Perantara di Antara Pembelian Senjata
Beberapa waktu lalu hubungan eksekutif dan legislatif, khususnya terkait bidang pertahanan, sempat sedikit kembali "menegang". Media massa dalam negeri ramai diwarnai pemberitaan berisi pernyataan saling "tuduh" dan "bertahan" antarkedua pihak. Kali ini mengambil isu keberadaan praktik percaloan anggaran dalam proses pengadaan senjata untuk Tentara Nasional Indonesia.
Kericuhan berakhir "damai" setelah pimpinan dan sejumlah anggota Komisi I DPR mendatangi Departemen Pertahanan (Dephan). Saat itu kedua pihak sepakat, tuduhan tak pernah telontar dari Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono dan media massa diminta mengintrospeksi diri terkait pemberitaan masing-masing.
Terlepas dari pro-kontra perdebatan terkait praktik percaloan dalam pengadaan senjata, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dephan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan akan memperketat proses pengadaan barang dan jasa di lingkungannya. Sebelumnya Dephan memang mengeluarkan kebijakan satu pintu terkait proses pengadaan barang dan jasa militer, terutama terkait proses pengadaan yang dibiayai dengan utang luar negeri (kredit ekspor).
Dephan membentuk mekanisme pemusatan manajemen pengadaan lewat badan baru, Dealing Center Management (DCM), yang diketuai Sekjen Dephan dan Kepala Staf Umum TNI. DCM dibentuk sampai ke tingkat lebih bawah. Sjafrie juga "memangkas" kewenangan anak buahnya, terutama di level eselon III dan IV sehingga mereka tak lagi bisa membuat atau memberi rekomendasi dalam bentuk apa pun terkait proses pengadaan senjata.
Selain melibatkan Inspektorat Jenderal Dephan secara lebih aktif, Sjafrie juga mengharuskan pejabat eselon I dan II bertanggung jawab mengawasi dan turun sampai tiga tingkat ke bawah di level satuan kerja mereka untuk memastikan tidak ada satu pun pihak yang out of control (kehilangan kendali).
Selengkapnya>>
No comments:
Post a Comment