PMN Belum Cair, PAL Terancam Gulung Tikar
Dari kiri ke kanan : Panglima TNI Agus Suhartono, Menteri Pertahanan Purnomo Yosgiantoro dan Dirut PT PAL, Harsusanto shoot me!!
JAKARTA - Kondisi keuangan PT Penataran Angkatan Laut Indonesia (PAL) sepertinya sudah di ujung tanduk. Perusahaan galangan kapal ini memberikan warning kepada pemerintah, bila sampai bulan Juli nanti bantuan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun tidak dicairkan juga, maka PT PAL terancam gulung tikar.
“PMN tersebut akan digunakan untuk membiayai segala kebutuhan dalam pembuatan kapal laut baru yang diproduksi PAL, yang saat ini masih terbengkalai. Makanya, PMN menjadi keharusan bagi pengembangan PT. PAL, dan diharapkan sudah cair secara bertahap mulai bulan Juli 2011,” kata Direktur Utama PT PAL Harsusanto dalam penjelasannya saat mengadakan rapat dengan Komisi VI DPR, Jumat (27/5).
Harsusanto memprediksi, pada Juni nanti PAL sudah akan memasuki masa kritis.
Setidaknya ada sembilan persoalan pokok yang akan dihadapi PAL, diantaranya masalah gaji karyawan yang tidak terbayar, hutang pihak ketiga yang makin membengkak, produksi kapal yang tersisa sebanyak 7 kapal tidak bisa dilanjutkan, produksi kapal tanker 17.500 DWT pesanan Pertamina akan mengalami gangguan dan bank menghentikan kucuran kredit.
“Apabila Juli PMN belum cair manajemen akan melakukan beberapa langkah antisipasi, di antaranya merumahkan sebagian personil yang idle, menutup sementara bengkel produksi, membayar gaji BOD dan BOC serta karyawan tidak secara penuh, dan yang terakhir memberhentikan pembangunan tujuh kapal,” ungkapnya.
Dalam penjelasannya, terungkap selama enam tahun terakhir nilai penjualan tidak lebih dari Rp 1,049 triliun dan net profit perusahaan tidak mampu menutupi biaya overhead rata-rata per tahun sebesar Rp 214 miliar.
Ketidakdisiplinan perusahaan dalam penerapan budgetary control mengakibatkan peningkatan biaya produksi atau kenaikan biaya material dan keterlambatan proses produksi yang menyebabkan proyek terminasi.
“Akumulasi dari permasalahan tersebut mengakibatkan perusahan mengalami bleeding yang menguras modal perusahaan, sehingga perusahaan mengalami kesulitan liquiditas atau cash flow problem. Sehingga total nilai kerugian perusahaan dalam lima tahun terakhir, dari tahun 2006-2010 mencapai sekitar Rp 935 miliar,” beber Harsusanto.
Pasca krisis global tahun 2008, lanjutnya, terjadi perubahan drastis terhadap pasar kapal dunia, sehingga harga kapal baru menukik tajam sampai mencapai 30 persen dari harga kapal baru tahun 2008. Dampaknya keengganan pembeli untuk melanjutkan kontrak pembangunan kapal baru.
Di tengah kesulitan yang terjadi, PT PAL terus berupaya bertahan hidup dan meyelesaikan pembangunan beberapa kapal serta proyek lainnya.
“Dengan posisi exiting contract disertai terjadinya delay, maka buyer menterminasi dengan tanpa kerugian sama sekali. Kalaupun sampai saat ini masih bisa bertahan, karena mengandalkan pendapatan perusahaan dari perbaikan kapal-kapal komersial maupun dari TNI dan Polri. Itu belum termasuk bea perawatan peralatan kami yang berusia di atas 30 tahun. Biayanya juga mahal,” ungkapnya.
Kendala Internal & Eksternal
Dijelaskan, PAL memiliki banyak kendala internal perusahaan, hal ini mengakibatkan perusahaan semakin melorot. Di antaranya, cash-in perusahaan belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan biaya gaji dan operasional perusahaan. Fasilitas produksi sudah relative tua, estimasi penjualan harga pasar kapal masih menanggung utang, dan operational income tidak dapat menutupi biaya perusahaan sehingga likuiditas negatif, PAL tidak mampu melakukan perawatan dan perbaikan fasilitas produksi.
Sedangkan untuk masalah eksternal perusahaan, yaitu, buruknya tingkat kolektibilitas perusahaan sehingga tidak dapat memperoleh pendanaan baru dari bank.
Tingkat suku bunga dalam negeri juga tinggi. Selain itu belum berkembangnya industri penunjang yang mengakibatkan komponen kapal harus diimpor.
“Dengan banyaknya kendala tersebut, walaupun ada perbaikan di tahu 2010, tapi tetap tidak mampu meng-cover carrying potential loss proyek pembangunan kapal eksisting sebagai akibat adanya krisis global akhir tahun 2008, yang mempengaruhi kelangsungan usaha di tahun tahun mendatang. Untuk itu sangat diperlukan restrukturisasi menyeluruh dengan dukungan pemerintah baik dalam penggalangan pasar dalam negeri maupun perbaikan struktur permodalan dalam bentuk PMN,” pintanya.
Menurutnya, keberadaan PT PAL sebaiknya dipertahankan pemerintah, karena perannya yang ikut mendukung prestasi bangsa Indonesia di kancah internasional.
