Paradigma Peperangan & Perdamaian di Millenium ke Tiga (III)
Oleh : Edi S Saepudin., SP.
Kembali ke dasar pemikiran Tsun Tzu, “Kenalilah dirimu tapi lebih kenali dan dekati musuhmu”, semua falsapah dan langkah strategi memenangkan perang inilah, yang nampaknya diterapkan China dalam meraih kemenangan.
“Adalah sebuah fakta, bahwa jiwa agresor dan penjarah dari satu bangsa atau ras, tak akan pernah lekang oleh jaman, dalam tatanan aturan internasional yang mengikat semua negara didunia saat ini. Salah satu langkah cerdas yang harus diambil untuk memenangkan peperangan yang mereka lancarkan adalah masuk kedalam perangkat yang mereka ciptakan, dan kemudian mengatur strategi tindak balas dengan menggunakan perangkat yang mereka ciptakan sendiri."
Demikian kira-kira apa yang ada dibenak para pemimpin dan ahli strategi China, sehingga mereka bisa menghindarkan diri dari serangan dan leading diberbagai sektor kini. Sehingga pola serangan tanpa mengirimkan prajurit oleh agresor pada kasus Thian Anmen 1989, dapat mereka patahkan, dan pola serangan melalui Bursa Vallas (Bursa Efek) pada 1998 juga dapat mereka patahkan.
Yang lebih brilian adalah bagaimana China mampu menempatkan dirinya dalam posisi menyerang dalam perangkat yang diciptakan musuh-musuh tersembunyi ini. Sehingga siapapun yang mencoba menyerang China melalui jalur Vallas kini, bukan hanya akan dicari dan jadikan target negeri tirai bambu ini, tapi oleh “orang lain” sebuah negara super power!!.
Hanya dibutuhkan sebuah proses dalam bentuk berkas-berkas dokumen pengalihan rekening, “orang lain ini” akan langsung kebakaran jenggot, karena perekonomian negeri “orang lain ini” taruhannya.
Masa damai adalah masa yang terbaik bagi sebuah bangsa dalam mengenal dirinya, pengenalan terhadap segenap potensi dan sumberdaya yang dimiliki, serta penyusunan strategi bagi pendayagunaannya.
Kita adalah bangsa maritim, kita adalah bangsa agraris, sehingga segala kemajuan ilmu dan teknologi seyogyanya diarahkan dan difokuskan untuk membangun segala bentuk industri yang menyokong kedua pilar bangsa ini.
Demikian juga dengan perencanaan pembangunan pertahanan negara, negara ini adalah negara kepulauan, dengan luas laut yang jauh lebih besar dari daratan. Bayangkan berapa besar potensi lautan yang dicuri, dan berapa potensi daratan yang dicuri dengan menggunakan lautan sebagai jalurnya, semua karena tidak terawasi, bayangkan jika jumlah yang dicuri itu masuk kas negara, seberapa banyak hal bisa kita perbuat dengan-nya.
Sekali lagi, kewaspadaan pada masa damai jauh harus lebih tinggi dibanding jika situasi terburuk terjadi, karena situasi terburuk akan bisa dIantisipasi, selama kewaspadaan dimasa damai tak pernah bisa ditembus.
Kita pernah punya Bapak Soekarno, yang mampu memerankan hal ini dengan sangat cemerlang pada suatu masa dulu, belajarlah dari apa yang beliau tinggalkan saat merebut Irian Barat, atau belajarlah dari Bpk. Soeharto, saat masa Orde Baru, bagaimana dunia segan pada Bangsa ini, tanpa harus unjuk otot.
Jangan sampai sejarah hanya menjadi ingatan yang dicatat semata, bukankah mereka yang tidak memiliki ingatan dan menolak relevansi masa lalunya, baik perorangan, lembaga atau bahkan sebuah bangsa, adalah mereka yang sakit mental. – JAYALAH NEGERIKU -
Bandung, 21 April 2009
No comments:
Post a Comment