Friday, December 14, 2007

Industri Pertahanan : Setelah Panser, Menyusul Korvet dan MPA? (Bagian I)



Oleh : NINOK LEKSONO

Kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama sejumlah pejabat ke PT Pindad Bandung, Sabtu (8/12) lalu, menyiratkan pesan-pesan menggembirakan bagi upaya pengembangan kemampuan nasional di bidang produksi alat pertahanan.

Pada kesempatan itu Wapres secara langsung memesan 150 kendaraan lapis baja atau panser dari PT Pindad (Kompas,9/12).

Pesanan yang ditulis diatas kertas spesifikasi kendaraan lapis baja pengangkut pasukan itu sebetulnya program dua tahun, tetapi Wapres meminta agar dirampungkan dalam tempo satu tahun dan pesanan siap pada HUT TNI Oktober 2008.

Panser PT Pindad ini disebut setara dengan panser VAB (Vehicule de I'Avant Blinde)buatan Perancis yang digunakan kontingen Garuda di Lebanon.

Menanggapi pesanan ini pihak Pindad menyatakan akan mengerahkan semua kekuatan yang dimiliki supaya tenggat penyerahan bisa dipenuhi. Selain panser, Wapres juga meminta peningkatan kemampuan untuk pesawat angkut Hercules dan peninjauan atas program korvet nasional.

Untuk yang terakhir ini, setelah pembelian korvet SIGMA dari Belanda, awal pekan ini juga muncul kabar bahwa PT PAL akan bekerjasama dengan perusahaan Italia, Orrizonte Sistem Navali, untuk mengembangkan korvet dalam proyek senilai 400 juta euro atau sekitar Rp.5,4 triliun (Kompas, 11/12).

Komitmen untuk membeli produk PT Pindad terdengar seperti menafikkan anggapan sementara kalangan bahwa lndonesia "hanya berhenti pada wacana" untuk urusan pemblian produk domestik.

Anggapan itu lebih jauh mengatakan, "Kalau bisa beli mengapa harus buat sendiri", meski banyak pejabat sering menyatakan "sejauh kebutuhan sudah bisa dibuat sendiri, tak akan dibeli dari produsen asing.

Pembelian panser Pindad menggaris bawahi lagi tekad untuk lebih mandiri dalam pemenuhan kebutuhan produk pertahanan.

Bahkan, dari Bandung juga ditegaskan tekad untuk membatasi impor senjata dan sebagai gantinya kebutuhan akan coba dipenuhi oleh lima BUMN Industri Strategis, yakni PT PAL, PT Dirgantara lndonesia (DI), PT Pindad, PT Krakatau Steel, dan PT LEN Industri (Kontan, 10/12).

Selain pengembangan kemampuan dalam negeri, pembeIian produk lokal oleh Wapres dinilai lebih hemat. Harga panser buatan luar negeri disebut Rp.10 miliar, sementara buatan dalam negeri hanya Rp.4,5 miIiar, atau Rp.6,5 miliar kalau dilengkapi dengan senjata. Dengan demikian, menurut Wapres, ada penghematan sebesar 50 persen sampai 60persen.

Lebih Responsif

Turunnya order kepada industri nasional ini disatu sisi menjadi momentum, namun pada sisi lain kesempatan ini menuntut komitmen baru juga dari para pengelola industri strategis.

Lima industri yang ditunjuk oleh Wapres jelas harus mampu menyelesaikan pesanan pada waktu yang diminta dan tentu saja menghasilkan produk yang kualitasnya dapat diandalkan, apalagi seperti panser sudah ada pembandingnya, yakni produk luar negeri yang sudah dibeli.

Harapan memang bukan hanya ditujukan kepada PT Pindad, tetapi juga kepada PTDI yang diharapkan bisa meningkatkan kemampuan empat pesawat C-130 dan CN-236.

Sekarang ini PTDI menawarkan dua model pesawat patroli maritim, yakni dari tipe NC-212 yang berkategori ringan, dan CN-235 yang berkategori medium.

Selanjutnya : Masalah Dana

No comments: