Thursday, May 29, 2008

Presiden Dinilai Lamban Membenahi Bisnis TNI

JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai lambat dalam menangani proses pengalihan aktivitas bisnis Tentara Nasional Indonesia (TNI). Padahal, diantara sasaran reformasi TNI adalah terbentuknya TNI yang tidak berbisnis, tidak berpolitik praktis, taat hukum, dan dijamin kesejahteraannya.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Sagom Tamboen dalam simposium 10 Tahun Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (28/5).

"Tuntutan reformasi untuk menghapuskan dwifungsi ABRI (saat ini TNI) sudah berjalan. Saat ini TNI hanya berfungsi sebagai alat negara di bidang pertahanan. Akan tetapi, saya akui reformasi ini masih butuh perbaikan yang sifatnya kontinyu," katanya.

Menurutnya, berdasarkan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI, pemerintah diwajibkan untuk meniadakan bisnis militer paling lambat 5 tahun setelah akhir 2004. Namun kenyataannya Presiden baru menindaklanjuti UU tersebut pada tahun 2008, yaitu dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 7 tahun 2008 tentang Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis TNI.

Menurut peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Henwira Halim, pemerintahan Yudhoyono dinilai tidak serius dalam menjalankan amanat dalam konstitusi, yaitu pasal 76 (1) yang mewajibkan bisnis militer dialihkan ke negara paling lambat tahun 2009. Henwira menambahkan, Keppres No. 7 tahun 2008 tidak memberikan kewenangan tegas untuk mengambil alih bisnis militer, melainkan hanya wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden.

"Saya khawatir kelambanan pemerintah dapat menyebabkan pengalihan aset-aset dan kepemilikan bisnis militer kepada pihak swasta," cetusnya.

Berdasarkan data inventarisasi unit usaha TNI menyebutkan bahwa ada total sekitar 25 yayasan dengan 916 usaha dan 1071 koperasi dengan 604 usaha di lingkungan TNI dengan total pendapatan kotor sebesar US$63 juta-US$185 juta.

"Diantara yayasan yang belum diambil alih adalah Yayasan Kartika Eka Paksi Angkatan Darat, Yayasan Adi Upaya Angkatan Udara, dan Yayasan Bumi Hamka di Angkatan Laut," ujar Sagom.

Sagom juga menambahkan, pascareformasi prajurit golongan Bintara dan Tamtama masih dimungkinkan untuk tetap melakukan aktvitas bisnis sepanjang tidak mengakibatkan kelalaian terhadap tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. (*/OL-03)

Sumber : MEDIAINDONESIA.COM

No comments: