Thursday, February 28, 2008

Menhan Berharap Regulasi Pinjaman Alutsista Dipercepat

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan), Juwono Sudarsono, mengharapkan regulasi pengalihan pinjaman luar negeri ke pinjaman dalam negeri untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dapat dipercepat, mengingat pengadaannya yang sudah mendesak.

"Saat ini Departemen Keuangan masih menggodok regulasi tentang pengalihan Kredit Ekspor (KE) menjadi pinjaman dalam negeri, memang perlu waktu, dan itu akan berpengaruh terhadap percepatan pengadaan alutsista TNI yang sebagian sudah sangat mendesak," katanya, ketika dikonfirmasi ANTARA News di Jakarta, Kamis.

Perubahan regulasi terkait pembiayaan alutsista TNI, menurut mantan Wakil Gubernur LEmbaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu, bisa memakan waktu satu hingga dua tahun, dan jika telah rampung pemerintah masih harus melihat kembali kesiapan Badan Usaha Milik Negara Strategis (BUMNIS) dalam hal produksi hingga produk yang dihasilkan dinyatakan layak pakai oleh pengguna dalam hal ini TNI.

"Keseluruhan proses itu memakan waktu lebih lama lagi bisa mencapai tiga tahun, padahal jika kita melanjutkan beberapa KE yang telah disepakati pada 2002-2004 mungkin alutsista yang kita perlukan sudah dapat kita adakan dalam kurun waktu itu dan biasanya lebih murah," katanya.

Tidak hanya itu, pihak perbankan nasional meski menyatakan siap namun bank masih mempertimbangkan tingkat suku bunga yang akan digunakan apakah dibawah tingkat komersial atau tidak, ungkapnya.

Tentang siasat Departemen Pertahanan (Dephan) untuk tetap dapat mengadakan alutsista yang dibutuhkan, sambil menunggu regulasi rampung, Juwono mengatakan bahwa pengadaan alutsista dalam negeri secara bertahap.

"Mungkin untuk tahun ini, alutsista yang menggunakan industri dalam negeri 30 persen, selebihnya KE, sepuluh tahun ke depan 50 persen dan seterusnya meningkat hingga tercapai kemandirian yang diharapkan," ujarnya.



Semisal, saat ini PT Dirgantara Indonesia (DI) belum bisa mengadakan peralatan dan persenjataan atau membuat pesawat angkut berat sekelas C-130 Hercules baru sebatas CN-235.

"Ya, kita fokuskan dulu PT Dirgantara Indonesia (DI) pada pesawat angkut ringan sekelas itu. Jadi, kebutuhan kita akan pesawat angkut ringan terpenuhi, profesionalitas TNI terjaga, dan PT DI sebagai bagian dari BUMNIS juga dapat diberdayakan terus sesuai dukungan anggaran yang ada," ujar mantan Duta Besar RI Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris dan Republik Irlandia tersebut.

Pemberdayaan BUMNIS pertahanan telah diputuskan secara politik, oleh karena itu harus ditaati dan dijalankan oleh seluruh pihak terkait, seperti Dephan, Departemen Keuangan (Depkeu), Menteri Negara (Menneg) BUMN dan Departemen Perindustrian (Deperin).

"Dephan hanya ingin regulasi itu dapat dipercepat, mengingat mendesaknya pengadaan alutsista untuk mendukung kesiapan tempur dan operasional TNI," ujarnya.

Juwono mengemukakan, pada Januari 2006 Pemerintah, BUMNIS dan perbankan nasional sudah sepakat melalui penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU), untuk memberdayakan industri pertahanan nasional dalam pengadaan alutsista TNI.

Ia menambahkan, regulasi tentang pemberdayaan BUMNIS pertahanan nasional masih di godok dan dibahas antar depertemen terkait, yakni Dephan, Depkeu, Menneg BUMN dan Deperin yang berada di bawah koordinasi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). (*)

Sumber : ANTARA

No comments: