Saturday, May 28, 2011

PMN Belum Cair, PAL Terancam Gulung Tikar


Dari kiri ke kanan : Panglima TNI Agus Suhartono, Menteri Pertahanan Purnomo Yosgiantoro dan Dirut PT PAL, Harsusanto shoot me!!

JAKARTA - Kondisi keuangan PT Penataran Angkatan Laut Indonesia (PAL) sepertinya sudah di ujung tanduk. Perusahaan galangan kapal ini memberikan warning kepada pemerintah, bila sampai bulan Juli nanti bantuan Penyertaan Modal Ne­gara (PMN) sebesar Rp 3 triliun tidak dicairkan juga, maka PT PAL terancam gulung tikar.

“PMN tersebut akan digu­na­kan untuk membiayai segala ke­butuhan dalam pembuatan ka­pal laut baru yang diproduksi PAL, yang saat ini masih ter­beng­kalai. Makanya, PMN menjadi ke­harusan bagi pengembangan PT. PAL, dan diharapkan sudah cair secara bertahap mulai bu­lan Juli 2011,” kata Direktur Utama PT PAL Harsusanto dalam pen­jelasannya saat mengadakan rapat dengan Komisi VI DPR, Jumat (27/5).

Harsusanto memprediksi, pada Juni nanti PAL sudah akan me­ma­suki masa kritis.

Setidaknya ada sembilan per­soalan pokok yang akan dihadapi PAL, diantaranya masalah gaji kar­yawan yang tidak ter­bayar, hutang pihak keti­ga yang makin membengkak, pro­duksi kapal yang tersisa sebanyak 7 kapal ti­dak bisa dilanjutkan, produksi kapal tanker 17.500 DWT pesanan Pertamina akan me­ngalami gangguan dan bank meng­hentikan kucuran kredit.

“Apabila Juli PMN belum cair ma­najemen akan me­la­kukan be­berapa langkah antisipasi, di an­taranya merumahkan sebagian per­sonil yang idle, menutup se­mentara bengkel produksi, mem­ba­yar gaji BOD dan BOC serta kar­yawan tidak secara penuh, dan yang terakhir memberhentikan pembangunan tu­juh kapal,” ungkapnya.

Dalam penjelasannya, terungkap selama enam ta­hun terakhir nilai penjualan ti­dak lebih dari Rp 1,049 triliun dan net pro­fit perusahaan tidak mampu me­­nutupi biaya overhead rata-rata per tahun sebesar Rp 214 mi­liar.

Ketidakdisiplinan perusahaan da­lam penerapan budgetary con­trol mengakibatkan peningkatan bia­ya produksi atau kenaikan bia­ya material dan keterlambatan proses produksi yang menyebab­kan proyek terminasi.

“Akumulasi dari permasalahan ter­sebut mengakibatkan pe­ru­sahan mengalami bleeding yang me­nguras modal perusahaan, se­hing­ga perusahaan mengalami ke­sulitan liquiditas atau cash flow problem. Sehingga total nilai ke­rugian perusahaan dalam lima ta­hun terakhir, dari tahun 2006-2010 mencapai sekitar Rp 935 miliar,” beber Harsusanto.



Pasca krisis global tahun 2008, lan­jutnya, terjadi perubahan dras­tis terhadap pasar kapal dunia, se­hing­ga harga kapal baru menukik tajam sampai mencapai 30 persen dari harga kapal baru tahun 2008. Dampaknya keengganan pembeli untuk melanjutkan kontrak pem­bangunan kapal baru.

Di tengah kesulitan yang ter­jadi, PT PAL terus berupaya ber­tahan hidup dan meyelesaikan pem­bangunan beberapa kapal ser­ta proyek lainnya.

“Dengan posisi exiting con­tract disertai terjadinya delay, maka buyer menterminasi de­ngan tanpa kerugian sama sekali. Ka­laupun sampai saat ini masih bisa bertahan, karena mengan­dal­kan pendapatan perusahaan dari perbaikan kapal-kapal komersial maupun dari TNI dan Polri. Itu belum termasuk bea perawatan peralatan ka­mi yang berusia di atas 30 ta­hun. Biayanya juga mahal,” ungkapnya.

Kendala Internal & Eksternal

Dijelaskan, PAL memiliki ba­nyak kendala internal peru­sa­ha­an, hal ini mengakibatkan pe­ru­sa­haan semakin melorot. Di antara­nya, cash-in perusahaan belum bisa memenuhi seluruh kebu­tu­han biaya gaji dan operasional pe­rusahaan. Fasilitas produksi su­dah relative tua, estimasi pen­jualan harga pasar kapal masih me­nanggung utang, dan ope­ratio­nal income tidak dapat me­nutupi biaya perusahaan sehingga likuiditas negatif, PAL tidak mam­pu melakukan perawatan dan perbaikan fasilitas produksi.

Sedangkan untuk masalah eks­ternal perusahaan, yaitu, bu­ruk­nya tingkat kolektibilitas pe­ru­sa­haan sehingga tidak dapat mem­per­oleh pendanaan baru dari bank.

Tingkat suku bunga dalam ne­geri juga tinggi. Selain itu belum ber­kembangnya industri penun­jang yang mengakibatkan kom­po­nen kapal harus diimpor.

“Dengan banyaknya kendala tersebut, walaupun ada perbaikan di tahu 2010, tapi tetap tidak mam­­pu meng-cover carrying po­ten­tial loss proyek pem­bangunan kapal eksisting sebagai akibat ada­nya krisis global akhir tahun 2008, yang mempengaruhi ke­lang­sungan usaha di tahun tahun men­datang. Untuk itu sangat diper­lukan restrukturisasi me­nyeluruh dengan dukungan pe­me­rintah baik dalam peng­ga­langan pasar dalam negeri mau­pun perbaikan struktur permo­da­lan dalam bentuk PMN,” pin­tanya.



Menurutnya, keberadaan PT PAL sebaiknya dipertahankan pe­me­rin­tah, karena perannya yang ikut men­dukung prestasi bangsa In­do­nesia di kancah inter­na­sional.

Sampai saat ini setidaknya, PT PAL telah mem­pro­duksi 200 kapal komersial dan 50 kapal perang, memproduksi kom­ponen power plant untuk PLN, aset pemerintah dalam rangka pe­nugasan pengadaan alutsista.

PT PAL merupakan pusat pen­didikan dan pelatihan untuk te­naga terampil penunjang industri per­­kapalan, dan sebagai tulang pung­gung Kementerian Perta­ha­nan dan TNI AL, terutama dalam hal pe­meliharaan dan perbaikan ka­­pal termasuk pemasangan senjata.

“Tanpa adanya dukungan dari pemerintah berupa PMN, dari ta­hun 2010 sampai 2015 di­prediksi PAL akan terus me­nga­lami ke­rugian sekitar Rp 146 miliar dengan penjualan Rp 376 miliar. Tapi bila PMN dari pemerintah se­­gera dicairkan, jumlah pen­jua­lan sekitar Rp 2,5 triliun dan ke­untungan Rp 227 miliar,” urainya.

PT PAL meminta dana PMN yang bersumber dari dana cash dari pemerintah sebesar Rp 2,196 tri­liun, dan konversi utang ke instansi pemerintah Rp 814 mi­liar. “Dengan demikian kese­lu­ruhan­nya Rp 3 triliun,” tukasnya.

Setelah mendapat PMN, PAL akan melakukan program re­struk­turisasi dan revitalisasi. Selain itu akan digunakan untuk kebutuhan tercapainya Going Concern PT PAL pada tahun 2013. “Selain un­tuk mengurangi utang pe­ru­sa­haan, nantinya dana PMN akan di­­pakai untuk meningkatkan gross margin 13-16 persen dan ju­ga untuk kebutuhan pemasaran produksi PAL tahun 2011-2015 se­banyak Rp 1,3 triliun - 2,5 tri­liun,” ujarnya.

Mesti Pilih Salah Satu

Pemerintah dinilai belum mem­berikan kesempatan bangkit bagi in­dustri pertahanan dan stra­tegis se­perti PT PAL. Pa­dahal, Pre­siden Su­silo Bam­bang Yu­dho­yono te­lah meng­instruksikan un­tuk me­ng­utamakan pem­ba­ngu­nan dan peng­gunaan alutsista buatan da­lam negeri.



“Tahun 2005 SBY mengatakan untuk mengutamakan alutsista da­lam negeri. Pada intinya semua ter­gantung dari komitmen dan ke­putusan antara Menteri BUMN dan Menteri Keuangan,” kata be­kas Menteri Pertahanan, Ju­wo­no Su­darsono, Kamis (26/5).

Juwono mengharapkan, in­dus­tri strategis dan pertahanan dapat dikembangkan demi tercip­ta­nya pertahanan negara ma­ritim yang kokoh dan kuat.

Makanya, dia sangat setuju bila BUMN strategis yang saat ini membutuhkan sun­ti­kan dana seperti DI, PT PAL dan PT PINDAD diprioritas­kan penyehatannya. Meski begitu dia menyadari pe­ngu­curan dana bantuan tersebut ti­dak bisa dilakukan sece­pat­nya, mengingat keterbatasan ke­­­uangan negara. “Dengan ter­­­­batasnya anggaran yang di­mi­liki pemerintah, seper­tinya pe­­merintah mesti memilih sa­lah satu perusahaan untuk di­be­rikan PMN,” tegasnya.

Negara Kepulauan dengan Industri Perkapalan Kronis

Sangat ironis jika Indonesia sebagai negara kepulauan dan ba­hari memiliki industri pembuatan kapal yang kon­di­sinya sekarat.

Sebagai satu-satunya industri pem­buatan kapal di Indonesia, ke­beradaan PT PAL harus di­per­tahankan. Oleh karena itu ka­langan DPR mendorong agar ku­curan dana sebesar Rp 3 triliun bagi PT PAL segera dicairkan.

“Bagaimana bisa menopang Indonesia yang disebut sebagai negeri bahari kalau industri ka­palnya dalam kondisi tidak la­yak. Untuk mendukung negara bahari tersebut maka PT PAL harus diberikan PMN,” kata anggota Komisi VI DPR, Nasril Bahar.



Anggota Fraksi PAN ini men­jelaskan, memang perlu kajian khu­sus dan mendalam untuk me­nen­tukan PMN dan kelang­su­ngan PT PAL. Ini yang perlu di­per­hatikan panja restrukturisasi BUMN Komisi VI dan harus ber­hati-hati dalam memutuskan dan terus me­ngawasi industri stra­tegis perusahaan pelat merah.

“Market penjualan kapal di Indonesia sangat bagus, ka­rena kita membutuhkan ka­pal kargo, kapal penumpang dan jenis kapal lainnya. Suka ti­dak suka PT PAL mesti dise­la­matkan. Lagipula teknologi yang dimiliki Indonesia tidak kalah saing dengan negara lain­nya, dan kita tidak meng­ingin­kan BUMN seperti PAL kollaps,” tandasnya.

Meski begitu, kata anggota DPR dari Dapil Sumatera Utara III ini, PT PAL diharap­kan memiliki businees plan yang jelas sebagai bahan per­timbangan pemerintah dan DPR untuk mengucurkan da­na dari penyertaan modal ne­gara itu.

Selain itu, untuk memaju­kan industri pasarnya PAL ha­rus memiliki transparansi, efi­sen­si, inovasi dan penggunaan lokal konten industri kapal. “De­­ngan hal tersebut ke­ma­juan akan tercapai,” terang­nya.

Sumber : RAKYATMERDEKAONLINE.COM

1 comment:

Anonymous said...

harpoon

kalau aku perhatikan di pt.pal ini miss management jumlah pegawai admin terlalu banyak, dan ga bisa dipercaya kalau masalah duit, sebaiknya bumn ini di format total, pegawai di tata ulang dan subkont ditiadakan masak semua di subkon akibatnya peg pal banyak ngangur, apa maunya managemen pal, subkon boleh aja di bag yg pal ga bisa, udah swastakan aja deh