Departemen Pertahanan Akui Kurang Proaktif
JAKARTA - Departemen Pertahanan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas TNI mengakui pasif dalam menangani kesenjangan antara produsen dan pengguna atas produk alutsista dalam negeri. Hal itu disampaikan oleh Sekjen Dephan Letjen Sjafrie Sjamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/11).
"Kelemahannya Dephan tidak proaktif. Dengan diskusi ini semua jadi terbuka, sehingga bisa dicapai komitmen antara dua pihak," kata Sjafrie.
Ia menyatakan bahwa ada beberap kebutuhan alutsista yang sebenarnya sudah bisa dipasok oleh BUMN Industri Pertahanan, namun tidak ditopang regulasi yang tepat. Sebab itulah ia berharap ke depan pada perencanaan anggaran 2010-2014 Bappenas bisa mengalokasikan anggarannya, Dephan menyiapkan proses, penggunanya (TNI) menentukan spesifikasi yang mengarah pada pengadaan dalam negeri.
"Pemerintah memperbaiki Keppres 80 sehingga aturan itu ada koridor dalam pengadaan militer yang bisa memberikan peran di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan alutsista TNI dari industri dalam negeri. Ada semacam proteksi," terangnya.
Dalam kesimpulan sementara dari diskusi tahap kedua ini, ia melihat ada tiga hal yang diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara produsen dan pengguna. Yakni, produsen perlu kebutuhan spesifik pengguna, ada legalitas jaminan pembiayaan, serta menghilangkan kekhawatiran pengguna atas produk yang dihasilkan oleh produsen.
"Oleh karena itu, ini tugas Dephan untuk menjembatani dan menerobos bagaimana industri pertahanan ini. Produsen juga harus konsekuen jangan bilang siap, tapi setelah kontrak jadi ngaret," sahutnya.
Empat Faktor Utama
Sementara ditempat yang sama Direktur Utama PT Krakatau Steel (PTKS) Fazwar Bujang berpandangan, keberadaan industri baja nasional berperan sangat strategis untuk menunjang kekuatan dan kemandirian pertahanan NKRI. Sebagai industri baja nasional, kata dia, PTKS siap menyediakan dan mengembangkan material baja yang dibutuhkan untuk bahan alutsista dan sarana pertahanan.
Menurut Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia PTDI) Budi Santoso, Peraturan Presiden RI No 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional merupakan salah satu dasar dan merupakan pusat keunggulan industri yang mempunyai peran dan fungsi sebagai industri pertahanan guna mendukung kebutuhan alutsista.
Menurutnya, restrukturisasi BUMN Industri Pertahanan diarahkan pada empat faktor utama yaitu organisasi dan sumber daya manusia, keuangan dan modal kerja, pengembangan teknologi, dan komitmen dan dukungan pemerintah dan semua pemangku kebijakan dalam pendayagunaan industri pertahanan dalam negeri.
Sumber : MEDIAINDONESIA.COM, JURNAS
No comments:
Post a Comment