Fokuskan Kekuatan Alutsista
Wawancara KSAU Marsekal TNI Herman Prayitno
Tugas dan tantangan TNI-AU dalam mengamankan wilayah Indonesia cukup berat. Di samping memiliki wilayah luas, teknologi TNI-AU masih jauh di bawah standar. Apa strategi yang diterapkan?
KONSEP strategi TNI AU ke depan bagaimana, mengingat luasnya wilayah Indonesia?
Sebenarnya kita ingin memiliki armada yang cukup untuk menjaga kedaulatan yang begitu luas ini. Pesawat yang banyak juga liputan radar yang lengkap dan ketersediaan peluru kendali yang modern.
Di samping itu, pangkalan-pangkalan udara kita harus dilengkapi infrastruktur yang lengkap sehingga selalu siap melaksanakan operasi khusus di luar pulau Jawa.
Namun, kita juga memahami jika belum saatnya hal itu terpenuhi saat ini. Sebab, semua itu harus didukung
ketersediaan dana yang memadai pula.
Sekarang, dengan dana yang terbatas itu, kita harus menerapkan skala prioritas.
Lalu, apa yang menjadi prioritas sekarang ini?
Yang kita kerjakan pertama adalah peningkatan kesiapan alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya ketersediaan pesawat terbang. Menurut perhitungan saya, kesiapan pesawat terbang TNI AU baru sekitar 45-50%, diharapkan bisa meningkathingga 70%.
Ada rencana pembelian pesawat baru?
Kita upayakan tidak berusaha menambah kekuatan dengan membeli pesawat baru, mengingat kondisi anggaran yang terbatas.
Kita lebih mengupayakan penggantian pesawat-pesawat yang dianggap sudah tidak maksimal lagi. Contohnya, pesawat OV-10 yang sudah 30 tahun dipakai, kemungkinan akan kita ganti dengan yang baru.
Kemudian, pesawat tempur F-5 akan kita ganti dengan F-16. Dengan pesawat baruitu, diharapkan akan memudahkan dalam pemeliharaan.
Memang, ke depan ada rencana untuk membeli dan menambah pesawat baru jenis Sukhoi. Diperkirakan sampai 2009 nanti, kita akan menambah enam unit Sukhoi.
Mengenai teknologi yang digunakan, TNI-AU berkiblat ke mana?
Dari dulu kita tidak punya patokan harus menggunakan teknologi negara tertentu. Kita menggunakan sesuai yang kita inginkan, baik itu dari Amerika Serikat, Inggris, ataupun Rusia. Jadi, tidak ada masalah dengan teknologi, meski ada perbedaan.
Tentunya, kita memilih memakai semua teknologi itu agar TNI dapat mengenal kekuatan dan kelemahan masing-masing produk. Hal ini juga untuk menghindari embargo yang dijatuhkan salah satu negara pemasok.
Ada kemungkinan untuk mengimpor produk dari Asia, seperti China dan India?
Kita sudah membeli beberapa produk dari China. Semua pengadaan alutsista TNI ada di tangani tim penilai. Nantinya, tim ini yang akan menentukan apakah kita akan menjajaki kembali membeli dari China, India, Cheko, atau negara lainnya.
Yang pasti, alutsista yang digunakan adalah yang paling cocok dengan kita, iklim kita, dan sesuai alokasi anggaran.
Teknologi ideal apa yang wajib dimiliki TNI-AU?
Idealnya radar, kita sekarang baru memiliki 17 unit. Idealnya harus tersedia sekitar 28 unit, mengingat luas wilayah Indonesia yang begitu besar.
Selain itu,kita wajib memiliki skuadron pesawat tempur, idealnya harus tersedia 10 skuadron. Kita perkirakan, sampai dengan 2024, baru dapat terpenuhi 10 skuadron itu dan saat itu baru bisa dikatakan TNI-AU kuat.
Jika dilihat selama ini, TNI AU lebih menonjolkan alutsista ketimbang SDM prajurit, tanggapan Anda?
Memang, TNI-AU itu berbeda dengan prajurit lain. Pertempuran TNI-AU itu lebih mengandalkan teknologi dan kesiapan alutsista, bukannya personel saja.
Misalnya, kalau kita diserang negara lain, dapat dipastikan bahwa mereka melakukan penyerangan dengan pesawat-pesawat berteknologi canggih.
Tentunya, semua itu baru bisa dihadapi dengan pesawat, peluru kendali, dan alat tangkis serangan udara yang juga memadai. Kalau kita tidak punya itu, tidak ada gunanya personel prajurit itu.
Kalau di TNI AD, jelas yang paling berperan adalah personil prajuritnya.
Apa yang akan dilakukan TNI AU jika ada pelanggaran wilayah udara dan laut?
Kita tidak dapat melakukan eksekusi apa-apa, kita hanya sebatas melaporkan dan berkoordinasi dengan TNI-AL.
Karena itulah, perlu peningkatan koordinasi dengan masing-masing angkatan, seperti patroli bersama agar jika ditemukan adanya pelanggaran, tentunya kita bisa langsung mengeksekusi.
Kalau memang membahayakan, bisa saja kita sergap. (amril amarullah)
Sumber : SINDO
No comments:
Post a Comment