Tuesday, December 15, 2009

Perjalanan KRI Cakra-401 & Nanggala-402 (II)



Cakra dan Nanggala

Kapal selam pertama (KRI Cakra) dibangun HDW pada 25 November 1977 dan bergabung dalam jajaran Kapal Republik Indonesia (KRI) pada 19 Maret 1981, dan KRI Nenggala dibangun pada 14 Maret 1978 kemudian bergabung pada 6 Juli 1981.

KRI Cakra-401 merupakan kapal selam kedua yang menyandang nama Cakra di jajaran kapal TNI AL. Kapal pertama dengan nama yang sama (Tjakra/ ejaan lama) adalah salah satu dari 12 kapal selam buatan Uni Sovyet (Kelas Whiskey).

Cakra dan Nenggala masuk dalam jajaran Satuan Kapal Selam Armada RI kawasan Timur (Satselarmatim), resmi beroperasi pada tahun 1981. Khusus untuk penamaan KRI di kapal selam, TNI AL mengambil nama dari senjata-senjata pamungkas tokoh-tokoh satria pewayangan. Cakra, diambil dari nama senjata sakti Kresna, sedangkan Nenggala diambil dari nama senjata milik Baladewa.

Rangkaian operasi dan patroli laut di perairan Indonesia menjadi menu utama kapal selam ini setiap tahun. Karena hanya memiliki dua kapal, Satselarmatim harus membagi rotasi dua unsurnya ini secara maksimal. Tentu saja jam berlayar keduanya amat tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur kombatan lainnya.

Jam berlayar yang sedemikian tinggi membuat KRI Cakra dan Nenggala harus seringkali mengalami perbaikan, baik yang sifatnya perawatan rutin maupun perawatan besar. Pada tahun 1993 KRI Cakra pernah melakukan perbaikan besar di PT PAL untuk mengembalikan performa mesin, pergantian baterai dan meng-update sistem sensornya. Begitu pula dengan KRI Nanggala yang menyusul masuk dok perbaikan PAL pada tahun 1997-1999. Perbaikan tersebut memakan waktu selama empat tahun.


KRI Cakra-401 di Dermaga Ujung, Armatim, Surabaya.

Satuan kapal selam Armada Timur ini lebih dikenal dengan sebutan satuan hiu kencana, dimana awak kapal dari satuan ini menyandang baret hitam berlambang Hiu kencana yang mempunyai motto “Tabah Sampai Akhir”.

Desain dan Teknologi Kelas 209

Saat pertama kali kapal selam kelas-209 diperkenalkan ke buyer (pembeli) di beberapa negara, terlebih dahulu sudah ada beberapa kapal sejenis diantaranya : kelas Daphne (Prancis), kelas Oberon (Inggris) dan kelas Foxtrot (Uni Sovyet). Dari semua, hanya kelas 209 yang konstruksinya menyediakan kemampuan yang setara namun harga yang ditawarkan relatif lebih murah.

Kelas 209 didesain oleh Ingenieur Kontor Lübeck (IKL) dengan basis rancangan kelas 206, tentunya ada peningkatan ukuran, berat dan peralatan pendukung lainnya. Dua tangki pemberat utama (main ballast) dirancang dan ditempatkan pada bagian depan dan belakang kapal, yang memberikan kemampuan menyelam lebih optimal.

Kapal ini didukung oleh empat diesel MTU dan empat generator AEG. Motor listrik AEG terpasang secara langsung ke lima atau tujuh bilah pemutar. Keberhasilan ekspor kapal selam ini tidak lepas dari tampilan teknologi yang lebih maju dari kapal selam diesel elektrik yang ada.



Konstruksi lambung kapal dirancang secara monohull, desain streamline dan material baja non magnetik. Rancangan seperti ini memungkinkan kapal bermanuver lebih lincah di dalam laut, serta kemampuan mereduksi pantulan sonar.

Desain 209 di daerah sub tropis seperti Yunani berbeda dengan kapal yang dioperasikan di perairan tropis, kapal selam di perairan tropis membutuhkan kabin pendingin udara untuk memberikan kenyamanan awak kapal. Selain itu tingginya kadar garam (salinitas) laut tropis juga memerlukan jenis sonar yang tidak sama dengan sensor bawah air di kawasan sub tropis.

Demikian halnya dengan KRI Cakra dan Nanggala, kapasitas batere kapal juga ditingkatkan di kedua fungsi pemakaian (high and low power usage), peningkatan ini menghasilkan kecepatan dan kedalaman menyelam maksimal serta menambah ketahanan lambung kapal yang mengaplikasi baja elastis berlapis dan media penyerap gelombang akustik. ©alutsista

Bersambung...

No comments: