Pesawat Nir-Awak Buatan Indonesia (II)
UAV IRKUT-10
Ada yang menarik saat saya bertandang ke PT.Aviator Teknologi Indonesia (ATI) ) di Indo-Defence 2008 lalu, yakni terpampangnya logo IRKUT Corp. di backdrop stand pameran.
IRKUT Corp. adalah satu dari dua perusahaan asal Russia pembuat pesawat tempur terkenal Sukhoi, salah satu produk anyar-nya adalah pesawat Su-30MKM milik TUDM Malaysia.
Ternyata IRKUT juga punya lini produk berupa pesawat nir awak (UAV), dan perkembangannya sudah berjalan belasan tahun. Salah satu produk UAV yang ditampilkan di event Indo-Defense 2008 kemarin adalah IRKUT-10.
Meskipun bentuk dan ukuran IRKUT-10 jauh lebih ramping dibandingkan ScanEagle buatan Boeing-AS, kemampuannya tak kalah canggih dan modern. Dengan endurance 2,5 jam, UAV ini mampu menstransmit data-data yang diterima dari sensor yang dibawanya secara realtime ke stasiun pengendali yang berjarak 70Km jauhnya.
Fungsional IRKUT-10 lebih dikhususkan bagi unit-unit infantry dan artileri medan, namun untuk misi-misi tertentu payload bisa ditukar dengan perangkar sensor lainnya sesuai kebutuhan.
Cukup unik memang, selain bentuknya yang aerodinamis proses assembling/ perakitannya pun relatif mudah. Sehingga sangat cocok untuk digunakan unit khusus infantri dalam menjalankan operasi. Karena mudah dibawa kemana-mana oleh personnel.
Diperlukan waktu 15 menit untuk mempersiapkan UAV ini, dengan teknik peluncuran secara manual menggunakan tangan dan system ketapel. Semuanya bisa dilakukan oleh 1-2 personel saja, sekaligus merangkap kru ground control.
Skema control dan ground console station IRKUT-10
Kolaborasi PT.ATI dengan IRKUT Corp.
Pertanyaannya sekarang, apa hubungan antara IRKUT dan PT.ATI?!? Apakah IRKUT ingin memasarkan produknya lewat PT.ATI?!? Atau PT.ATI ingin menggandeng IRKUT jadi mitranya dalam mengembangkan UAV?!
Pertanyaan-pertanyaan ini sempat saya lontarkan langsung ke staf PT.ATI, jawabannya tak lain adalah “Transfer of Technology (ToT)”. "Ini harus segera dilakukan secepatnya oleh kita untuk mengejar ketertinggalan dalam pengembangan UAV", ungkapnya.
"Belum lagi besarnya dana yang diperlukan untuk penelitian dan pengembangan sampai dengan tahap produksi. Inilah jalan keluar, untuk mempersingkat waktu dan mengejar ketertinggalan di sistem kendali UAV", ujarnya menambahkan.
Paling tidak prototype dari Litbang BPPT (PUNA) pun nantinya dapat diaplikasikan sistem kendali dan sensornya, sehingga Pelatuk, Gagak dan Wulung yang mempunyai kemampuan angkut bervariasi dapat menyesuaikan payload seperti apa yang akan dibawanya.
Saat ini ada keterbatasan dalam pengadaan beberapa sensor dan sistem surveillance yang diperlukan untuk UAV yang dikembangkan di Indonesia. Perihal ini-lah yang akan di tutupi oleh IRKUT.
Kolaborasi ini tidak hanya berupa pengadaan beberapa perangkat sensor yang dibutuhkan, tetapi juga alih ilmu pengetahuan dan teknologi UAV yang dikuasai teknisi IRKUT kepada teknisi-teknisi di Indonesia.
PT.ATI juga kembali menegaskan bahwa IRKUT digandeng hanya sebagai mitra, bukan sebagai agen penjualan dari produk yang dipasarkan IRKUT. Begitu pula sebaliknya. Namun hubungan kesetaraan tetap diperlukan, karena jika mengesampingkan segi komersil maka industri strategis swasta tidak akan hidup lama.
Masih ada beberapa program ujicoba yang akan dilakukan antara IRKUT dan PT.ATI, dan mereka berharap 2009 nanti program ujicoba UAV/TUAV dapat rampung seluruhnya. Sehingga 2010 nanti pesawat nir-awak buatan anak bangsa ini bisa siap diproduksi.
Copyright @lutsista
No comments:
Post a Comment