Monday, February 11, 2008

Melepas Kebergantungan pada Asing

TENGGELAMNYA panser amfibi BTR-50P milik TNI AL di Pantai Banongan, Situbondo, Jatim, awal tahun ini, membuka mata pemerintah tentang kondisi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini.

Oleh karena itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Rapat Pimpinan TNI 2008 mengungkapkan, TNI harus memprioritaskan pembelian alutsista dan peralatan dari dalam negeri. Langkah ini diambil selain untuk mengantisipasi minimnya anggaran, juga untuk mengurangi kebergantungan pada luar negeri. Sejurus itu, anggota Komisi I DPR Happy Bone Zulkarnain mengungkapkan, memang sudah saatnya Indonesia mengembangkan industri pertahanan dalam negeri yang dimiliki.

“Jika kita bersandar pada industri dalam negeri, tidak akan bisa didikte oleh negaranegara lain, termasuk Amerika (AS) karena embargo-embargo itu,” ungkapnya. Yang jadi pertanyaan kemudian, siapkah industri dalam negeri memenuhi kebutuhan alutsista TNI? Saat ini dari tiga industri pertahanan yang dimiliki Indonesia, yakni PT Pindad,PT PAL,dan PT Dirgantara Indonesia (DI), menurut Happy,ketiganya sedang mengalami lesu darah.

Ketiga industri pertahanan ini belum bisa menunjukkan performa secara maksimal. Sebagai contoh, kasus PT DI yang sempat dinyatakan pailit tahun lalu. Ini akibat produsen pesawat terbang kebanggaan Indonesia tidak mampu membayar utang yang mereka tanggung.Dengan modal yang cukup besar, teknologi yang memadai serta usia yang cukup berumur, perusahaan yang dirintis mantan menteri riset dan teknologi di era Orde Baru,BJ Habibie, itu tidak mampu bersaing dengan industri pesawat terbang lainnya.

“Itu Embraier (industri pesawat terbang Brasil) kalau dilihat modalnya lebih kecil dari PT DI. Kemudian, pendirian juga lebih dulu PT DI.Tapi sekarang, Embraier masuk lima besar produsen pesawat di dunia, sementara PT DI hancur. Berarti bukan masalah modal, masalah manajemennya serta profesional yang sangat lemah,”ungkapnya. Kondisi serupa pun juga dialami PT PAL.Sejak didirikan, hingga sekarang perusahaan galangan kapal ini belum bisa memenuhi kebutuhan kapal tempur.

Maka tidak mengherankan jika TNI, terutama Angkatan Laut (AL), masih bertumpu pada kapal-kapal perang impor yang kadang kala kondisinya sudah tidak memadai. Dari tiga industri pertahanan, hanya PT Pindadlah yang kondisinya cukup menggembirakan. Padahal, beberapa tahun lalu, saat kebutuhan alutsista diembargo AS, PT Pindad (persero) sebagai industri militer terkena dampaknya, terutama dalam pengadaan bahan-bahan pokok untuk pembuatan amunisi dan senjata yang sebelumnya diimpor dari Eropa.

Namun, Pindad justru semakin pintar dengan berusaha mencari alternatif pengadaan dari sumbersumber lain, dan itu sudah dibuktikan secara nyata dengan kegiatan produksi PT Pindad yang hingga kini berjalan lancar. Produk-produk hasil PT Pindad semisal senapan serbu jenis SS-1 maupun SS-2, sudah digunakan sebagai senjata api standar di beberapa kesatuan.Pun dengan amunisi serta berbagai kendaraan tempur produk mereka, juga sudah cukup memadai dari sisi kualitasnya. (thomas pulungan/ faizin aslam/ yani a)

Sumber : KORAN SINDO

No comments: