Tuesday, June 02, 2009

Membangun Angkatan Perang yang Layak Bagi Indonesia


Armada kapal perang TNI AL

Perairan Ambalat kembali bergolak. Kapal perang Malaysia berkali-kali menerobos blok laut seluas 15.235 kilometer persegi di Kalimantan Timur itu. Dalam catatan TNI, sejak Januari 2009, sedikitnya sepuluh kali Malaysia menerobos wilayah Indonesia. Yang terakhir terjadi pada Sabtu (30/5) lalu.

Manuver kapal perang Malaysia dalam minggu-minggu terakhir ini tentu saja ingin menguji kesabaran Indonesia. Bukan tidak mungkin kapal sekelas FPB-45 bertindak hanya sebagai umpan agar konflik regional timbul, dan bisa dipastikan Mahkamah Internasional akan turun tangan setelahnya.

Tidak hanya kali ini negeri jiran itu bertingkah. Hampir setiap tahun angkatan perang Malaysia dengan sengaja mempertontonkan kepongahannya di Ambalat. TNI tentu saja tidak berpangku tangan. TNI AL rutin menerjunkan tujuh kapal bersenjata lengkap untuk berpatroli di perairan antara Sulawesi dan Kalimantan itu. TNI Angkatan Udara pun tidak kalah siaga.Dua unit pesawat intai Boeing 737-200 dan satu unit Sukhoi 27/30 disiagakan di Makassar.

Mengapa Malaysia tergoda menguji kesabaran Indonesia? Pertama, kemenangan Malaysia atas sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional pada 2002 telah melipatgandakan nafsu ekspansinya mencaplok pulau-pulau terluar, hal ini merupakan bumerang karena tidak adanya rencana pembangunan wilayah perbatasan yang jelas oleh Pemda setempat. Terlebih lagi infrastruktur.


Armada Royal Malaysian Navy di selat Malaka

Pamer kekuatan Malaysia di Ambalat juga harus dibaca sebagai bagian dari nafsu ekspansi tersebut. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja negeri itu mencaplok Ambalat. Meskipun keputusannya hanya ada 2; yakni diujung moncong senjata dan di meja Mahkamah Internasional. Kedua, Malaysia melalui informasi intelijennya sudah mengetahui persis kekuatan mesin perang Indonesia.

Karena itulah, dengan sangat atraktif, kapal dan pesawat perang Malaysia melakukan manuver di depan hidung mesin perang Indonesia yang sudah kekurangan tenaga. Kelakuan Malaysia di Ambalat itu sudah menyentuh sendi-sendi kedaulatan negara. Oleh karena itu, harus dilawan. Namun kembali lagi kepada keberanian para petinggi negara ini memberikan perintah dilapangan, paling tidak perang urat syaraf para pelaksana tidak hanya ada di ujung corong radio komunikasi belaka.

Negara yang ingin damai adalah negara yang siap perang. Akan tetapi, kredo itu selama ini hanya kita rajut di atas mimpi Indah. Lewat Program Pengembangan Kekuatan (Probangkuat) jujur diakui, ada kemauan politik untuk membangun angkatan perang yang kuat. Namun hal ini tidak membuktikan sama sekali kemauan itu, seperti tampak pada kecilnya anggaran. Kembali digaris bawahi kecilnya anggaran militer di Indonesia bahkan di regional Asia, hanya menjadi dogma bahan tertawa-an dimeja petinggi militer negara tetangga.

Dalam APBN 2008, anggaran pertahanan hanya Rp36 triliun. Bahkan, untuk 2009, anggaran pertahanan menurun menjadi hanya Rp.33,6 triliun. Sangat jauh jika dibandingkan dengan anggaran yang diajukan TNI, yakni Rp.127 triliun. Tahun depan (2010) pun anggaran masih jauh dari kebutuhan minimal yang diharapkan, yakni hanya Rp.40 trilyun.


Armada Royal Singapore Navy di Laut China

Itu berarti, anggaran untuk TNI selama ini kurang dari 1% produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut amat sangat kurang untuk menciptakan kekuatan angkatan bersenjata minimal sekalipun. Untuk mencapai kekuatan utama diperlukan anggaran 5% dari PDB. Miris jika membandingkan anggaran dengan Singapura atau bahkan dengan Vietnam sekalipun.

Lebih tragis lagi, anggaran TNI yang kurang dari 1% PDB itu lebih banyak diserap untuk belanja pegawai dan kesejahteraan prajurit. Alat utama sistem persenjataan (Alutsista) sendiri hanya menikmati sisa dari pos-pos anggaran tersebut.

Terbatasnya anggaran itu membuat negara ini membangun profesionalitas militer hanya bermodalkan semangat lewat aba-aba baris-berbaris, bukan dengan latihan berperang. Jangankan membeli sistem persenjataan baru, memelihara alat perang yang ada saja sudah tergopoh-gopoh memanggulnya.

Tanggung jawab atas kelemahan sistem persenjataan itu harus diletakkan di atas pundak pemerintah dan DPR yang memiliki hak konstitusional untuk membagi-bagi kue anggaran.
Kini, kita sebagai rakyat, ingin mendengarkan janji kampanye para calon pemimpin bangsa ini.

Apakah para calon presiden dan calon wakil presiden mempunyai program yang konkret untuk membangun TNI yang kuat? TNI yang kuat tentu saja tidak sama maknanya dengan militerisme yang telah kita gusur melalui reformasi. Semoga mereka punya rasa nasionalisme yang besar seperti kami disini. ©ALUTSISTA/MEDIAINDONESIA.COM

3 comments:

Anonymous said...

Klo anggaran militer sedikit, ntr klo perang lawan malaysia, bisa terancam kalah. TNI dan Pemerinta h harus memperhatikan pertahanan biarpun anggaran kurang, Pertahanan RI harus kuat.
http://sosialnet.blogspot.com
http://statcivil.blogspot.com

rerets said...

Pejabat sibuk ngurusin sendiri, pemimpin kurang tegas seperti almarhum soekarno! bangsa yg dihormati adalah bangsa yg tegas! adil! kenapa alustita kita sangat minim? bangsa yg damai bangsa yang berani perang! presiden selalu memikirkan ekonomi bangsa ini! tetapi untuk harga diri bangsa kurang diperhatikan! kenapa??? secara pribadi saya merasa terhina atas tingkah laku malaysial! ingin rasanya mengganyang negara tetanggga! harga diri, kedaulatan adalah harga mati yg tidak bisa ditawar tawar lagi! sampai kapan negeri ini dilecehkan! kita rakyat biasa hanya bisa berharap kepada pemimpin untuk ketegasannya atas kekuasannya memimpin negeri ini! WE MISS YOU SOEKARNO!!

Anonymous said...

Selama korupsi merajalela , terutama di lembaga penegak hukum, maka selama itu pula kondisi Indonesia terpuruk