Sampai saat ini setidaknya, PT PAL telah memproduksi 200 kapal komersial dan 50 kapal perang, memproduksi komponen power plant untuk PLN, aset pemerintah dalam rangka penugasan pengadaan alutsista.
PT PAL merupakan pusat pendidikan dan pelatihan untuk tenaga terampil penunjang industri perkapalan, dan sebagai tulang punggung Kementerian Pertahanan dan TNI AL, terutama dalam hal pemeliharaan dan perbaikan kapal termasuk pemasangan senjata.
“Tanpa adanya dukungan dari pemerintah berupa PMN, dari tahun 2010 sampai 2015 diprediksi PAL akan terus mengalami kerugian sekitar Rp 146 miliar dengan penjualan Rp 376 miliar. Tapi bila PMN dari pemerintah segera dicairkan, jumlah penjualan sekitar Rp 2,5 triliun dan keuntungan Rp 227 miliar,” urainya.
PT PAL meminta dana PMN yang bersumber dari dana cash dari pemerintah sebesar Rp 2,196 triliun, dan konversi utang ke instansi pemerintah Rp 814 miliar. “Dengan demikian keseluruhannya Rp 3 triliun,” tukasnya.
Setelah mendapat PMN, PAL akan melakukan program restrukturisasi dan revitalisasi. Selain itu akan digunakan untuk kebutuhan tercapainya Going Concern PT PAL pada tahun 2013. “Selain untuk mengurangi utang perusahaan, nantinya dana PMN akan dipakai untuk meningkatkan gross margin 13-16 persen dan juga untuk kebutuhan pemasaran produksi PAL tahun 2011-2015 sebanyak Rp 1,3 triliun - 2,5 triliun,” ujarnya.
Mesti Pilih Salah Satu
Pemerintah dinilai belum memberikan kesempatan bangkit bagi industri pertahanan dan strategis seperti PT PAL. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan untuk mengutamakan pembangunan dan penggunaan alutsista buatan dalam negeri.
“Tahun 2005 SBY mengatakan untuk mengutamakan alutsista dalam negeri. Pada intinya semua tergantung dari komitmen dan keputusan antara Menteri BUMN dan Menteri Keuangan,” kata bekas Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono, Kamis (26/5).
Juwono mengharapkan, industri strategis dan pertahanan dapat dikembangkan demi terciptanya pertahanan negara maritim yang kokoh dan kuat.
Makanya, dia sangat setuju bila BUMN strategis yang saat ini membutuhkan suntikan dana seperti DI, PT PAL dan PT PINDAD diprioritaskan penyehatannya. Meski begitu dia menyadari pengucuran dana bantuan tersebut tidak bisa dilakukan secepatnya, mengingat keterbatasan keuangan negara. “Dengan terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah, sepertinya pemerintah mesti memilih salah satu perusahaan untuk diberikan PMN,” tegasnya.
Negara Kepulauan dengan Industri Perkapalan Kronis
Sangat ironis jika Indonesia sebagai negara kepulauan dan bahari memiliki industri pembuatan kapal yang kondisinya sekarat.
Sebagai satu-satunya industri pembuatan kapal di Indonesia, keberadaan PT PAL harus dipertahankan. Oleh karena itu kalangan DPR mendorong agar kucuran dana sebesar Rp 3 triliun bagi PT PAL segera dicairkan.
“Bagaimana bisa menopang Indonesia yang disebut sebagai negeri bahari kalau industri kapalnya dalam kondisi tidak layak. Untuk mendukung negara bahari tersebut maka PT PAL harus diberikan PMN,” kata anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar.
Anggota Fraksi PAN ini menjelaskan, memang perlu kajian khusus dan mendalam untuk menentukan PMN dan kelangsungan PT PAL. Ini yang perlu diperhatikan panja restrukturisasi BUMN Komisi VI dan harus berhati-hati dalam memutuskan dan terus mengawasi industri strategis perusahaan pelat merah.
“Market penjualan kapal di Indonesia sangat bagus, karena kita membutuhkan kapal kargo, kapal penumpang dan jenis kapal lainnya. Suka tidak suka PT PAL mesti diselamatkan. Lagipula teknologi yang dimiliki Indonesia tidak kalah saing dengan negara lainnya, dan kita tidak menginginkan BUMN seperti PAL kollaps,” tandasnya.
Meski begitu, kata anggota DPR dari Dapil Sumatera Utara III ini, PT PAL diharapkan memiliki businees plan yang jelas sebagai bahan pertimbangan pemerintah dan DPR untuk mengucurkan dana dari penyertaan modal negara itu.
Selain itu, untuk memajukan industri pasarnya PAL harus memiliki transparansi, efisensi, inovasi dan penggunaan lokal konten industri kapal. “Dengan hal tersebut kemajuan akan tercapai,” terangnya.
Sumber : RAKYATMERDEKAONLINE.COM
1 comment:
harpoon
kalau aku perhatikan di pt.pal ini miss management jumlah pegawai admin terlalu banyak, dan ga bisa dipercaya kalau masalah duit, sebaiknya bumn ini di format total, pegawai di tata ulang dan subkont ditiadakan masak semua di subkon akibatnya peg pal banyak ngangur, apa maunya managemen pal, subkon boleh aja di bag yg pal ga bisa, udah swastakan aja deh
Post a Comment