Monday, March 02, 2009

Anggaran TNI Idealnya 5,7 Persen Dari PDB



©old soldier

DIREKTUR Eksekutif Institute of Defense Security Study (IODAS) Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, alokasi anggaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dibanding anggaran pos lainnya, termasuk rendah. Padahal TNI idealnya mendapat anggaran 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) agar terhindar dari berbagai ancaman seperti kehilangan wilayah hingga separatisme.

"Anggaran TNI tidak pernah lebih dari satu persen atau rata-rata hanya 0,98 persen dari PDB, bahkan tahun ini malah turun jadi 0,6 persen karena ada Pemilu," katanya saat Peluncuran Bukunya Berjudul Defending Indonesia di Jakarta, Minggu (28/1) kemarin. Apalagi dibandingkan negara di kawasan Asia Pasifik. Anggaran militer Indonesia tergolong kecil.

Dalam bukunya "Defending Indonesia" Connie menggambarkan bagaimana postur dan kemampuan TNI dengan perbandingan negara-negara tetangga. Buku ini, bagi Connie diharapkan bisa menjadi referensi untuk kemajuan TNI di masa mendatang.

Pengamat Politik dari FISIP UI ini mengatakan, dengan anggaran yang minim, alat utama sistem pertahanan (Alutsista) Indonesia juga akan lemah, dan dampaknya pertahanan Indonesia kurang memadai.

Indonesia, merupakan negara yang sangat luas wilayahnya yang menuntut perlindungan maksimal dari sengketa wilayah, sumber daya laut yang dicuri, hingga upaya mencegah separatisme.



Indonesia juga selalu dianggap ancaman oleh negara-negara lain, karena itu tidak mungkin Indonesia terus menerima kondisi seperti ini dengan terus berniat baik. "Militer Indonesia dibangun tanpa niat sebagai pengancam, bahkan sangat lemah dalam sarana militer, tank tua, kapal yang tanpa radar, pesawat yang ketinggalan zaman, sementara negara lain terus membangun peralatan militernya," katanya.

Konstelasi di kawasan Asia Pasifik saat ini, juga telah berubah, di mana negara lain telah meningkatkan anggaran militernya, seperti China, India, Jepang, Korea, termasuk negara-negara tetangga. Hal ini menambah ketidakpastian masa depan. "Satu tentara Singapura hanya menjaga sembilan penduduk, sementara satu tentara Indonesia harus menjaga 1.000 penduduk, ini memprihatinkan," katanya.

Dia menyesalkan, rakyat Indonesia yang selalu menuduh TNI melanggar HAM, padahal tentara Indonesialah yang selama ini sering dilanggar hak-haknya. Dia juga memberi contoh Israel yang lemah, dikelilingi negara-negara yang dianggap lawan dan tidak punya uang mencari cara meningkatkan pertahanannya dengan bekerjasama dengan AS.

Perkembangan hubungan Indonesia-AS sejak naiknya Barack Obama ke kursi Presiden, ujarnya, seharusnya dimanfaatkan dengan baik, karena kebetulan Obama pernah tinggal di Indonesia dan cinta Indonesia.

Kedatangan Menlu AS Hillary Clinton dengan gagasan "comprehensive partnership", menurut dia, merupakan pertanda keinginan Washington untuk membangun hubungan yang lebih luas dengan Indonesia. "Tapi sayangnya ada hambatan, eksekutif sulit bergerak, jadi memang lebih baik pihak non eksekutif yang maju," kata istri mantan Pangkostrad Letjen TNI Purn Djaja Suparman ini.

Connie berharap kunjungan menlu AS Hillary Clinton bisa dijadikan momentum untuk kembali membuka hubungan kerjasama yang lebih erat dan menangkap kesempatan untuk meningkatkan kembali kerjasama militer Indonesia-AS, terutama untuk mengoptimalkan kembali kemampuan senjata-senjata buatan AS yang kurang berfungsi akibat embargo beberapa tahun lalu.

Sumber : JURNAS

No comments: