Wednesday, September 29, 2010

Dephan Tingkatkan Kerjasama Dengan BUMNIP China

BEIJING - Wakil Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan Indonesia terus membenahi industri pertahanannya, tidak saja untuk bermitra di dalam, tetapi juga bermitra dengan luar negeri.

"Kita terus melakukan pembenahan, baik dari sisi sumber daya manusia, modal, maupun teknologi," katanya kepada ANTARA dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke China, Selasa (28/9).

Dari sisi sumber daya manusia (SDM), lanjut Sjafrie, sebenarnya Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain, termasuk dalam penguasaan teknologi.

Namun, karena kesempatan tidak ada di dalam negeri maka sebagian besar mereka ke luar negeri, katanya.

Karena itu, pemerintah berupaya memberikan modal bagi Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) agar mampu operasional maksimal.

"Dengan begitu, sumber daya manusia kita yang berada di luar bisa kembali dan mengabdikan kemampuan dan pengetahuan mereka untuk membangkitkan kembali industri pertahanan dalam negeri," kata Sjafrie.

Terkait dengan itu, pemerintah secara umum telah menetapkan revitalisasi indsutri pertahanan nasional dengan modal perbankan nasional sebesar Rp800 miliar.

Tak hanya itu, lanjut Sjafrie, Indonesia juga telah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diketuai Menteri Pertahanan dan beranggotakan Menteri Perindustrian, Menteri Ristek, Panglima TNI, dan Kapolri.

Komite tersebut, kata dia, bertanggung jawab kepada Presiden, yakni merumuskan kebijakan industri pertahanan untuk mendukung kebutuhan di dalam negeri.

"Di samping KKIP itu merumuskan kebijakan kerja sama luar negeri di antara negara-negara yang memiliki kemampuan industri pertahanan," kata Sjafrie.

Untuk dapat membangun industri pertahanan nasional yang mandiri di dalam negeri dan mampu bersaing di luar negeri, menurut dia, diperlukan SDM, modal, dan penguasaan teknologi yang memadai.

"Karena itu, pembenahan terus dilakukan pemerintah untuk membangun industri pertahanan nasional, terutama di bidang SDM, modal, dan teknologi, karena sebenarnya industri kita mampu beroperasi maksimal untuk memenuhi kebutuhan di dalam dan luar negeri," tutur Sjafrie.

Dalam kunjungan kerjanya ke China, Wamenhan berkesempatan menyaksikan Shanghai Expo, dan bertemu Direktur BUMNIP China (Costind) terkait dengan industri pertahanan kedua negara.

Pelatian Pilot Sukhoi TNI AU

Wamenhan RI Sjafrie Sjamsoeddin juga mengatakan, Indonesia akan tetap melanjutkan pelatihan bagi para pilot Sukhoi TNI AU di China.

"Ya itu kan sudah menjadi bagian dari pembinaan di TNI AU jadi, akan tetap dilanjutkan," katanya.

China memiliki simulator Sukhoi bagi para pilotnya, selain pengguna China juga memproduksi sendiri pesawat tempur asal Rusia itu di negaranya.

"Indonesia sebagai pengguna Sukhoi, tentu sangat berkepentingan untuk membina para penerbangnya. Kebetulan China memiliki fasilitas simulator, jadi kita bisa gunakan itu," kata Sjafrie. Sebelumnya, TNI AU telah mengirimkan 16 penerbang Sukhoinya untuk memperdalam kemampuan tempurnya di China.

Pesan Rudal China

Wamenhan menegaskan Indonesia tidak mau lagi sekadar sebagai pembeli dan pengguna. Indonesia juga harus mampu membeli dan memproduksi, melalui persyaratan alih teknologi dan produksi bersama. Hal inilah yang dibicarakan dengan pejabat Costind China.

Sjafrie mengatakan, setidaknya Indonesia diberikan kewenangan 40 persen dari produsen untuk memproduksi beberapa komponen dari alutsista yang dibeli.


Rudal C-802 buatan China sedang diinstalasi di KRI Layang-805

“Ini yang akan kita perjelas dan pertajam dalam setiap pengadaan alutsista dari mancanegara termasuk dengan China. Karena meski Indonesia dan China telah memiliki kerja sama dalam industri pertahanan, namun kerja sama yang ada belum meliputi alih teknologi dan produksi bersama,” katanya.

Tentang produk persenjataan yang akan dikerjasamakan alih teknologi dan produksinya, Sjafrie mengatakan, sangat bergantung pada dua hal, yakni kemampuan produsen untuk memproduksi senjata yang digunakan Indonesia pada jangka menengah dan panjang serta dalam jumlah banyak, dan kesanggupan Indonesia untuk menggunakan produk tersebut pada jangka waktu lama dan dalam jumlah yang banyak pula.

“Kalau Indonesia membutuhkan banyak produk ‘A’ dalam jangka waktu lama, tetapi China tidak mampu memenuhinya, ya kita tidak akan lakukan kerja sama khususnya untuk produksi bersama. Karena Indonesia pada jangka panjang menargetkan, dapat memperoleh lisensi dari sebuah produk untuk memproduksi dan menjual. Sehingga, industri pertahanan kita benar-benar mandiri untuk memproduksi kebutuhan di dalam dan luar negeri,” tutur Sjafrie.

Indonesia kini telah menjajaki beberapa persenjataan dari China seperti rudal QW-3 untuk Paskhas AU dan rudal anti kapal C-802 untuk AL. Sebagian telah menjalani uji coba baik QW-3 maupun rudal C-802.

Bahkan Indonesia telah berencana untuk melakukan pembelian secara berkesinambungan rudal C-802 untuk meningkatkan sistem tempur sejumlah kapal perangnya, sehingga mampu memberikan efek tangkal.

Sumber : ANTARA, BERITASORE

No comments: