sipil yang dimasukan kedalam pusat operasi sektor hanudnas IV untuk dimonitor adanya pergerakan pesawat di udara.
"Sesuai perencanaan pembangunannya 2011 ketiga radar itu sudah selesai dan siap dioperasikan, sedangkan di Jayapura baru tahap perencanaan survei," kata Pangkosek Hanudnas IV kepada Jurnal Nasional, di Biak, Rabu (7/6).
Menurut Ida Bagus Putu Dunia, segala pergerakan pesawat di udara yang masuk kategori sasaran X yaitu yang tidak dapat terindentifikasi di wilayah udara bagian timur Indonesia selama ini belum ditemukan. Sehingga dengan beroperasinya tiga satuan radar, diharapkan akan memperkuat dan meningkatkan pertahanan udara di wilayah ini, "kita tidak ingin peristiwa seperti di Bawean kembali terjadi" ungkapnya.
Jarak jangkau ketiga satuan radar yang sedang dibangun itu masih sama dengan dua satuan radar yang saat ini sedang beroperasi. Masing-masing radar memiliki jarak jangkau maksimum hingga 240 notikal mile, dan bisa bertindak sebagai radar peringatan dini serta memiliki kemampuan untuk menuntun pesawat tempur TNI AU untuk mendekat ke sasaran melakukan identifikasi dan sebaliknya dapat menuntut kembali ke pangkalan.
Kilas Peristiwa Bawean
Pada tanggal 2 Juli 2003 sekitar 11:38 Military Coordination Civil di Bandar Udara (Bandara) Ngurah Rai, Bali, menangkap pergerakan manuver beberapa pesawat asing di wilayah sebelah barat laut Pulau Bawean. Dalam pemantauan melalui radar, penerbangan gelap itu jumlahnya berubah-ubah antara empat pesawat terkadang hingga sembilan pesawat yang melakukan manuver di atas Pulau Bawean tanpa memiliki izin perlintasan di lintasan udara (air way) Indonesia yang ada. (Indonesia memiliki lebih dari 1.000 perlintasan domestik dan 42 perlintasan internasional).
Penerbangan gelap itu pun kadang berada di ketinggian 15.000 kaki, tetapi kadang naik sampai 30.500 kaki dengan kecepatan sampai 450 knot. Kemudian menghilang beberapa waktu dan setelah beberapa saat kemudian muncul kembali di daerah tersebut. Akibat manuver penerbangan gelap tersebut, sejumlah penerbangan sipil Indonesia yang melintas di wilayah tersebut mendapat gangguan, antara lain seperti penerbangan pesawat Bouraq dari Banjarmasin menuju Surabaya. Pilot pesawat Bouraq mengira itu pesawat tempur TNI AU sehingga hal tersebut dilaporkan ke Air Traffic Controller (ATC) di Bandara Juanda, Surabaya.
Selain tidak memiliki izin, penerbangan gelap tersebut juga mencurigakan karena tidak mengadakan kontak radio sama sekali ke ATC yang berada di Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang), Bandara Juanda (Surabaya), atau dengan ATC Bandara Ngurah Rai (Denpasar). Untuk itulah, setelah melalui perkembangan yang terekam, Panglima Kosek Hanudnas II Makassar saat itu Marsekal Pertama Pandji Utama memerintahkan satu penerbangan yang terdiri dari dua pesawat F-16 Fighting Falcon I dari Skuadron Udara 3 Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Iswahjudi, Madiun, untuk melaksanakan identifikasi visual.
Sekitar pukul 18.15, kedua pesawat F-16 TNI AU mendarat kembali di Lanud Iswahjudi setelah menyergap dan memperingati kelima pesawat F-18 Hornet, yang mengaku dari US Navy yang tengah mengawal armada Navy yang mengarah ke timur melalui perairan internasional. Setelah penyergapan tersebut, kelima pesawat F-18 Hornet tersebut langsung pergi menjauh.
Sumber : JURNAS
No comments:
Post a Comment