Wednesday, December 03, 2008

Indonesia Bisa Batalkan Pembayaran Hutang Kapal eks Jerman


KRI Sutedi Senoputra/378 eks GDR Parchim.

Jakarta - International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menyatakan Indonesia berpeluang membatalkan atau menarik pembayaran utang senilai 560 juta dolar AS (sekitar Rp.7 triliun) kepada Jerman sehubungan pembelian 39 kapal perang bekas tahun 1992-1994.

Demikian pernyataan Direktur Eksekutif INFID Donatus K Marut di Jakarta, Rabu (3/12), terkait langkah DPR menggalang dukungan internal untuk merumuskan rekomendasi agar Pemerintah RI menarik kembali pembayaran utangnya kepada Pemerintah Jerman.

INFID menilai langkah DPR tepat dan perlu didukung karena memiliki dasar cukup kuat, yaitu jual-beli peralatan perang bekas itu tidak terlebih dahulu melalui proses persetujuan oleh parlemen kedua negara.

Karena itu, INFID mendesak pemerintah segera mengambil langkah sistematis untuk membatalkan pembayaran utang atas 39 kapal tersebut. Pemerintah diminta segera mengambil langkah tepat untuk meminta Pemerintah Jerman mengembalikan dana yang telah dibayarkan Pemerintah Indonesia.

Tahun 1992, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman mengadakan kontrak jual-beli 39 kapal perang bekas yang berasal dari Angkatan Laut eks Jerman Timur.

Ke-39 kapal perang itu terdiri atas, 16 jenis Parchim Corvettes, 14 jenis Frosch Troop Landing Ship Tanks (LSTs) dan 9 jenis Condor Penyapu Ranjau.

Untuk membeli 39 kapal perang bekas, Pemerintah harus membayar 442 juta dolar AS dan nilai pembekuan senilai 466 juta dolar AS.

Kapal-kapal itu tidak secara otomatis bisa langsung digunakan TNI AL, selain karena sudah berumur tua, juga karena konstruksinya dirancang untuk perairan dingin dan jarak tempuh pendek. Menurut INFID, kapal itu pun tidak sesuai dengan laut tropis dan kepulauan yang luas di Indoensia.

Karena itu, harus dilakukan perombakan signifikan yang memerlukan biaya besar. Pemerintah Indoensia pada tahun 2001-2003 menerima pinjaman baru dari Pemerintah Jerman senilai 65.641.808 Euro. Dengan demikian, total yang harus dibayar Indonesia mencapai 560 juta dolar AS.

Menurut Donatus, proses awal kontrak jual-beli, penggunaan kapal hingga pinjaman untuk perawatan telah menimbulkan masalah. Majalah Tempo dan Editor serta Tabloid Detik pernah menjadi korban pembredelan karena mengungkap kasus di balik transaksi pembelian kapal ini.

Berdasarkan studi INFID bersama AFRORAD (2007) DAN EURODAD (2007), utang tersebut termasuk "illegitimate". Karena itu, pembayarannya harus dibatalkan. jika sudah dibayarkan, maka Pemerintah Jerman wajib mengembalikan kepada Indonesia.

Kajian ahli hukum Universitas Vienna (Austria) Prof August Reinrich menyebutkan, Pemerintah Jerman tidak berhak menerima pembayaran dari hasil penjualan kapal tersebut.
(*)

Sumber : ANTARA

No comments: