Friday, December 05, 2008

Menjadi Cerdas di Tengah Keserbaterbatasan

TNI AL Dianggarkan Membeli 2 Unit Kapal Selam

Isu pertahanan di Indonesia masih akan terus terbelit berbagai persoalan klasik, terutama keterbatasan alokasi anggaran pemerintah untuk membangun kekuatan alat pertahanan utamanya, Tentara Nasional Indonesia.

Dalam kondisi begitu, banyak hal harus dilakukan, seperti penerapan prinsip kehati-hatian dan prioritas dalam penggunaan anggaran; perencanaan yang tepat; dan upaya konkret membangun kemandirian industri pertahanan.

Namun, tetap semua upaya akibat keterbatasan itu tidak lantas membuat kita tidak awas terhadap berbagai persoalan pertahanan yang semakin kompleks di luar sana, macam masalah kedaulatan wilayah.

Berikut petikan wawancara Kompas dengan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno, Minggu (30/11), menjelang peringatan hari ulang tahun ke-63 TNI AL, 5 Desember 2008.

TNI AL bervisi membangun kekuatan yang besar, kuat, dan profesional. Tidakkah itu perlu biaya besar?

Indonesia itu negara kepulauan dengan 17.000-an pulau besar dan kecil ditambah luas wilayah laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi. Dengan kondisi geografis itu kekuatan armada laut yang besar dan kuat menjadi kebutuhan.

Dari sana kami buat cetak biru pembangunan kekuatan TNI AL untuk 20 tahun mendatang (2004-2024). Namun, kita juga harus realistis apalagi mengingat kondisi perekonomian negara dan dunia tengah dilanda krisis.

Sejak awal pemerintah sudah merancang kebijakan pembangunan kekuatan esensial minimal berbasis ketersediaan anggaran dengan dilandasi keterpaduan tiga matra angkatan (Trimatra Terpadu).


Bagaimana menyiasati anggaran terbatas?

Kita harus tentukan prioritas. Kalau, misalnya, membangun gedung belum mendesak, sebaiknya dahulukan kesejahteraan prajurit. Sedangkan untuk pengadaan senjata, sebaiknya diadakan dari dalam negeri jika memang sudah bisa.

Kalau terpaksa membeli dari luar, proses pengadaannya harus disesuaikan. Jika bisa dicicil, ya dicicil. Untuk biaya operasional dan anggaran perawatan, mau tidak mau tetap harus ada.

Soal alutsista tua, yang masih bisa dipakai akan dipertahankan. Diupayakan mesinnya diganti atau diperbaiki agar memenuhi syarat. Kalau tidak bisa, ya jangan dipakai lagi karena membahayakan.


Dengan segala keterbatasan, bagaimana menjaga perbatasan dan pulau-pulau terluar?

Tentu perlu alutsista yang mendukung. Kalau anggaran terbatas, jangan salah beli (alutsista). Pertimbangkan kekuatan negara tetangga. Walaupun bagaimana musuh enggak akan datang dari jauh seperti Kanada atau Brasil, misalnya.

Soal pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terluar, ibaratnya kita ini punya kebun dengan banyak pohon berbuah lebat. Tiba-tiba tetangga datang bawa anjing herder dan mengambil buah-buahan kita tanpa izin.

Kalau mau ngelawan, ya jangan bawa anjing kampung. Percuma. Paling tidak, kita juga bawa anjing jenis pitbull, bulldog, atau rottweiler. Kalau anjing kampung pasti takut, jadi rugi kita cuma kasih makan enggak ada gunanya.

Begitu juga beli senjata, jangan beli yang efek tangkalnya kecil. Sekarang ini misalnya, kita harus punya kapal selam yang daya tangkalnya besar, ditakuti, dan memiliki daya hancur tinggi.


Kita beli kapal selam?

Rencananya beli dua unit. Sudah dianggarkan tahun anggaran 2004-2009 sebesar 750 juta dollar AS. Mungkin anggarannya akan dilanjutkan ke tahun anggaran 2009-2014.

Selain membeli, diupayakan juga ada transfer teknologi agar pada masa depan industri strategis kita mampu membuat kapal selam. Memang tidak mudah karena butuh waktu panjang dan tenaga ahli banyak.

Saya pernah tanya ke produsen kapal selam Jerman dan Rusia. Kalau Indonesia beli dua unit, apa bisa salah satu dibuat di Indonesia. Mereka malah ketawa. Kata mereka, tidak gampang dan butuh 20 tahun sampai mereka bisa seperti sekarang. Tenaga ahlinya pun sampai 200 orang.

Untuk bisa sampai ke sana perlu kebijakan berlanjut. Jangan beda pemimpin beda kebijakan. Boleh jadi rencananya dibuat sekarang, prosesnya dilakukan setelah beberapa KSAL.
(Wisnu Dewabrata)

Sumber : KOMPAS

1 comment:

Achmad said...

ya walaupun 20 tahun kita harus belajar buat kapal selam, oleh karena itu secepatnya kita mulailah mulai belajar membuatnya. walhasil 20 th ke depan setidaknya kita sudah bisa memulai produksi kapal selam sendiri.