Menhan: Dua Negara Tawarkan Pesawat Pengganti Nomad
M-28 Skytruck buatan Polandia yang ditawarkan ke Dephan sebagai pengganti Nomad
JAKARTA - Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, saat ini ada dua negara yang menawarkan untuk menjual pesawat pengganti Nomad. Hal ini ditegaskan Juwono terkait adanya wacana penggantian pesawat Nomad pascamusibah jatuhnya pesawat jenis Nomad milik TNI Angkatan Laut di Nunukan, Kaltim.
"Ada dua negara yang menawarkan, yaitu Polandia dan Korea Selatan. Dephan dan TNI masih mempertimbangkan mana yang akan dibeli untuk menggantikan pesawat Nomad dua sampai tiga tahun mendatang," kata Menhan Juwono Sudarsono, Kamis (10/9).
Ia juga menjelaskan, ada opsi untuk mendahulukan pembelian pesawat jenis patroli laut yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia (DI). Namun, untuk mewujudkan hal itu diperlukan suntikan dana khusus dari pemerintah kepada PT DI.
"Kita mengharapkan hal itu karena komitmen Presiden dan Wakil Presiden adalah kita mendahulukan industri penerbangan dalam negeri," kata Juwono.
Mesin Nomad Mati Mendadak
Sementara itu Pilot Letnan Satu Laut (P) Erwin Wahyuwono di RSAL dr Ilyas di Tarakan, Kamis (10/9) ketika dimintai keterangan mengenai kecelakaan pesawat Nomad mengatakan: Kedua mesin mengalami mati mendadak secara bergantian. Akibatnya, pesawat intai maritim itu jatuh dan terhempas ke pertambakan Sukun-Mentadau di Desa Sekatak Bengara, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. "Mesin kanan mendadak mati lebih dulu. Setengah menit kemudian mesin kiri ikut mati".
Pesawat jatuh saat terbang dari Long Ampung, Kabupaten Malinau, tujuan Tarakan. Pesawat berangkat dari Long Ampung pukul 12.04 Wita. Pesawat dijadwalkan mendarat di Tarakan pukul 13.17 Wita. Namun, pukul 13.00 Wita, kontak dengan Nomad terputus.
Saat mesin kanan mati, menurut Erwin, penerbangan diteruskan dengan satu mesin dan dimungkinkan karena Tarakan sudah dekat. Namun, saat mesin kedua mati, Erwin harus segera mendaratkan pesawat berpenumpang teknisi Sersan Mayor Sodikin dan enam warga sipil dari Long Ampung.
Kopilot Letnan Satu Laut (P) Syaiful menyarankan agar pesawat mendarat di sungai. Namun, menurut Erwin, mendarat di sungai yang dekat muara cukup berbahaya sebab diduga banyak buaya. Karena Syaiful kian cemas, Erwin memutuskan mendaratkan pesawat di pertambakan.
"Jelas mukjizat saya masih bisa hidup karena pesawat terbelah dua dan nyaris hancur," kata Erwin.
Erwin menyatakan duka mendalam sebab kecelakaan itu menewaskan empat dari enam penumpang sipil seketika. Mereka adalah Yakub Kayan asal Bulungan, Muslimin asal Tarakan, serta Fikri dan Sri Hardi asal Nusa Tenggara Barat. Seorang lainnya yakni Muhib meninggal dua hari kemudian di RSUD Tarakan seusai menjalani operasi di RSAL. Korban lain yang selamat yakni Muhaimin asal Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, masih dirawat di RSAL.
Muslimin telah dimakamkan di Tarakan, sedangkan Yakub dimakamkan di Bulungan. Jenazah Fikri dan Sri Hardi telah diterbangkan ke NTB melalui Kota Surabaya dengan pesawat Boeing maskapai Batavia Air, Rabu. Jenazah Muhib dibawa ke NTB juga lewat Surabaya dengan pesawat serupa, Kamis siang.
Sumber : KOMPAS.COM
No comments:
Post a Comment