Tuesday, April 08, 2008

Dephan Dirikan Universitas Pertahanan Nasional



Jakarta, Kompas - Departemen Pertahanan atau Dephan optimistis dapat meresmikan Universitas Pertahanan Nasional (National Defense University) bersamaan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Ke-63 Republik Indonesia tahun ini. Rencana pendirian tersebut sudah didukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Syarifuddin Tippe, Senin (7/4).

Menurut dia, institusi pengajaran dan riset tingkat lanjut untuk isu-isu pertahanan tersebut bertujuan mengatasi kekurangan dan kelemahan pemenuhan kebutuhan para pemikir di bidang pertahanan.

”Padahal, Indonesia ini diketahui sebagai sebuah negara besar dengan jumlah tentara yang juga besar pula. Akan tetapi, kita masih belum punya strategi pemukul dan diplomasi pertahanan yang baik karena yang ada sekarang masih melempem,” ujar Syarifuddin.

Menurut dia, saat ini sudah terdapat 47 negara yang telah memiliki universitas yang khusus mempelajari studi-studi pertahanan. Untuk tingkat ASEAN, Singapura telah mendirikan institusi serupa sejak tahun 2005, sementara Malaysia sejak tahun 2007.

Bahkan Amerika Serikat, lanjut Syarifuddin, telah mengembangkan lima program studi khusus di National Defense University of United States of America. Dia menambahkan, pada awalnya ide pendirian universitas itu dicetuskan Jenderal Djoko Santoso saat masih menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

”Presiden Yudhoyono memberikan dukungan dan sinyal positif,” kata Syarifuddin.

Saat ini, selain Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI dan Kursus Strategi Perang Semesta Sesko TNI Angkatan Darat, setidaknya tiga perguruan tinggi negeri, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung, sama-sama telah mendirikan studi pertahanan untuk tingkat strata dua (S-2).

Menanggapi rencana Dephan itu, peneliti senior LIPI Ikrar Nusa Bhakti berpendapat, walau keberadaan universitas yang khusus mendalami isu pertahanan itu sudah sangat diperlukan, pemerintah tetap harus memastikan langkah kebijakan itu tidak dilakukan terburu-buru.

”Kurikulumnya harus jelas dan baku. Jangan sampai kurikulumnya terkesan tambal sulam dan sekadar mengambil dari sekolah- sekolah staf dan komando yang ada,” ujar Ikrar. (DWA)

Sumber : KOMPAS

No comments: