Perencanaan Dephan Belum Optimal
PERENCANAAN Pertahanan Departemen Pertahanan (Dephan) dan TNI dianggap belum optimal. Selama ini belum ada program dan penganggaran rencana yang matang dan jelas. Rencana dibuat hanya berdasarkan anggaran yang diterima pada tahun berjalan.
"Harusnya ada gambaran besar kekuatan pertahanan dibangun berdasarkan apa, butuh apa, dan mana yang lebih diutamakan," kata Pengamat Militer Jaleswari Pramodhawardhani saat diskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jakarta, Kamis (27/11).
Dia mencontohkan, Dephan selalu mengatakan anggaran ideal pertahanan sekitar Rp100 triliun. Jaleswari mempertanyakan dari mana patokan munculnya jumlah tersebut. Masalahnya, sampai saat ini pun, belum ada kajian berapa gaji dan tunjangan ideal bagi prajurit TNI. Berbeda dengan Polri yang pernah mengungkapkan bahwa kesejahteraan minimal anggota polisi mencapai Rp7 juta per bulan.
"Kalau dari gaji saja belum ada hitungan, apa lagi yang lain," katanya.
Karena itu, dia meminta Dephan memaksimalkan dana yang sudah ada. Terlebih, dua tahun terakhir anggaran pertahanan semakin turun. Anggaran pertahanan 2009 realisasinya hanya Rp32 triliun. Dipotong 3,9 persen oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dari anggaran yang sudah disetujui sebelumnya. Jumlah ini berkurang Rp2 triliun dari tahun sebelumnya.
Awal pekan ini, Dephan meminta TNI mengevaluasi pengadaan senjata dan perekrutan personel baru di jajarannya. Langkah ini menjadi antisipasi strategi pengamanan anggaran pertahanan 2009 menyusul dinamika krisis global.
"Hasil evaluasi diserahkan secepatnya karena sudah mepet," kata Sekretaris Jenderal Dephan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin.
Dia menjelaskan, Dephan menetetapkan rambu-rambu pembatasan sesuai platform anggaran yang tersedia. Untuk fasilitas kredit ekspor yang sudah berjalan, Dephan akan tetap memperjuangkan realisasinya. Sjafrie mencontohkan, pengadaan enam Sukhoi dari Rusia yang kini sedang dalam proses akhir.
Hanya saja, tambah dia, untuk belanja senjata yang akan datang TNI diminta menyesuaikan prioritas. "Sehingga anggaran yang ada saat ini bisa memenuhi kebutuhan mereka," katanya.
Tak hanya itu, Dephan juga mengambil kebijakan mengurangi rekrutmen prajurit sesuai anggaran yang tersedia. Menurut Dirjen Perencanaan Pertahanan Dephan Laksda Gunadi, dana untuk gaji dan tunjangan pegawai pertahanan mencapai Rp19 triliun per tahun. Artinya, hampir 70 persen dari total anggaran.
"Dana terus turun sehingga perlu ada efisiensi belanja pegawai," katanya.
Dia menjelaskan, membengkaknya gaji tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang memperpanjang usia pensiun prajurit TNI pada 2004 lalu. Tamtama dan Bintara yang sebelumnya pensiun umur 48, menjadi 53 tahun. Begitu pula dengan perwira yang usia pensiunnya menjadi 58 tahun, dari sebelumnya 55 tahun.
Gunadi mengatakan, meski anggaran terus turun ada lima hal yang tidak boleh dkurangi. Antara lain, gaji pegawai, pembayaran operasional dan pemeliharaan minimum, kegiatan prioritas nasional, pinjaman hibah luar negeri, dan peningkatan kemampuan personel.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga membuat Dephan berupaya memangkas proses kredit ekspor. Menurut Dirjen Sarana Pertahanan Dephan Marsda Eris Herryanto, selama ini dibutuhkan 32 bulan untuk menyelesaikan kredit ekspor. Akibat lamanya waktu, sering kali teknologi jadi tertinggal. Harga senjata juga makin naik. Ujung-ujungnya jumlahnya turun padahal anggarannya tetap.
Eris menjelaskan, prosedurnya kredit ekspor selama ini di mulai dari angkatan ke markas besar TNI, kemudian Dephan. Setelah itu, Depkeu melakukan proses pencarian peminjam selama enam bulan. Setelah load agreement disetujui, bola di tangan DPR selama tiga bulan bulan.
Dephan berupaya antara pengadaan dan finansial dapat dilaksanakan paralel. "Bisa hemat waktu 13 bulan," katanya.
Sumber : JURNAS
No comments:
Post a Comment