TNI AL Butuh 151 Kapal Perang
KRI Karel Satsuitubun-356, ex-HNLMS Isaac Sweers, F814 (Van Speijk class)
SURABAYA - Asisten Perencanaan (Asrena) Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Muda TNI Mochamad Jurianto menegaskan bahwa TNI AL membutuhkan sedikitnya 151 kapal perang untuk mengamankan seluruh wilayah Nusantara.
"Kami sudah mempunyai sejumlah kapal perang, pesawat udara, dan kendaraan tempur (ranpur), tapi mayoritas sudah berusia 26 tahun lebih," katanya ketika mewakili KSAL Laksamana Madya Agus Suhartono dalam seminar di ITS Surabaya, Kamis (17/12).
Di depan peserta Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan (SENTA) yang digelar rutin setiap tahun itu, ia mengatakan kebutuhan minimal alat sistem utama senjata (alutsista) bagi TNI AL adalah 151 kapal perang, 54 pesawat udara, dan 310 ranpur.
"Karena keterbatasan anggaran negara, maka kami menargetkan kebutuhan itu dalam 10-15 tahun, namun kami akan tetap merencanakan tiga cara dalam jangka pendek yakni penambahan baru sesuai kemampuan anggaran, menghapus alutsista yang tua atau membahayakan, dan memodernisasikan," katanya.
Terkait penambahan alutsista baru itu, katanya, KSAL sudah mencanangkan korvet nasional dalam beberapa tahun ke depan, kemudian melakukan pemodernisasian kapal perang.
"Alutsista tua itu membutuhkan biaya perawatan yang mahal, karena itu pimpinan akan melakukan modernisasi, di antaranya untuk kapal selam yang akan dilakukan di Korea selama 1-2 tahun dengan melakukan kerja sama alih teknologi," katanya.
Menurut dia, alih teknologi itu merupakan hal penting untuk mewujudkan kemandirian persenjataan militer dalam jangka panjang, sekaligus mewujudkan kedaulatan negara.
"Kalau kita beli korvet ke Belanda, maka kita akan sangat tergantung pada suku cadang dari mereka, karena itu indutsri pertahanan nasional kita harus dimandirikan," katanya.
Ia mengaku, industri pertahanan nasional sekarang masih mengalami beberapa hambatan, di antaranya modal, sumberdaya manusia, teknologi yang tertinggal. Karena itu mereka perlu diberdayakan secara bertahap untuk kemandirian bangsa ke depan.
KRI Sanca-815 hasil pengembangan Fasharkan TNI AL
"Kemandirian itu merupakan pertahanan yang sangat strategis, karena pertahanan bagi negara kita merupakan hal yang penting. Sekarang saja, kita kehilangan uang Rp.30 triliun lebih per tahun dari ikan yang dicuri negara lain. Itu masih dari ikan saja," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap Indonesia kelak dapat merancang alutsista secara mandiri melalui sinergi antara TNI, industri pertahanan nasional (inhannas), dan peran perguruan tinggi dalam dukungan sumberdaya manusia serta riset.
Menanggapi tawaran Asrena KSAL itu, Pembantu Rektor (PR) IV ITS, Prof Ir Eko Budi Djatmiko, MSc PhD, mengatakan sumberdaya manusia di perguruan tinggi sangat mampu untuk diajak mewujudkan kemandirian dalam bidang pertahanan.
"Saya kira, kami mampu, tapi hal itu perlu dukungan dari pemerintah, terutama dalam bidang riset dan pengadaan laboratorium terkait bidang pertahanan. Riset kami mungkin ada tapi kurang pengalaman dan hal itu akan teratasi dengan dukungan laborarium," katanya.
RI Mampu Produksi 50 Kapal Perang Per Tahun
Fayakhun Andriadi, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, jika seluruh industri galangan kapal domestik diberdayakan, RI mampu memproduksi 50 kapal perang per tahun.
"Dengan begitu, kebutuhan 151 kapal perang TNI Angkatan Laut dalam rangka pengamanan kedaulatan NKRI dapat dipenuhi sekitar tiga tahun saja, dengan biaya yang diperlukan Rp7,5 Triliun per tahun," ungkapnya di Jakarta, Sabtu (19/12), menanggapi pernyataan pihak TNI Angkatan Laut tentang kebutuhan 151 kapal perangnya.
Dalam kaitan ini, Fayakhun Andriadi mengingatkan diperlukan `politicall will` yang sunguh-sungguh dari pihak Pemerintah (melalui Dephan, Depkeu serta Perbankan Nasional) guna merealisasikan penguatan kemampuan TNI kita.
Ia mengatakan, pihak Dewan melalui Komisi I DPR RI sangat menyetujui pemberdayaan dan peningkatan kemampuan industri alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Indonesia, serta mendukung sepenuhnya pengajuan kebutuhan itu oleh pihak TNI Angkatan Laut, demi menjaga kedaulatan wilayah NKRI.
2 LCU didalam well deck LPD KRI Surabaya-591
"Sebagai realisasinya, perlu pemberdayaan industri galangan kapal nasional, jangan lagi terlalu tergantung pada impor, demi memperkuat industri domestik secara keseluruhan," tegasnya.
Mengenai harga perang itu, demikian Fayakhun Andiradi, pihaknya mengacu pada harga yang terangkat saat Menteri Pertahanan (Menhan) meresmikan kapal LPD buatan PT PAL, Surabaya, yakni sekitar Rp150 miliar per unit.
"Apabila diperlukan 151 kapal baru, dengan asumsi rata-rata harga per kapal Rp150 miliar, maka diperlukan biaya sekitar Rp22,6 Triliun untuk memenuhinya," katanya.
Sumber : ANTARA
No comments:
Post a Comment