Armada Skuadron 17 (II)
Meskipun dengan pesawat bekas peninggalan Jepang, TNI-AU telah memiliki pesawat VIP seperti Diponegoro I, modifikasi pembom Kawasaki Ki-48 diterbangkan oleh Abdulrahman Saleh dan Diponegoro II, aslinya pembom Nakajima Ki-49, diterbangkan Adisucipto sebagai pesawat transport Jenderal Sudirman dan pejabat TNI lainnya. Sayang kedua pesawat ini hancur saat Agresi Militer Belanda I.
Setelah penyerahan kedaulatan, Indonesia menerima pesawat peninggalan Belanda diantaranya adalah sebuah pesawat pembom B-25 Mitchell varian angkut (B-25C) beregistrasi M-456. Pesawat ini sering digunakan untuk mengangkut pejabat tinggi militer dari Jakarta ke daerah. Selain itu pesawat amphibi PBY-5 Catalina, UF-2 Albatros, dan tentu saja pesawat angkut C-47 Dakota juga dipakai untuk pesawat angkut VIP.
Tapi itu semua masih tergabung dalam Skuadron Angkut 4. Baru setelah pembentukan Skuadron 17, armada VVIP/VIP berkembang dengan lebih jelas. Selain pesawat eks Skuadron 4, Skuadron 17 menerima pula pesawat Ilyushin Il-14 Avia beregistrasi T-401 menjadi pesawat kepresidenan yang dinamakan “Dolok Martimbang” sementara sebuah yang lain beregistrasi T-405 atau “Merbabu” untuk menteri dan pejabat negara. Kekuatan bertambah lagi dengan ditambah tiga unit pesawat jet eksekutif kepresidenan Lokheed Jetstar yaitu “Sapta Marga”, “Pancasila”, dan "Irian".
Fokker F28 Fellowship
Pasca Orde Lama tumbang, sama seperti skuadron lainnya, Skuadron 17 juga mengalami penurunan drastis armada akibat ketidakadaan suku cadang dan banyak diantaranya dipensiunkan. Saat itu pula para pejabat negara lebih memilih menggunakan pesawat Garuda atau charter pesawat untuk sarana transportasi. Baru pada tahun 1980-an, armada Skuadron 17 kembali beroperasi dengan masuknya pesawat baru.
Saat ini Skuadron 17 mengoperasikan 5 jenis pesawat tipe berbeda dengan kemampuan yang berbeda pula bahkan juga memiliki helikopter ! Ini keunikan dari skuadron yang lain yang hanya boleh memiliki satu atau maksimal dua tipe pesawat berbeda tapi tetap berkemampuan sama, misalnya : CN235 dengan Fokker F27 (sebagai pesawat angkut sedang dan jarak pendek) dengan pertimbangan efisiensi, pasokan suku cadang, dan kelancaran tugas operasional.
Keunikan juga terletak pada pemilihan kamuflase pesawat. Bila pesawat pada skuadron lain cenderung memakai warna loreng hijau kehitaman ala militer maka Skudaron 17 memakai warna khas abu-abu dibagian bawah dan putih diatas dipisahkan garis hitam. Yang paling menunjukan identitas dari Skuadron 17 adalah bagian ekor yang terdapat garis tebal warna kuning dengan batas hitam sebagai tanda internasional pesawat non combat.
Fokker F27 Friendship
Pesawat twin turboprop dari series 400M (Military) memiliki kapasitas 30 kursi untuk penerbangan VVIP/VIP atau 44 kursi untuk misi non VIP. Sempat dimiliki oleh Skuadron Angkut 2 sebelum ditransfer ke Skuadron 17 tahun 1980-an. Satu-satunya Fokker F27 dalam Skuadron 17 beregistrasi A-2701 ini dipakai untuk melayani penerbangan jarak pendek.
Fokker F28 Fellowship
Total ada tiga unit Fokker F28 twin turbofans beroperasi di Skuadron 17 dan semuanya diperoleh dari proses hibah. Yang pertama F28 Mk.1000 beregistrasi A-2801 berkapasitas 33 kursi VVIP/VIP hibah Pelita. Yang kedua dan ketiga sekaligus diperoleh dua unit F28 Mk.3000 (A-2802 dan A-2803) berkapasitas 38 kursi VVIP/VIP hibah Garuda Indonesia. Digunakan untuk penerbangan jarak pendek dan menengah (regional).
C-130 Hercules
Ada dua unit Hercules yang dioperasikan yaitu dari tipe L-100-30 Super Hercules (A-1314) dan C-130HS (A-1341). Berbeda jauh dengan versi “kuda beban” yang dipakai Skuadron 31 dan 32, Hercules ini telah menanggalkan kemampuan angkut barang. Dengan A-1314 berkapasitas 40 kursi VVIP/VIP dan A-1341 berkapasitas 46 kursi VVIP/VIP jelas sangat lapang untuk diisi interior khas kantor lengkap dengan kursi eksekutif, meja kerja, dan peralatan kantor lainnya plus peredam suara untuk menetralisir deru dan getaran empat mesin Allison 501-D22A Turboprop.
Boeing B707
Merupakan satu-satunya pesawat terbesar yang pernah dimiliki Skuadron 17 sekaligus satu-satunya memiliki kemampuan terbang langsung jarak jauh antar negara. Pesawat ini resmi telah menjadi milik TNI-AU awal 1990 lewat proses hibah tapi sebelumnya Skuadron 17 telah mengoperasikannya sejak 1980-an walaupun dalam kapasitas menyewa (atas nama pemerintah Indonesia) dari pemilik pesawat yaitu Pelita Air Service (PK-PJQ). A-7002 memiliki kapasitas 104 kursi untuk penerbangan VVIP atau 164 kursi untuk penerbangan VIP atau 188 kursi untuk standar ekonomi.
Yang terakhir ini dikhususkan untuk tugas bakti negara seperti mengantar atlit (Atlit Sea Games 1999) dan pemulangan TKI/TKW dari Arab Saudi (saat Perang Teluk 1991). Selain itu A-7002 juga pernah mengantarkan bantuan makanan dan obat-obatan untuk misi kemanusiaan. Tidak masalah karena Boeing B707 ini merupakan series 3M1C, dengan huruf “C” terakhir berarti Convertible yang mampu diubah sewaktu-waktu menjadi pesawat kargo/angkut barang.
Meskipun dengan prosedur kerja Skuadron 17 yang matang toh pernah ada kejadian tidak mengenakan pula. Bulan Juni 2001 saat menerbangkan rombongan Presiden Gus Dur ke Australia, B707 mengalami trouble kebocoran oli di salah satu mesin.
Pesawat lalu di-divert ke Melbourne dan rombongan melanjutkan terbang terus ke Sydney dengan pesawat Australian Air Force. Sebenarnya penerbangan dengan tiga mesin ke Sydney masih mampu dilakukan tapi karena mengangkut orang nomor satu maka tindakan prosedur preventif dilakukan. Berbeda dengan pendapat media nasional yang menganggap tidak profesional, malah Skudron 17 mendapat penghargaan khusus dari presiden karena telah mengambil keputusan yang tepat. Tahun 2003, B707-3M1C A-7002 mengakhiri tugas dan tidak diterbangkan lagi sebelum dipensiunkan dua tahun kemudian.
Boeing B737
Seharusnya Skuadron 17 menerima pesawat baru Boeing B737-800 BBJ (Boeing Business Jet) senilai 50-60 juta dollar sebagai pengganti B707 atas permintaan Presiden Gus Dur September 2000, tapi gagal karena ditolak DPR. Sebagai gantinya tahun 2003, TNI-AU membeli B-737 dari series -2QB Advanced yang merupakan pesawat eks Bayu Indonesian Airlines (PK-BYD). Sesuai prosedur, pesawat ini beregistrasi berakhiran “02” sesuai dengan pesawat yang digantikan tetapi karena bisa dianggap rancu dengan Boeing B737 sejenis (AI-7302) yang dioperasikan Skuadron Intai 5 maka diberi registrasi A-7304.
NAS-332 Super Puma
Ada lima unit helikopter Super Puma dalam jajaran Skuadron 17. Dua unit merupakan produk PT. DI (H-3321 dan H-3322) dibeli tahun 1993 dan tiga unit dibeli langsung dari Aerospatie, Perancis (H-3301, H-3302 dan H-3304) semasa pemerintahan Presiden Gus Dur tahun 2000. Ada dua tipe yaitu L1 (H-3301, H-3203 dan H-3221) berkapasitas 10 kursi VVIP dan H-3306 kapasitas 15 kursi VIP. Untuk tipe L2 H-3204 dan H-3222 masing-masing berkapasitas 8 dan 10 kursi VVIP/VIP.
Helikopter ini berbeda dari versi standar. Selain bagian badan diperpanjang, Super Puma VVIP/VIP juga dilengkapi perangkat avionik canggih (Sextant NADIR Mk.2) dan GPS (Global Positioning Systems) dimana memiliki kemampuan navigasi akurat serta mampu mendarat di helipad primitif sekalipun dengan aman. Super Puma ini juga dilengkapi peralatan float buatan Zodiac untuk pendaratan darurat di air serta memiliki mesin Turbomeca Makila 1A1 yang lebih kuat 18 persen dari versi standar yaitu Makila 1A.
Sekarang yang ada di Skuadron 17 hanya 4 unit karena sebuah Super Puma mengalami kecelakaan tanggal 24 April 1999. H-3222 jatuh akibat rotor belakang lepas dari kedudukannya dan terpaksa mendarat darurat di persawahan samping Pasar Ciamis, Jawa Barat. Helikopter dalam misi penerbangan uji untuk mengantar Presiden Habbibie dalam kunjungan ke Pondok Pesantren Darussalam tanggal 1 Mei. Untungnya walaupun helikopter patah dua dibagian ekor dan total loss, kesepuluh orang yang terdiri atas lima awak dan lima Paspampres selamat.
Sumber : INDOFLYER
No comments:
Post a Comment