AS Minta Klarifikasi soal Papua
JAKARTA - Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel meminta klarifikasi soal rekaman penyiksaan warga Papua oleh oknum militer yang beredar di YouTube beberapa waktu lalu.
”Kita jelaskan, keputusan diambil oleh hakim Mahkamah Militer yang kita sama sekali tidak intervensi,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Rabu (24/11). Purnomo didampingi Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono saat memberikan penjelasan tersebut. Berdasarkan catatan Kompas, empat prajurit yang terlibat dihukum lima-tujuh bulan.
”Memang ada pendapat bahwa hukuman itu ringan,” kata Purnomo. Menurut Purnomo, yang menjadi pertimbangan putusan hakim Mahkamah Militer adalah, pertama, tindakan itu bukan perintah komandan sehingga tidak bersifat sistemik. Kedua, hal ini dipandang sebagai tindakan indisipliner. Ketiga, tidak ada saksi yang melapor.
”Tidak termasuk pelanggaran HAM (hak asasi manusia),” kata Purnomo.
Purnomo juga mengatakan, dari hasil penyelidikan Markas Besar TNI yang meminta pendapat pengamat telematika Roy Suryo, di dalam rekaman yang beredar itu sebenarnya ada dua video.
Video yang berisi penyiksaan kemaluan seorang pria Papua bukan bagian dari potongan video sebelumnya. ”Bagian itu tidak jelas, diambil di mana, siapa pelakunya karena seragamnya tidak jelas,” katanya.
Menurut Purnomo, pihaknya minta agar AS membeberkan data yang mereka miliki untuk menjadi bahan investigasi. Purnomo juga menyampaikan apresiasi akan keterbukaan Dubes AS yang minta klarifikasi.
AS Hibah F-16 Block 25
Dalam kesempatan itu juga dibahas rencana hibah 24 pesawat F-16. Dimana Indonesia yang berminat membeli enam pesawat F-16 baru (block 52) ditawarkan barter biaya retrofit (perbaikan) 24 pesawat F-16 lama. Pilihan ini kemungkinan akan diambil karena Indonesia membutuhkan pesawat tempur dalam rangka pemenuhan Minimum Esential Force (MEF) sebelum selesainya proyek pesawat tempur KFX kerjasama Indonesia-Korea Selatan pada tahun 2020 nanti.
Purnomo menjelaskan, permintaan Dubes AS ini tidak dalam konteks Excess Defence Articles (EDA). EDA adalah program AS untuk memberikan kelebihan peralatan militer yang tidak terpakai lagi untuk negara asing. Saat ini tim dari AS telah datang untuk membicarakan hal-hal teknis berkaitan dengan hibah dua skuadron F-16.
Menindak lanjuti hibah ini, Indonesia masih mempelajari dan memeriksa struktur pesawat F-16 yang akan dihibahkan tersebut. Setelah dilakukan peninjauan ke AS pesawat hibah itu merupakan F-16C/D blok 25, setingkat lebih maju dibandingkan varian yang telah dimiliki TNI AU, F-16A/B block 15 OCU.
Block 25 mempunyai kemampuan membawa rudal udara AMRAAM dan serang permukaan, radar menggunakan buatan Northrop Grumman dari jenis AN/APG-68, dengan jangkauan lebih jauh dan resolusi lebih baik dibanding varian A/B.
Sumber : KOMPAS
No comments:
Post a Comment