Friday, August 13, 2010

Komponen Cadangan Belum Mendesak Dibentuk



JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan diminta tidak tergesa-gesa. Salah satu alasannya, komponen cadangan dinilai belum mendesak untuk dibentuk dalam waktu dekat ini. Malah, yang lebih penting adalah masalah alutsista dan kesejahteraan prajurit.

Direktur Program Imparsial Al Araf, Kamis (12/8) di Jakarta, mengatakan, pemerintah memproyeksikan sekitar 10.000 orang yang direkrut setiap tahun untuk menjadi anggota komponen cadangan. Jadi, selama lima tahun akan didapat personel komponen cadangan sebanyak 50.000 orang. Imparsial menghitung perekrutan orang sebanyak itu memerlukan dana sekitar Rp 100 miliar per tahun.

”Pemerintah sendiri yang mengatakan bahwa pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia sekarang masih dalam tahap minimum essential forces (tahap minimal). Jadi, akan lebih tepat jika anggaran Rp 100 miliar per tahun dipakai untuk memperkuat alutsista (alat utama sistem persenjataan) dan peningkatan kesejahteraan prajurit TNI yang merupakan komponen utama pertahanan,” ujar Al Araf.

RUU Komponen Cadangan, yang diprakarsai Kementerian Pertahanan sejak bertahun-tahun silam, kini berada di DPR. Kemhan menjadikan RUU ini sebagai prioritas karena menilai komponen cadangan adalah bagian cukup penting dalam membangun sistem pertahanan RI yang menganut pertahanan semesta (melibatkan masyarakat). Sistem pertahanan semesta, menurut Kemhan, harus disiapkan sedini mungkin.


Latihan Resimen Mahasiswa (Menwa) UMS Sat 916 Samber Nyowo

Selain persoalan prioritas anggaran, Imparsial berpendapat, RUU Komponen Cadangan perlu ditunda karena masih belum memberikan cukup ruang bagi warga negara untuk menolak ikut dalam perekrutan komponen cadangan. ”RUU itu memberikan ancaman pidana bagi warga yang menolaknya tanpa alasan yang sah,” ujar Al Araf.

Imparsial juga melihat RUU Komponen Cadangan belum mengatur mekanisme penolakan yang sungguh-sungguh (conscientious objection). Hal diartikan sebagai penolakan berdasarkan kepercayaan dan keyakinan. Menurut Imparsial, sejumlah negara tetap memberikan kesempatan bagi warganya untuk menolak program wajib militer dengan kewajiban menjalani pengabdian sosial.

Atas dasar itulah Imparsial mendesak DPR untuk tidak memprioritaskan pembahasan dan pengesahan RUU Komponen Cadangan pada tahun ini. Di sisi lain, Imparsial meminta pemerintah dan DPR mengutamakan RUU Keamanan Nasional karena akan mampu mempercepat reformasi di sektor keamanan.

Namun, pengamat militer Kusnanto Anggoro menekankan, RUU Komponen Cadangan bukan merupakan bentuk wajib militer. Menurut dia, memang ada beberapa kalangan yang wajib, seperti pegawai negeri sipil, bekas anggota TNI, dan bekas anggota Polri. Namun, masih ada beberapa persyaratan lagi, seperti usia, fisik, dan kompetensi. ”Mereka yang wajib ini, kalau menolak, baru kena hukum pidananya,” katanya.

Menurut Kusnanto, masyarakat sipil yang bekerja di sektor swasta tidak dikenai kewajiban. Hanya orang-orang yang sukarela yang akan diseleksi lagi dengan sejumlah kriteria, seperti kompetensi dan kemampuan fisik. ”Misalnya, kemampuan lari,” katanya.

Sumber : KOMPAS

No comments: