Friday, October 08, 2010

Pejabat AS Hindari Pertanyaan Soal Pembelian Senjata


F-16 milik RSAF (Singapore), negara ini mendapatkan harga pesawat lebih murah ketimbang negara lain di Asia.

JAKARTA - Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Ekonomi, Energi, dan Bisnis Jose W Fernandez enggan mengomentari keganjilan harga dalam pembelian senjata ke AS.

Ditemui seusai diskusi ”Antikorupsi dan Transparansi” di Unika Atma Jaya, Jakarta, Kamis (7/10), Fernandez mengatakan, perbedaan harga jual yang mencolok antarnegara dalam pembelian senjata ke AS merupakan hal biasa.

”Kalau membeli barang ada perbedaan harga yang diberikan kepada satu pembeli dengan pembeli lain, itu adalah hal biasa,” kata Fernandez seusai tanya jawab dengan mahasiswa.

Ketika ditanya lebih lanjut soal adanya perbedaan harga mencolok dalam pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari AS yang dibeli oleh sesama negara ASEAN dengan kualitas dan kuantitas yang sama, Fernandez enggan menerangkan lebih lanjut.

Sejumlah pengamat militer mengatakan, negara ASEAN seperti Indonesia dan Thailand kerap membeli persenjataan dengan harga lebih mahal dari AS dan sekutunya untuk jenis yang sama jika dibandingkan dengan Singapura.

Dalam pelbagai publikasi militer internasional, seperti penerbitan kelompok Jane Defense, kerap didapati perbedaan harga beli senjata dari negara berkembang, semisal sesama negara ASEAN, yang membeli alutsista dari AS dan negara blok Barat.

Saat ditanya tentang sanksi hukum terhadap Lockheed Industry yang diduga memberikan suap kepada almarhum Pangeran Bernard, suami Ratu Juliana, dari Belanda pada medio 1970-an, Fernandez tidak memberikan jawaban tegas. Kasus itu menjadi skandal besar di dunia dan nyaris membuat Lockheed Industry bangkrut.

”Semua perusahaan terkait militer di Amerika Serikat harus mengikuti undang-undang yang melarang pemberian suap,” kata Fernandez singkat.

Sebelumnya Fernandez mengatakan, AS sudah memiliki undang-undang yang melarang perusahaan swasta memberikan suap dalam bentuk apa pun kepada pejabat negara asing yang dibuat pada era Presiden Richard M Nixon tahun 1970.

Dia mengakui, AS pun tidak kebal dari praktik korupsi. ”Kami berada di peringkat ke-21 dunia dalam transparansi dan korupsi,” ujarnya.

Secara keseluruhan, Fernandez mengatakan, transparansi dan pemberantasan korupsi akan membangkitkan minat asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Rencana Pembelian Pesawat

Pada Februari 2008 lalu Indonesia pernah berencana membeli enam unit pesawat tempur F-16C lengkap dengan senjatanya seharga US$30 juta per unit dari Amerika Serikat. Rencana ini terungkap atas tawaran Amerika Serikat yang ingin menyediakan F-16 untuk meningkatkan kemampuan TNI AU ungkap Menteri Pertahanan saat itu, Juwono Sudarsono, seusai konferensi pers bersama Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates di kantor Kepresidenan.

Juwono mengatakan enam unit F-16 itu adalah pesawat produksi tahun 1990-an yang disebut pesawat generasi keempat. ”Kalau yang baru sekali terlalu mahal,” ujarnya. Amerika Serikat, kata Juwono, menawarkan pesawat F-16 karena melihat TNI perlu meningkatkan kemampuannya dapat mencapai kesetaraan teknologi pertahanan dengan negara tetangga.

Kala itu Kemenhan belum mengetahui mekanisme yang akan dipakai dalam pembelian pesawat tersebut. Namun belakangan terungkap bakal dilakukan melalui Foreign Military Sales atau Foreign Military Financing.

Selain pembelian pesawat Falcon, Amerika Serikat juga menawarkan perbaikan dan peningkatan beberapa pesawat F-16 yang dimiliki TNI AU.

Sumber : KOMPAS, TEMPO-INTERAKTIF

1 comment:

BT said...

ah itu biasa, dia amerika kan punya kepentingan dengan negara2 kecil dan berada di tempat strategis. why ntb amerika bisa pakai pangkalannya buat gertak negara kawasan dan negara tersebut tdk bakal bisa mengancam kepentingan amerika krn kecil dan tergantung. lha kl china, india, indonesia, dll kuat bisa repot dia mengatur kita