Monday, April 21, 2008

Fokus pada Retrofit Alutsista Uzur



Sista Hanud S-60 yang telah diretrofit (bawah), menggunakan radar 3 dimensi untuk menjejak target sasaran.

Dephan Memprioritaskan Pemeliharaan Alutsista

Jakarta, Departemen Pertahanan (Dephan) memprioritaskan pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, setelah pemerintah menetapkan pemotongan anggaran pertahanan sebesar 15 persen.

"Kami prioritas untuk pemeliharaan dan perawatan dulu, meski untuk itu kami masih akan melakukan kajian lebih dalam lagi," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono dalam diskusi dengan jajaran redaksi Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan, kajian bersama dengan Mabes TNI dan masing-masing angkatan difokuskan pada kemungkinan untuk tetap menggunakan alutsista uzur yang telah diremajakan kembali (retrovit) atau membeli alutsista baru.

Dengan retrovit, tambah Juwono, sebuah alutsista dapat kembali digunakan hingga 15 tahun ke depan.

Selain itu, penggunaan alutsista uzur harus disertai beberapa syarat yakni masih digunakan negara pembuat dan negara pengguna lainnya, standar keamanan personel masih terjamin, teknologi yang digunakan masih dapat dikembangkan, dan jumlahnya masih cukup banyak.

Jika biaya pemeliharaan dan perawatan ternyata lebih mahal dibandingkan jika membeli baru, maka akan dipertimbangkan untuk membeli baru meski tidak dalam jumlah besar, tambah Menhan.

"Kita sudah tetapkan prioritas, sambil terus melakukan kajian sehingga TNI memiliki sistem persenjataan yang memadai," ujarnya.

Selama ini, biaya pemeliharaan dan perawatan alutsista hanya mencapai delapan persen dari total anggaran pertahanan yang dialokasikan.

Dalam sepuluh tahun ke depan, prediksi kebutuhan dana pemeliharaan untuk masing-masing angkatan adalah TNI Angkatan Darat Rp17,97 triliun, TNI Angkatan Laut Rp34 triliun, dan TNI Angkatan Udara Rp41,9 triliun.

Sebelumnya, Sekjen Dephan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan pemotongan anggaran senilai Rp5,4 triliun atau sekitar 15 persen, sangat berpengaruh terhadap kegiatan operasi dan gelar kekuatan termasuk di daerah-daerah rawan konflik.

"Untuk itu, selain memfokuskan pada pemeliharaan juga akan dilakukan mekanisme pengadaan anggaran khusus bagi operasi-operasi yang bersifat darurat seperti pengamanan di daerah rawan konflik, serta keadaan darurat bencana alam," kata Sjafrie.

Anggaran Dephan dan TNI pada 2008 tercatat sebesar Rp36,39 triliun. Besaran anggaran tersebut diperkirakan hanya dapat mendukung sekitar 36 persen kebutuhan minimal, karena kebutuhan minimal Departemen Pertahanan dan TNI sekitar Rp100,53 triliun.

Dalam daftar Pagu DIPA TA 2008, TNI Angkatan Darat secara nominal memang mendapat porsi anggaran terbesar sekitar Rp16,1 triliun. Akan tetapi dana itu dialokasikan untuk 129 satuan kerja (satker).

TNI Angkatan Laut dialokasikan sebesar Rp5,5 triliun yang akan didistribusikan ke 47 satker dan untuk TNI Angkatan Udara menerima alokasi anggaran sebesar Rp3,98 triliun, yang didistribusikan ke 58 satker.

Dephan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp6,3 triliun yang akan didistribusikan hanya ke dua satker yang ada. Sementara untuk Mabes TNI, dari total alokasi anggaran yang diterima sebesar Rp4,5 triliun, besaran dana itu didistribusikan untuk 11 satker.

Sumber : ANTARA

No comments: