Friday, October 10, 2008

RI Tetap Tolak Asing di Selat Malaka



INDONESIA kembali menegaskan penolakan terhadap masuknya kekuatan asing dalam mengamankan Selat Malaka. Negara lain di luar Indonesia, Malaysia, dan Singapura hanya diperbolehkan memberikan bantuan dalam bentuk pengembangan kekuatan seperti hibah radar ataupun kapal.

Hal ini diungkapkan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksdya Moekhlas Sidik saat Simposium Angkatan Laut Pasifik Barat ke 11 (Western Pacific Naval Symposium) di Busan, Korea Selatan, Kamis (9/10). Pertemuan dua tahunan ini dihadiri pejabat tinggi Angkatan Laut 18 negara anggota dan enam negara pengamat (observer).

Forum dijadikan ajang pembahasan isu aktual maupun masalah yang diperkirakan berkembang di masa depan di negara-negara pasifik barat. Menurut Moekhlas, penegasan diperlukan karena secara tersirat beberapa negara seperti Amerika Serikat, India, ataupun Jepang tetap ingin menghadirkan kekuatan Angkatan Lautnya.

"Awalnya beberapa negara memang meragukan pengamanan di Selat Malaka," katanya usai pertemuan. Karena itu, TNI AL dan dua matra laut negara pantai di selat tersebut terus memberikan penjelasan usaha-usaha yang sudah dilakukan untuk mengamankannya. Salah satunya adalah kesepakatan melakukan patroli terkoordinasi.

Hasilnya, tahun ini dan 2007, tidak ada perompakan yang terjadi di selat terpadat di dunia itu. Sejak tahun 2006 Indonesia juga membangun empat radar pantai dari anggaran APBN. Melihat program ini, tambah Moekhlas, AS memberikan hibah delapan radar agar seluruh radar di Selat Malaka dan Selat Singapura terintegrasi.



Beberapa radar sudah beroperasi antara lain di Sabang, Belawan, dan Batam. "Akhir tahun ini harus sudah selesai," kata lulusan Akademi Angkatan Laut tahun 1977 itu.

Pasalnya, tahun depan AS sudah berkomitmen untuk membangun delapan radar tambahan yang akan dipasang di Laut Sulawesi. Radar dipasang mulai perbatasan utara dengan Filipina, barat dengan Malaysia, hingga selat Makassar.

Moekhlas menambahkan, kapal-kapal yang berpatroli di selat-selat rawan tersebut juga dilengkapi radar untuk mengurangi daerah yang tidak terjangkau radar pantai. Tak hanya itu, matra laut tengah mengusahakan pengadaan kapal cepat untuk penindakan.

"Usaha maksimal harus dilakukan karena kejadian sekecil apa pun mendapat soroton internasional. Terlebih di Selat Malaka," katanya. Selain Malaka, Indonesia menyoroti permintaan Pakistan dan Inggris untuk menjadi negara pengamat pada pertemuan berikutnya yang akan diadakan di Australia, 2010.

Meski tidak keberatan, Indonesia tidak serta merta menyetujui permintaan ini. Moekhlas menjelaskan, meski tidak mengikat, untuk masuk ke forum tetap memerlukan aturan. Saat pembentukan 20 tahun lalu disepakati peserta adalah negara pasifik barat atau negara yang berbatasan langsung dengan negara pasifik barat.

"Jadi kalau mau masuk aturannya harus diubah," katanya.

Sumber : JURNAS

No comments: