Wednesday, April 09, 2008

Di Luar Persoalan Alutsista, Masih Ada Harapan



Selama beberapa tahun terakhir wacana tentang TNI pada umumnya dan TNI AU pada khususnya sulit dilepaskan dari masalah pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Tetapi, persisnya, di sinilah wacana sering kali tiba pada kemacetan karena TNI AU dihadapkan pada realitas bahwa anggaran masih terbatas sehingga pengadaan alutsista baru juga ikut terkendala. Boro-boro alutsista baru—dengan jumlah yang memadai kebutuhan—bahkan untuk menyiapkan alutsista agar mencapai tingkat kesiapan operasional ideal saja masih merupakan satu perjuangan berat.

Tentang alutsista canggih yang akhir- akhir ini banyak diakuisisi oleh negara-negara tetangga, TNI AU boleh jadi hanya bisa ”mengintip”-nya dengan selera dipendam. Rencana pembelian jet Sukhoi untuk menambah empat pesawat yang sudah dibeli tahun 2003 beberapa bulan lalu tampak begitu dekat dengan realisasi, khususnya setelah ditandatangani kesepakatan kredit negara sebesar 1 miliar dollar AS oleh Presiden RI dan Presiden Rusia. Namun, dalam perkembangan berikutnya, rencana itu redup gaungnya.

Menarik juga untuk mempertanyakan dari mana Nikolai Novichov, koresponden Aviation International News, bisa menulis bahwa RI telah memperpanjang daftar belanja senjata Rusia saat berlangsung pameran kedirgantaraan Singapore Airshow 19-24 Februari silam? Sekadar catatan, dalam edisi 19 Februari 2008 jurnal itu disebutkan, termasuk dalam daftar belanja RI adalah 20 jet Su-30MK2, sejumlah pesawat latih Yak-130, 10 helikopter angkut militer Mi-17, dan 5 helikopter serang Mi-35M.

Terakhir diberitakan, pembelian alutsista Rusia bermasalah dan Menhan Juwono Sudarsono mengatakan rencana pembelian alutsista Rusia belum akan direalisasikan dalam waktu dekat.

Kalau membeli alutsista baru di luar jangkauan, jelas bahwa meningkatkan tingkat operasi alutsista lama menjadi prioritas meski terus mengoperasikan alutsista lama juga punya konsekuensi. Pertama, alutsista lama ketinggalan teknologi dan hanya akan jadi ”sitting duck” dalam pertempuran. Kedua, alutsista lama perlu ongkos lebih banyak untuk mengoperasikan selain punya risiko celaka lebih besar seiring dengan tuanya alat.

Tetapi, itulah wacana yang terus hidup. Sejauh ini, dengan alutsista yang ada, yang dapat diupayakan adalah menjaga keterampilan SDM TNI AU.

Selengkapnya>>

Catatan Moderator :

Ada indikasi rencana menggenapkan armada Sukhoi menjadi satu skadron bakal tertunda atau bahkan diundur jadwal pengadaannya. Berikut kutipan wawancara terbaru Menhan dengan Van Zorge Report yang terbit awal April 2008 lalu.

"In the meantime, we do not aim for a high degree of strike-force capability but we do aim to provide a minimum deterrent capability at the level of what we call ‘technological parity’ with our neighbours. So for this reason, we are seeking to purchase
Sukhois [Russian jet fighters]— because we know that our neighbours have F-16s, F-18s and Sukhois also."

"We want to maintain this strategic parity but with the minimum number—four to six [fighters] during the next five years and no more than 10 fighters in the next decade."

No comments: