Kisah di Balik Suksesnya Pembuatan Kapal Perang KRI Krait
Awal Desember 2008 lalu, Indonesia mencatat sejarah baru berhasil meluncurkan satu KRI bebahan alumunium yang dikerjakan anak-anak Indonesia di Tanjunguncang. Seperti apa kisah di balik suksesnya pembuatan kapal perang tersebut?
Membuat kapal perang (KRI) berbahan dasar aluminium yang sukses dilakukan di Batam bukanlah sesuatu pekerjaan yang mudah. Selain dikejar waktu, KRI itu haruslah sesuai dengan standar sekelas kapal patroli TNI AL.
Bukan hanya persoalan waktu dan biaya yang diploting dari Mabes TNI-AL, proses awalnya pun banyak menemukan kendala. Buktinya, dalam proses pembuatan design sudah tiga kali gambar kapal tersebut diganti, hanya untuk suatu alasan yang lumrah, yakni anggaran tak mencukupi.
Desain awal, seharusnya kapal perang itu berkecepatan 32 knot. Itu berarti mesin yang dibutuhkan haruslah mesin 2.700 HP (horse power) x 2. Namun, harga mesin sebesar itu kurang lebih mencapai 8 hingga 10 miliar Rupiah untuk satu buah mesinnya.
Desain yang telah susah payah dibuat, kemudian diganti dengan merancang kapal berkecepatan di bawahnya, yakni ukuran 1,250 HP x 3 dengan kecepatan 28 knot. Lagi-lagi tersandung pendanaan. Karena selisih harganya tak sedemikian signifikan. Rancangan kapal kembali dirubah terutama pada hull (bawah air) kapal tersebut. ”Dengan perubahan itu, para desainer kapal harus bekerja ekstra berhati-hati,” kata perwira pengawas (pawas) pembangunan Fasharkan Mentigi Kapten Gatot Arijanto ketika ditemui Batam Pos, belum lama ini.
Akibat terkendala dana tersebut, ia bersama jajarannya kembali mengajukan proposal ulang dengan desain berkapasitas lebih kecil, yakni kecepatan kapal mencapai 20 knot, dengan desain mesin 1250 HP x 2, yakni mesin MAN buatan Jerman berstandar marine class. Setelah mendapat persetujuan Mabes TNI-AL dengan rancangan yang ada, kendala lain terus muncul, yakni mencari shipyard (galangan kapal) berpengalaman yang mampu menyelesaikan pengerjaan kapal tersebut.
Dilakukanlah survei keliling di seluruh shipyard yang ada di Batam. Dari keseluruhan yang dikunjungi, hanya sekitar empat hingga enam shipyard yang sanggup mengerjakan kapal tersebut, namun tak semunya memiliki lisensi seperti yang diharapkan. Alumni teknik perkapalan Universitas Hang Tuah Surabaya itu, mengaku nekat menggandeng PT Batam Express Shipyard (BES) yang nota bene perusahaan galangan milik anak bangsa.
Bersama pimpinan tertinggi Fasharkan Mentigi Uban, yakni Kolonel Sugeng dan dua anak buahnya masing-masing Lettu Syahrul dan Agus Santoso, memutuskan untuk tetap menyelesaikan pekerjaan tersebut. ”Ditetapkannya PT BES sebagai pelaksana pekerjaan itu bukanlah tanpa kendala,” kata dia. Pasalnya, PT BES belum pernah membuat kapal perang (KRI) terutama kapal yang memiliki linggi (haluan) yang agak ekstrim serta memiliki spesifikasi khusus.
Sumber daya manusia (SDM) lokal yakni putra-putri Indonesia yang berada di shipyard PT BES yang diawasi Fasharkan Mentigi selama 14 bulan secara bahu-membahu melaksanakan proyek itu. KRI made in Indonesia berbahan aluminium itu adalah kapal pertama yang mampu dikerjakan anak bangsa. Walau buatan dalam negeri, material pembuat kapal itu umumnya didatangkan dari luar negeri. ”Untuk plat aluminium ukuran 4 milimeter sampai 30 milimeter harus dibeli dari Italia, Yunani, bahkan Afrika Selatan. Sedangkan jaringan elektrikal (Schendier) dari Prancis,” ujar Gatot.
KRI Krait sendiri memiliki sistem pendukung pengamanan untuk peluncuran rudal ke permukaan (SSM), radar marking (penandaan) yang bisa membaca nama kapal musuh.
Program alih teknologi antara PT BES dan Fasharkan Mentigi untuk menyelesaikan KRI tersebut akhirnya tercapai. ”Hanya satu tujuan, yakni menunjukkan pada negara lain bahwa Indonesia juga mampu mendesain, membuat, dan memiliki kapal perang berbahan aluminium,” imbuh Djuhairi.
Sumber : BATAM POS
1 comment:
saya sangat setuju jika kapal patroli TNI AL ukuran 40 m seperti KRI krait dipersenjatai rudal anti kapal, karena dengan pertimbangan pertikaian antara 2 negara bertetangga seperti Indonesia dan negara tetangga terpicu adanya sengketa wilayah persengketaan seperti di Ambalat, bentrokan pertamakali akan terjadi oleh kapal patroli di wilayah sengketa, maka sudah sepantasnya kita mempersenjatai kapal patroli PC 40 dengan Rudal jarak menengah atau jarak pendek, atau PC 36 juga dapat dilengkapi pula, karena KEMENANGAN pada insiden bersenjata yang pertamakali tersebut sangat besar pengaruhnya secara psikologis terhadap kelanjutan sengketa wilayah tersebut, setelah insiden tersebut belum tentu diteruskan dengan konflik antara dua negara yang lebih besar,tetapi dampak bagi harga diri serta kedaulatan bangsa sangat besar,kita harus melengkapi kapal patroli dengan senjata yang terbaik untuk meraih kemenangan yang diharapkan demi keutuhan NKRI
Post a Comment