Tuesday, November 11, 2008

Kemandirian Alutsista : Berinovasi di Tengah Berbagai Keterbatasan


Kapal Landing Platform Dock (LPD) yg tengah dibangun PT.PAL

Inilah salah satu dari dua unit kapal jenis landing platform dock 125 meter, yang dibangun di galangan pembuatan kapal milik PT PAL, Surabaya, Jawa Timur. Rencananya kapal pesanan dari Departemen Pertahanan untuk TNI Angkatan Laut itu selesai Mei 2009.

Kemandirian industri persenjataan? Hal itu bukan sesuatu yang tidak masuk akal untuk diwujudkan di Indonesia. Bahkan, sebetulnya kemandirian hanya perkara waktu dan pembiayaan belaka.

Dengan dana dan waktu yang memadai, terutama untuk bisa terus memproduksi serta memperbaiki kesalahan dan kekurangan produk sebelumnya, kemandirian peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) adalah suatu keniscayaan di negeri ini.

Cuma masalahnya, kapan kita akan punya cukup biaya dan waktu untuk mewujudkan kemandirian itu? Boleh jadi pertanyaan itu masih pelik untuk bisa dijawab dalam waktu dekat. Apalagi, mengingat alokasi anggaran belanja pertahanan selama ini jauh di bawah 50 persen dari kebutuhan riil minimal.

Akan tetapi, hal itu tidak lantas membuat sejumlah industri strategis nasional berhenti melakukan sesuatu. Bahkan, walau masih banyak menemui berbagai kendala, beberapa industri strategis nasional setidaknya telah menghasilkan sejumlah produk alutsista yang dapat diandalkan.


LPD TNI-AL yang dibangun di Korea Selatan

Sebut saja PT PAL di Surabaya dan PT Pindad, khususnya Divisi Amunisi, yang berada di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kedua industri strategis itu terbukti mampu menghasilkan sejumlah produk persenjataan yang dapat diandalkan.

Dalam paparannya di depan sejumlah wartawan, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT PAL Sewoko Kartanegara menyatakan mendapat kepercayaan sejumlah negara, terutama dalam pembuatan kapal jenis niaga. Paparan itu digelar saat sejumlah wartawan berkunjung ke PT PAL dan PT Pindad atas undangan Departemen Pertahanan, akhir Oktober lalu.

Selama ini, menurut Sewoko, PT PAL sanggup membangun kapal angkut peti kemas berbobot mati 50.000 ton, sejumlah varian kapal tanker, kapal penumpang, dan kapal penangkap ikan. PT PAL juga mampu membangun galangan pengeboran minyak lepas pantai dan pembangkit listrik berkekuatan hingga 600 megawatt. Tidak hanya itu, PT PAL juga bergerak di bidang pemeliharaan dan perbaikan kapal, bahkan kapal perang dan kapal selam milik TNI Angkatan Laut (AL).

Pada divisi kapal perang, PT PAL juga membangun sejumlah kapal patroli cepat (fast patrol boat/FPB), mulai dari kapal dengan panjang 14 meter, 24 meter (lambung kayu), FPB 24 meter (lambung aluminium), FPB 28 meter (lambung kayu), dan FPB 34 meter lambung aluminium.

Kapal patroli cepat itu dibeli sejumlah instansi pemerintah, mulai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Polri, BP Migas, hingga BPPT, dan pesanan Departemen Pertahanan untuk keperluan TNI AL.

Untuk kepentingan TNI AL, PT PAL membangun 12 unit kapal FPB jenis 57 meter, baik tipe patroli, SAR, maupun kombatan (dipersenjatai). Dengan pengalaman itu, PT PAL sekarang membangun dua unit kapal jenis landing platform dock (LPD) dengan panjang 125 meter.

Dua unit kapal itu adalah bagian dari total empat unit kapal yang dipesan Pemerintah Indonesia (Departemen Pertahanan) ke galangan pembuatan kapal di Korea Selatan, yang kemudian disubkontrakkan kembali ke PT PAL. Rencananya, Mei 2009, satu unit kapal LPD 125 meter selesai dibangun di PT PAL.

Kapal LPD 125 meter itu dirancang sebagai kapal angkut personel dan juga tiga unit helikopter berukuran kecil. Kecepatan maksimum kapal itu mencapai 15 knot dan memiliki daya tahan (endurance) berlayar selama 30 hari.

Saat ini PT PAL juga tengah mengembangkan sejumlah persenjataan dan beberapa jenis kapal perang lain. Jenis inovasi itu seperti pengembangan pembangunan Kapal Perusak Kawal Rudal 105 meter.

Selain itu, PT PAL juga tengah mengembangkan kapal pengangkut helikopter dari kapal angkut sipil jenis STAR-50 Double Skin Bulk Carrier berbobot mati 50.000 ton (DWT), yang telah dibangunnya.



Tank Amfibi BTR-50P

Inovasi lain yang patut dibanggakan, PT PAL saat ini juga tengah memodifikasi kendaraan tempur amfibi BTR-50P menjadi armoured floating vehicle. Jika semua jenis persenjataan itu dapat dibangun, dipastikan akan menghemat penggunaan anggaran pengadaan senjata lumayan besar.

Sayangnya, tambah Sewoko, bisa dibilang seluruh industri strategis dalam negeri yang ada, termasuk PT PAL, mengalami kekurangan modal kerja. Padahal, ketersediaan modal kerja itu sangatlah dibutuhkan untuk bisa berproduksi.

Sebenarnya diyakini masih ada sedikit peluang pengadaan modal kerja itu diperoleh dari alokasi pengadaan lewat mekanisme kredit ekspor. Namun, peluang itu masih terkendala masalah kebijakan keuangan yang ada.

Belum lagi persoalan masih ditambah dengan minimnya daya beli TNI sebagai pengguna akhir (end user) produk mereka, yang juga mengalami keterbatasan anggaran akibat minimnya alokasi belanja pertahanan pemerintah.

Akibatnya tidak heran proyek besar, seperti Korvet Nasional, yang sudah dicanangkan sejak tahun 2004, tidak kunjung terealisasi. Padahal, PT PAL secara teknologi dan sumber daya manusia terbilang punya pengalaman dan kemampuan.

Meski begitu, proyek bergengsi macam itu tetap membutuhkan dukungan dana yang memadai, termasuk komitmen kebijakan yang berkelanjutan dari pemerintah, siapa pun yang terpilih dalam pemilu mendatang.

Sumber : KOMPAS

4 comments:

soe_tjip_to said...

Jika di lihat dari pengalaman PT.PAL yang mampu membuat kapal berbobot 50.000 ton, PT PAL mempunyai kemungkinan untuk membuat kapal sekelas fregat bahkan LHD tidak sebatas kelas korvet berkemampuan destroyer. Namun, hal yang paling penting dalam membuat produk pertahanan adalah seberapa besar kemampuan mematikan produk tersebut. Hal ini berkaitan dengan produk komponen pendukungnya seperti perangakat avionik(radar,navigasi,telemetri,jamming, dan perangkat elektronik untuk membantu tingkat presisi analisa),persenjataan(artileri berkaliber di atas 150mm,rudal ssm,aam,sam, torpedo)dan kemampuan daya jelajahnya. dari hal yang di paparkan tadi industri pertahanan dalam negeri masih kesulitan bahkan tidak mampu membuat dengan standar NATO. Ini tentu saja secara teknologi industri pertahanan dalam negeri masih belum layak sebagai industri pertahanan karena kemampuan produk yang di hasilkan dengan teknologi yang telah di kuasai hanya memiliki kemampuan sebatas di tingkat sipil belum ke militernya.

Unknown said...

fantastik,,semakin banyak alutsista yang diproduksi didalam negeri, tentu akan menekan anggaran belanja militer bangsa ini. setahu saya banyak program yang sedang dijajaki, akan tetapi jangan hanya wacana dan sebatas tandatangan kontrak semata. jayalah TNI

Unknown said...

fantastik,,asal kerja sama dalam pembuatan alutsista jangan hanya wacana dan sebatas tandatangan kontrak semata. jayalah TNI ku

Fathur Rohman Muddassir said...

PT PAL dan PT PINDAD andalan kita untuk menangani bidang Alutsista TNI kita, harapanku kepada para Anggota DPRRI yang membidanginya untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesuksesan alutsista kita di era KIB ke 2 ini.