ADS-B : Teknologi Masa Depan Pengganti Radar ?
ADS-B ini memang terlihat revolusioner, dengan hanya berbekal antenna dan alat kurang dari sebesar lemari es kecil dapat mendeteksi pesawat terbang dan menampilkan lalu lintas udara. Inikah akhir dari era radar ?
ADS-B atau kepanjangan dari Automatic Dependent Surveillance- Broadcast seperti namanya adalah teknologi pendeteksi dimana setiap pesawat lewat transponder yang dimiliki memancarkan setiap dua kali dalam tiap detik informasi ketinggian, posisi, kecepatan, arah, dan informasi lainnya ke stasiun darat dan pesawat lainnya. Informasi ini didapat dari informasi Global Positioning System (GPS) atau backup FMS (Flight Management System) yang ada di pesawat masing-masing.
Diagram ADS-B
Setiap pesawat memancarkan sinyal data-data kondisi penerbangan yang dibantu satelit GPS, via transponder yang dimiliki dan ditangkap station base darat untuk diteruskan ke ATC.
Informasi yang menuju ke stasiun darat ini disebut ADS-B Out yang hasilnya dapat dilihat berupa output layaknya melihat layar lalu lintas udara pada umumnya. Informasi ini juga dapat dipancarkan untuk pesawat yang dilengkapi ADS-B dan akan terlihat dalam cockpit traffic display. Inilah yang disebut sebagai ADS-B In. Sebagai tambahan, stasiun darat ADS-B dapat memberikan informasi tambahan lainnya seperti kondisi cuaca dan informasi ruang udara lewat link yang ada.
Radar
Sedangkan alat pendeteksi konvensional, radar atau kepanjangannya Radio Detection and Ranging, menggunakan gelombang radio untuk pendeteksian. Jika gelombang yang dipancarkan mengenai benda (dalam hal ini adalah pesawat) akan berbalik arah, dan waktu yang diperlukan untuk kembali lewat alat penerima dapat mengetahui informasi jarak, kecepatan, arah, dan ketinggian.
Perkembangan radar menambah peralatan baru yang bernama SSR (Secondary Surveillance Radar) sebagai pelengkap radar (Primary Surveillance Radar). SSR merupakan penemuan militer yang bernama IFF (Identification Friend or Foe). Cara kerjanya setiap kali radar melakukan “sapuan” gelombang maka disaat itu juga sinyal berfrekuensi tinggi akan dipancarkan. Sinyal ini diterima oleh transponder di pesawat dan akan memancarkan sinyal untuk dikembalikan ke stasiun radar darat. Ini akan memberikan keakuratan terhadap lokasi pesawat daripada hanya mengandalkan gelombang radar semata.
Transponder di pesawat memiliki beberapa mode. Mode-A dapat memberikan informasi digit identifikasi pesawat yang selalu di-update oleh pilot saat terbang berdasarkan instruksi ATC. Mode-C dapat memberikan informasi ketinggian dengan data dari altimeter pesawat.
Perkembangan selanjutnya adalah Mode-S (dan varian berikutnya Mode-S Extended Squitter/ES) yaitu memberikan informasi identifikasi unik setiap pesawat yang diproduksi yang terus dipakai sampai non operasional. Mode-S berbeda dengan lainnya karena selalu aktif memancarkan sinyal identifikasi berfrekuensi 1090 MHz, ia juga memberikan informasi kondisi terbang pada masing-masing pesawat.
Ini juga-lah yang dipakai untuk pengembangan piranti pencegah tabrakan antar pesawat, TCAS (Traffic Alert and Collision Avoidance System).
Pengganti Radar ?
Dengan sifatnya itu, Mode-S menjadi inspirasi lahirnya ADS-B. Cukup dengan antenna untuk menangkap sinyal Mode-S ini lalu ditampilkan di layar. Stasiun darat untuk operasi ADS-B ini memang sederhana dan murah, hanya antenna dan peralatan dalam kotak kecil nan ringkas sehingga dapat dipasang dengan mudah dan tidak makan banyak tempat.
Bisa dipasang di menara seluler ataupun tempat dengan ketinggian yang mencukupi.. Bandingkan dengan radar, yang memiliki perangkat berat dan lebar, harus berputar 360 derajat untuk dapat mentransmisikan gelombang untuk pendeteksian. Belum lagi untuk masalah perawatan dan listrik yang dipakai.
Tapi yang jadi pembeda dari kedua alat ini adalah sifat mendasar ADS-B yaitu sinyal pasif sedangkan radar adalah aktif. Inilah yang menjadi kelemahan ADS-B. Pesawat yang tidak dilengkapi transponder, atau transpondernya rusak ataupun sengaja dimatikan dapat menjelma menjadi pesawat “stealth” alias menghilang dari layar.
Ini akan beresiko terjadinya tabrakan di udara. Kelemahan ini yang menjadikan ADS-B bukan sebagai pengganti ideal dari radar.
Karena teknologi dan alat yang simple, ADS-B ini dapat dimonitor pula oleh publik. Hobbyists dapat membeli merk yang tersedia dipasaran diantaranya adalah Kinetiks Avionics dan AirNav System RadarBox.
Dengan memakai sebuah antenna penerima dan alat yang compatible dengan Personal Computer (PC), sehingga seseorang dapat berperan sebagai ATC amatir. Memang belum ada regulasi yang mengatur mengenai hal ini. Tapi untuk pengamanan, situasi yang ditampilkan dilayar adalah delay lima menit.
Implementasi ADS-B
Teknologi memang terus berkembang, bisa jadi suatu saat perangkat ADS-B ini dapat mendeteksi secara aktif. Meskipun belum 100 persen sempurna teknologi ini dapat dipakai secara luas sebagai komplementer dan sebagai back up dari radar konvensional jika mengalami kegagalan. Apalagi dengan mudahnya memasang peralatan ini untuk negara berwilayah luas dan kondisi geografis yang tidak memungkinkan seluruh wilayah dipasang radar.
Bagaimana dengan Indonesia ? Dengan wilayah geografis yang luas dan masih belum terjangkau seluruh wilayah dengan radar, lalu lintas udara yang makin ramai, plus kendala keuangan, ADS-B harus segera diterapkan di Indonesia.
Dalam anggaran tahun 2008, Departemen Perhubungan mengeluarkan uang sebesar Rp.80 milyar untuk pembangunan 14 menara ADS-B dengan wilayah diantaranya di Tangkuban Perahu, Cilacap, Sitoli, Banda Aceh, Kintamani, Tarakan, Galela, dan Palu.
Rencana kedepan total Indonesia akan memiliki 30 unit pada tahun 2010. Dengan perkiraan memakan waktu lima tahun untuk dapat berintegrasi dengan radar yang telah dimiliki, diharapkan kasus hilangnya Adam Air awal tahun 2008 tidak perlu terjadi kembali dan semakin meningkatkan keselamatan terbang khususnya lalu lintas udara nasional. (Sudiro Sumbodo, Jakarta, 2008)
1 comment:
wkwkwkwk>>>Padahal buat radar sangat murah....
silahkan dilihat disini
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=165859
Post a Comment