Tuesday, November 13, 2007

Proyek Kapal Selam Dipangkas



SURABAYA - Hari pertama menjabat KSAL, Laksamana Madya TNI Sumardjono langsung mengeluarkan kebijakan yang berbeda dengan pendahulunya. Sumardjono memangkas program pembelian kapal selam yang digagas oleh Laksamana Slamet Soebijanto, pejabat sebelumnya.

Sumardjono mengungkapkan hal itu kepada wartawan setelah sertijab (serah terima jabatan) di Markas Komando Armatim di Surabaya kemarin. "Kita ingin punya alutsista (alat utama sistem persenjataan) banyak. Tapi disesuaikan dengan kemampuan pemerintah," kata lulusan AAL 1974 itu.

Secara terang-terangan, dia menjelaskan salah satu proyek yang dikepras adalah program pembelian kapal selam kelas Kilo dari Rusia. Pembatalan rencana yang dirancang oleh Slamet Soebijanto itu, katanya, dilakukan semata-mata karena terbatasnya anggaran negara.

"Sekarang kita punya dua. Untuk anggaran 2008, kita hanya bisa menambah satu. Membeli alutsista itu bukan seperti membeli pisang goreng," ujar Sumardjono, mantan Irjen Departemen Pertahanan.

Saat ini, TNI memang mempunyai dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala. Keduanya buatan Jerman Timur tahun 1970-an. Kabarnya, kondisi Nenggala perlu diperbaiki.

Slamet yang diwawancarai di tempat yang sama mengungkapkan, semasa kepemimpinannya telah ada program mendatangkan enam kapal selam. Program itu sudah diajukan ke Dephan. Menurut dia, TNI-AL mutlak membutuhkan enam kapal selam. "Kita itu sudah banyak disepelekan dengan minimnya alutsista. Apakah kita akan terus seperti ini?" tegas pria kelahiran 4 Juni 1951 itu.

Slamet membantah anggapan bahwa negara mempunyai keterbatasan anggaran untuk merealisasikan rencana tersebut. Negara, lanjutnya, mempunyai kemampuan untuk merealisasikan program tersebut. "Anggarannya ada. Saya tahu itu," ujar bapak lima anak tersebut.

Mantan Wagub Lemhanas itu menjelaskan, kapal selam merupakan alat penangkal yang paling kuat pada setiap negara. "Kalau punya, kita akan ditakuti karena kapal selam itu sulit dideteksi kekuatan lawan," kata pemilik tanda jasa Kartika Eka Paksi tersebut.

Sebagai bandingannya, Malaysia pada 24 Oktober 2007 mendatangkan sebuah kapal selam baru jenis Scorpion dari Prancis. Malaysia juga sudah memesan satu lagi yang akan mereka terima pada 2009. Singapura sudah memiliki empat kapal selam buatan Swedia.

Tak hanya soal kapal selam, rencana Slamet yang akan memperluas pangkalan di pulau terluar juga dievaluasi oleh KSAL baru. Menurut Sumardjono, rencana itu akan dikaji ulang dan akan disesuaikan dengan anggaran negara. "Kami akan lanjutkan. Tapi, kami akan menyesuaikan dengan tahap renstra pemerintah lima tahunan yang sudah ada," ujarnya.

Tapi, menurut Slamet yang kini masuk "kotak" menjadi pati Mabes TNI-AL itu, pembangunan pangkalan sangat dibutuhkan. Fungsinya menangkal bahaya musuh yang biasa seliweran di perairan Indonesia. "Jadi, lebih baik dicegat di perbatasan. Jangan menunggu masuk ke ke dalam perairan," ujarnya.

Pentingnya penambahan alat-alat persenjataan juga disinggung Slamet. TNI-AL, lanjutnya, masih membutuhkan banyak peralatan mutakhir. "Kita masih butuh sensor, radar, dalam jumlah yang cukup banyak," ujarnya. "Terpenting juga masalah kesejahteraan anggota," tambahnya.



Apa kegiatan Slamet setelah lengser? "Saya ingin di rumah saja," katanya. Kalaupun ada kegiatan yang hendak dilakukan, Slamet ingin menulis buku tentang maritim. "Saya ingin menggugah pikiran masyarakat Indonesia. Kita ini masyarakat maritim, tapi orientasinya justru pada kontinental," ungkap suami Sonya Henny Soejud itu

Apakah program pergantian dirinya sebagai KSAL karena program kapal selam ditolak Dephan dan Mabes TNI? Slamet menepis hal tersebut.

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto juga membantah pergantian itu dilatari persoalan beda pendapat dengan Slamet Soebijanto. "Pergantian KSAL kali ini hanyalah penyegaran organisasi," kata Djoko yang menjadi inspektur upacara kemarin.

Pergantian Slamet sangat mendadak. Mabes TNI mengumumkan sehari sebelum pelantikan pada 7 November 2007. Sumardjono sebagai KSAL baru diberi tahu Panglima Djoko Suyanto pada 6 November 2007, malam hari. Malamnya diberi tahu, paginya dilantik SBY.

Sejumlah sumber Jawa Pos di Mabes TNI saat itu mengungkapkan pergantian itu DILAKUKAN karena sejumlah program Slamet tidak cocok dengan Mabes TNI dan Dephan. Yakni persoalan pembelian alutsista dan rencana reorganisasi TNI-AL yang akan dibagi tiga armada dan pendirian pangkalan di pulau terluar.

Sumber : Jawa Pos

2 comments:

Unknown said...

wah KSAL yang baru, Laksamana Madya TNI Sumardjono ternyata tergolong orang yang nggak mau TNI AL maju.........

Markum said...

sebaiknya, jika pengadaan kapal selam hanya satu buah, kenapa tidak menambah kelas kapal selam sejenis yang sudah ada, karena tidak akan ada biaya tambahan untuk infrastruktur pendukung. Sedangkan untuk kapal selam kilo kelas akan memerlukan biaya tambahan yang sangat besar untuk infra struktur, jalesveva jayamahe..........