Skuadron 17 "Kereta Kencana" (I)
Fokker F-28
Oleh : Sudiro Sumbodo
Untuk memenuhi transportasi udara untuk mendukung tugas-tugas kenegaraan banyak bergantung kepada kesiapan pesawat angkut yang nyaman dan aman serta tidak lupa dukungan logistik yang diberikan. Berdasarkan kebutuhan inilah dibentuk Skuadron 17 yang dikhususkan sebagai sarana transportasi pejabat negara.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia, para pendiri TNI-AU menyadari pentingnya tranportasi pejabat tinggi. Alasan yang paling utama adalah masalah waktu yang lama serta minimnya sarana jalan sekaligus keamanan jika pejabat negara diangkut lewat darat. Hanya berbekal pesawat peninggalan Jepang, angkutan untuk pejabat negara atau Very Important Person (VIP) telah berjalan walaupun belum terorganisasi dan terkoordinasi dengan jelas.
Setelah pengakuan kedaulatan dan menerima limpahan banyak pesawat transport eks Belanda, TNI-AU mulai membentuk skuadron khusus pejabat negara walaupun masih bercampur dengan tugas angkut yang menjadi tanggung jawab Skuadron Angkut 4. Berdasarkan pertimbangan matang, tantangan tugas, dan tanggung jawab kedepan maka KSAU Komodor Udara Suryadarma menganggap sangat perlu untuk memisahkan tugas antara angkut militer/umum dengan tranportasi pejabat negara. Maka dibuatlah keputusan KSAU (dulu Menteri Panglima Angkatan Udara / Menpangau) No. 31 tanggal 1 Agustus 1963 dibentuklah skuadron baru yang terpisah dari Skudaron 4. Tanggal inilah yang dianggap sebagai hari lahirnya Skuadron 17 sementara angka 17 yang dipakai merupakan angka yang diambil dari tanggal kemerdekaan Indonesia.
Skuadron dengan lambang kereta kencana / kereta raja ini merupakan skuadron yang unik dan elit. Mengapa ? Karena skudron inilah yang paling sipil di antara skuadron tempur militer karena armadanya berisikan pesawat non-combat dan bertugas hanya sebagai satuan angkut. Yang diangkut juga bukan logistik ataupun peralatan militer, melainkan khusus pejabat tinggi, tamu negara, menteri kabinet bahkan presiden yang notabene adalah orang nomor satu di negara Indonesia.
Tugas pokok yang berat ini membuat Skuadron 17 menjadi skuadron elit karena memikul tanggung jawabnya yang sangat besar. Dukungan logistik dan suku cadang bahkan diprioritaskan melebihi skuadron lainnya yang mengoperasikan pesawat sejenis. Pilot yang menerbangkan juga spesial. Untuk Kopilot Senior minimal mengantongi 500 jam sementara Captain Senior minimal 1,500 jam terbang per tipe pesawat ! Atau dengan kata lain sangat berpengalaman. Ini juga belum cukup karena penampilan pribadi, dedikasi motivasi, dan displin malah menjadi pertimbangan utama selain jam terbang yang tinggi.
Untuk melayani tamu didalam pesawat, pramugari Skuadron 17 diambil dari Wanita Angkatan Udara (Wara) dari berbagai satuan kerja, didiklatkan khusus terlebih dahulu di pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) awak kabin Garuda dan setelah lulus harus mengikuti latihan dan tes refreshing di skuadron dengan penekanan pada safety dan service excellent. Melihat syarat-syarat ketat diatas tidak aneh pula bahwa pilot dan awak pesawat Skuadron 17 kebanyakan senior dan bahkan tidak jarang pula komandan skuadronnya sendiri turut memimpin langsung serta menerbangkan pesawat.
Prosedur penerbangannya pun juga unik. Demi alasan keamanan untuk mengantar presiden misalnya, sebelum dioperasikan ada birokrasinya. Permintaan dari Sekretariat Negara (Setneg) sudah harus sampai lima hari sebelumnya. Setneg meminta kepada Panglima TNI dari sana diteruskan ke KSAU lalu ke Pangkopsau I (yang membawahi Bandara Halim Perdana Kusuma dan Skuadron 17) baru kemudian ke skuadron. Pesawat diuji kesiapan dan uji terbang lalu dikarantina bisa di hangar atau di apron (untuk pesawat besar).
Pesawat dijaga pula oleh pasukan penjaga lanud, intel udara (intelud), dan pasukan pengaman presiden (Paspampres), dilingkari tali keamanan dan tidak boleh ada yang naik kedalamnya. Disamping itu juga Skuadron 17 juga menyiapkan pesawat cadangan dengan kesiapan setara. Tiga jam sebelum keberangkatan baru pesawat disiapkan. Intelud menyerahkan pesawat kepada Flight Security Officer (FSU) dengan nota penyerahan resmi. Tim FSU inilah yang ikut serta dalam penerbangan dan bertanggung jawab baik dua jam sebelum pesawat tinggal landas maupun dua jam setelah pesawat mendarat.
Protokol dan pakaian juga diatur. Sebelum dan sesudah terbang para awak pesawat harus berjajar di samping pintu pesawat dan melakukan penghormatan kepada tamu. Pakaian yang dikenakan harus pula sesuai yaitu untuk VVIP (Presiden/Wakil atau tamu setingkat Kepala Negara) dan VIP (Panglima TNI, Kepala Staf, Menteri Kabinet) diwajibkan mengenakan seragam khusus lengan panjang biru muda lengkap dengan dasi. Sementara untuk golongan Special dengan perlakuan VIP (Kepala Asisten Umum TNI, Wakil Kepala Staf, pejabat negara dan daerah, serta jenderal bintang tiga) awak diperbolehkan mengenakan overall kecuali untuk pramugari.
Untuk antisipasi permintaan terbang mendadak, para awak juga punya jadwal standby crew walaupun hal ini sangat jarang terjadi dan selain itu para awak juga telah dilatih untuk perduli bahkan menganggap pesawat adalah rumah kedua mereka atau dapat disingkat dalam slogan “Pesawatku Istanaku”. Peduli dalam hal ini bukan saja menyangkut keamanan yang telah menjadi tugas primer melainkan juga kenyaman dan kebersihan. Meskipun “dari sananya” sudah merupakan pesawat “yang terbaik dari yang terbaik” dengan kenyaman dan interior pesawat kelas eksekutif, tugas para awak yaitu membersihkan jendela, membersihkan toilet, mengelap kursi, dan menyemprotnya dengan pengharum ruangan adalah pekerjaan sehari-hari. Di bagian eksterior, pesawat juga harus tampil bersih, terawat, tanpa karat, dan bahkan pantang melihat ada tetesan oli atau bahan bakar disekitar pesawat ! Semua dianggap penting bahkan untuk yang sekecil-kecilnya dan dianggap sepele sekalipun. Itulah seninya tugas operasional di dalam Skuadron 17 “Kereta Kencana”.
Sumber : PATRIOT WEB
Selanjutnya : Armada Skuadron 17
No comments:
Post a Comment