Wednesday, April 09, 2008

TNI AU Harus Lakukan Banyak Pembenahan

JAKARTA, SELASA - Sejumlah pihak menantang institusi TNI Angkatan Udara untuk lebih mengefisienkan, mengefektifkan, serta memodernisasi struktur serta manajemen organisasinya demi meningkatkan kinerja dan kemampuan dalam menjalankan mandatnya mengamankan wilayah udara Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan sejumlah pihak, Selasa (8/4), menanggapi peringatan hari jadi TNI Angkatan Udara ke-62 yang diperingati Rabu (9/4) besok. Selama ini persoalan efisiensi dan efektivitas kinerja serta manajemen organisasi yang ada tadi dinilai masih belum maksimal.

Peneliti senior CSIS, Edy Prasetyono menyatakan sudah seharusnya kekuatan TNI AU menjadi salah satu kekuatan yang efisien dan efektif dalam mempertahankan wilayah RI. Hal itu lantaran pengawasan melalui udara menjadi sesuatu yang sangat krusial untuk kepentingan mempertahankan kedaulatan wilayah yang teramat luas ini.

”Tambah lagi keberadaan Indonesia secara geografis terdiri dari pulau-pulau yang letaknya sangat tersebar. Kekuatan udara menjadi penting sebagai kekuatan untuk melakukan pengawasan sekaligus untuk menimbulkan efek deterent (penggentar),” ujar Edy.

Sementara itu terkait keterbatasan alokasi anggaran pertahanan, yang sampai saat ini masih menjadi kendala utama pembiayaan pos belanja pertahanan negara, Edy berpendapat akan jauh lebih baik jika di masa mendatang TNI AU lebih mengutamakan pengembangan kemampuan selain kekuatan pemukul (strike force).

Hal itu berarti mengembangkan kemampuan deteksi dini, pemantauan (surveilance), kontrol wilayah, dan juga penginderaan jarak jauh (radar). Dengan begitu paling tidak, kalau pun tidak mampu mengusir kekuatan angkatan bersenjata asing yang memasuki wilayah teritorial Indonesia, TNI AU dapat membuktikan adanya pelanggaran itu.



”Membangun kekuatan pemukul kan pasti sangat mahal. Namun dengan mampu mendeteksi dini dan mengawasi wilayah, kita bisa membuktikan secara kuat terjadinya pelanggaran. Nanti tinggal diserahkan saja bukti-bukti yang kita punya itu ke saluran diplomatik, yang sering jauh lebih kuat daripada tindakan keras (militer),” ujar Edy.

Ubah cara pikir

Lebih lanjut saat dihubungi di tempat terpisah mantan Panglima Kohanudnas Marsda (Purn) F Djoko Poerwoko mengingatkan, institusi TNI AU harus segera memperbaiki dan memodernisasi kinerja serta struktur pengorganisasiannya.

Djoko mencontohkan, perbaikan kebijakan terkait efisiensi dan efektifitas kinerja itu terutama, misalnya, terkait proses pemeliharaan dan pengadaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) seperti pesawat milik TNI AU. Dalam beberapa kasus, kebijakan lama menurutnya sudah tidak tepat lagi untuk dipertahankan.

Menurut Djoko, dalam beberapa kasus pihak TNI AU terbilang masih melakukan kesalahan terkait menangani organisasi. Contohnya, kebijakan ”mengandangkan” (grounded) pesawat selama ini tidak dilakukan berdasarkan program melainkan lebih karena kasus-kasus tertentu.

”Kemarin pesawat tempur jenis OV-10 Bronco dan helikopter jenis twinpack harus di-grounded karena beberapa kali terjadi kecelakaan. Sementara sekitar dua-tiga tahun lalu kita ini sudah telanjur membeli suku cadang keduanya dan sekarang barang-barangnya mulai berdatangan. Bagaimana ini?” ujar Djoko.

Kejadian seperti itu menurut dia tidak perlu sampai terjadi jika kebijakan grounded pesawat memang telah terprogram dan dilaksanakan secara ketat. Selain kebijakan tadi, Djoko juga menilai TNI AU harus mulai memikirkan untuk menyerahkan proses pemeliharaan pesawat-pesawat TNI AU ke pihak luar, yang menurutnya jauh lebih bisa menghemat alokasi anggaran pemeliharaan daripada melakukan semua proses itu sendiri.

Hal serupa sudah sejak lama dilakukan negara-negara maju, termasuk Singapura dan Australia. Menurut Djoko, pemerintah tinggal membayar biaya perawatan, yang diyakininya dapat lebih hemat sekitar 60 persen dari biaya yang harus dikeluarkan selama ini untuk keperluan serupa.

”Jadi enggak perlu mikir bagaimana mesti beli oli, beli ban, beli suku cadang yang kecil-kecil. Kalau seperti itu kan masing-masing rawan kebocoran yang akhirnya membuat pembiayaan membengkak. Jadi ibaratnya, jangan sampai terjadi barang yang kita sudah pesan tidak kunjung datang sementara barang yang tidak kita pesan malah datang,” ujar Djoko.

Sumber : KOMPAS.COM

No comments: