Tuesday, September 25, 2007

Cheney Memprovokasi Perang Iran dan Israel

Washington, Senin - Wakil Presiden AS Richard Bruce "Dick" Cheney berniat memprovokasi munculnya saling serang antara Iran dan Israel. Seperti dilaporkan majalah Newsweek, Senin (24/9), langkah Cheney ini sebagai bagian dari sebuah alasan serangan AS ke Iran.

Menurut Newsweek, keinginan Cheney itu setelah mendapat masukan dari para penasihatnya yang terkenal berhaluan keras atas Iran. Salah satu penasihat tadi adalah David Wurmser yang menjadi penasihat masalah Timur Tengah bagi Cheney sejak tahun 2003.

Wurmser dilaporkan pernah mengatakan kepada sejumlah orang bahwa Cheney punya rencana untuk mendorong Israel melakukan serangan misil terbatas atas lokasi nuklir Iran di Natanz dan mungkin juga lokasi lainnya. Serangan ini mendorong Iran akan melakukan serangan balik.

Newsweek, mengutip "dua sumber yang banyak tahu soal ini" dan tak bersedia menyebutkan namanya, mengatakan bahwa serangan balik Iran akan memberikan Washington sebuah alasan untuk melancarkan serangan terhadap sasaran nuklir dan militer di Iran.

Menurut Newsweek, niat Cheney ini tidak menjadi kenyataan seiring dengan pengunduran diri para penasihat dan pemikir neokonservatif dari pemerintahan AS dalam dua tahun terakhir. Mundurnya para neokonservatif ini membantu keseimbangan menghindari perang.

Wurmser termasuk yang meninggalkan Cheney. Juru bicara Wapres Cheney memastikan kepada Newsweek bahwa Wurmser meninggalkan posisinya bulan lalu dengan alasan "ingin meluangkan waktu lebih banyak dengan keluarganya". Padahal, beberapa bulan sebelum melepaskan posisinya, dia mengatakan, Cheney berniat memprovokasi Israel untuk menyerang Iran.

Wurmser gagal dikonfirmasi. Menurut Newsweek, istri Wurmser, Meyrav, yang dihubungi per telepon menolak memberikan telepon kepada suaminya. Meyrav juga mengatakan bahwa berita tadi tidak benar. Juru bicara di kantor Cheney mengatakan, Wapres "mendukung kebijakan Presiden soal Iran". Presiden George W Bush menerapkan sanksi kepada Iran berkaitan dengan kebijakan nuklirnya.

Memantau AS

Sementara itu, Iran menegaskan, mereka terus memantau pergerakan tentara AS menggunakan satelit atau teknologi lainnya. Sebuah serangan dilakukan apabila mereka sudah masuk dalam jangkauan misil Iran.

Yahya Rahim Safavi, penasihat pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, seperti dikutip media Iran edisi Senin mengemukakan, pihaknya tidak mengharapkan serangan dari AS karena pasukan AS kini lagi terpuruk di Irak. Namun, apabila mereka menyerang, mereka akan memperoleh perlawanan yang lumayan.

"Iran kini punya sistem intelijen dan misil yang kuat. Kami mengikuti setiap gerakan pihak asing di negara tetangga menggunakan teknologi satelit kemampuan tinggi dan radar canggih. Jika mereka memasuki wilayah udara atau laut kami, mereka akan mendapat perlawanan yang lumayan," ujarnya.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, dalam wawancara dengan televisi AS, Minggu, mengatakan, Iran tak ingin perang dengan AS. Iran menolak bicara soal perang. (Reuters/ppg)

No comments: