Thursday, May 28, 2009

TNI Minta Pemerintah Selesaikan Negosiasi Ambalat



Batas wilayah yang diakui pemerintah Indonesia (atas) dan batas laut yang di klaim Malaysia (bawah).

JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso berharap pemerintah segera menyelesaikan perundingan perihal Ambalat dengan Malaysia dan memastikan militer Indonesia tak akan menambah kekuatan armada perang di wilayah itu meski tetap akan secara ketat mengamankannya sesuai prosedur standar operasional pengamanan perbatasan wilayah laut.

"TNI dan Angkatan Bersenjata Malaysia memiliki prosedur standar operasional bersama untuk pengamanan perbatasan wilayah laut kedua negara, termasuk Ambalat." ungkap Djoko di Jakarta, Kamis (28/5).

"Jadi, jika terjadi pelanggaran, maka masing-masing akan menjalankan tugasnya sesuai prosedur bersama yang telah disepakati dan melakukan komunikasi dengan mereka sampai tahapan pengusiran terhadap kapal-kapal mereka yang melanggar wilayah RI," tegasnya.

Djoko mengakui, kapal-kapal perang Malaysia kerap melanggar perbatasan wilayah perairan Ambalat. "Itu karena kedua pihak baik Malaysia maupun Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat terhadap batas kedua negara di Ambalat. Jadi, batas wilayah kedua negara di Ambalat yang masih disengketakan ini harusnya segera diselesaikan oleh pemerintah kedua negara," kata Djoko.

Oleh karena itu, sambil menunggu hasil perundingan kedua pemerintahan mengenai Ambalat, TNI tetap melakukan pengamanan yang sesuai dengan prosedur standar operasional TNI dan Angkatan Bersenjata Malaysia.

Panglima TNI mengungkapkan, angkatan bersenjata kedua negara kerap bertemu secara rutin untuk membahas berbagai persoalan di perbatasan kedua negara, baik perbatasan laut maupun darat.

Sumber : ANTARA

2 comments:

Tofan Fadriansyah said...

yang saya bingung, bagaimana malaysia bisa membuat peta tahun 1979 tersebut?apa dasarnya dan juga apakah itu sepihak?

dsofandi said...

Kronologinya begini bro :

Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penanda tanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia, kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969.

Tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru dengan memasukan Batu Puteh (Pedra blanca), pulau Sipadan dan Ligitan (yang masih status quo). Tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura (klaim atas Pedra Blanca) yang pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.

Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia akan tetapi, kembali pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan. Dan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati pulau Sebatik.

Peta hasil terbitan Malaysia inipun kembali diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia. Telah berkali-kali pihak Malaysia membuat sendiri peta wilayahnya padahal telah ada perjanjian Tapal Batas Kontinental antara Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan 1970. Jelas saja masyarakat Indonesia melihatnya sebagai perbuatan sepihak yang secara terus menerus ingin melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Disisi lain apa yang telah dilakukan tentaranya (TLDM) merupakan hal yang benar, dipahami dan diakui pemerintahan Malaysia sebagai sebuah tindakan legal.