Saturday, May 21, 2011

ASEAN Alokasikan US$ 25 Miliar Untuk Industri Pertahanan


Deftech (Malaysia) - FNSS (Turki) Tahun 2010 lalu pernah mengumumkan kerjasama pembuatan PARS-APC di Eksibisi DSA 2010

JAKARTA - Menteri Pertahanan Se-ASEAN akhirnya menyepakati mengalokasikan anggaran sekitar US$ 25 miliar untuk membangun industri pertahanan di ASEAN. Demikian dikatakan Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro di Kantor Presiden, Jumat sore (20/5) usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama para menteri Pertahanan Se-ASEAN.

Menurut Purnomo, terkait kerja sama industri pertahanan, para Menteri Pertahanan Se-ASEAN sepakat untuk memaksimalkan pembangunan industri pertahanan masing-masing. Negara-negara di ASEAN memang berbeda-beda tingkatan industri pertahanannya, namun ada kesamaan pendapat tentang perlunya memaksimalkan industri pertahanannya. “Kalau kita lihat budget negara ASEAN tiap tahun US$ 25 miliar untuk pembelian Alutsista dibeli dari negara-negara di luar ASEAN,” katanya.

Prinsip kita, lanjut Purnomo, bagaimana setiap tahun anggaran US$ 25 miliar bisa dimanfaatkan untuk industri pertahanan ASEAN. Kalau ini bisa, hasilnya akan luar biasa sekali. “Tapi kita juga menyadari 10 negara ASEAN tingkat industri pertahanannya berbeda-beda. Jadi kita akan lakukan bagaimana caranya nanti untuk mereka berkembang. Sementara mereka belum berkembang. Tentu ada negara-negara ASEAN yang sudah mampu membangun industri pertahanannya, itu yang mesti ada suatu kolaborasi,” kata Purnomo.

Kerja sama awal dimulai tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Ketiga negara sudah memiliki dasar kerja sama pertahanan. Indonesia kebagian tugas memproduksi alat berat dan kendaraan tempur karena sudah memiliki perusahaan dan tenaga ahli. Malaysia fokus memproduksi peralatan kelas menengah dan Thailand konsentrasi pada produk persenjataan dan alat-alat lebih kecil.

ASEAN memandang kerja sama ini menguntungkan negara-negara di kawasan ASEAN karena akan memicu tumbuhnya industri komponen pertahanan di setiap negara. Sebagai pilot project direncanakan akan diproduksi kendaraan tempur untuk kebutuhan khusus atau Special Purpose Vehicle (SPV). Berikutnya akan dikembangkan fasilitas untuk perawatan dan penggantian komponen pesawat tempur.

Jangan Terburu-Buru Kerjasama

Sementara pengamat Militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramodhawardani, mendesak pemerintah memperkuat industri pertahanan dalam negeri sebelum mengkonkretkan kesepakan kerja sama industri pertahanan antarnegara ASEAN. Saat ini, industri pertahanan Indonesia masih merugi. "Produk pertahanan kita baru teknologi kelas menengah," kata Jaleswari kepada Tempo, Sabtu (21/5).

Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah bukan hanya pada tataran political will, tapi juga pada politik anggaran. Karena industri pertananan membutuhkan modal yang sangat besar untuk mengembangkan produknya.

Pemerintah harus punya blue print, planing programing, dan road map pengembangan industri pertahanan. Kementerian Pertahanan dan BUMN harus bersinergi dengan kementerian lain melakukan proteksi. Karena bahan baku produk hampir 80 persen dipasok negara luar. "Korea dan Cina 80 persen bahan baku berasal dari dalam negeri," kata Jaleswari.

Indonesia sudah mempunyai produk unggulan buatan PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia. Tapi, keuntungan yang harus didapat dalam kerja sama industri pertahanan ASEAN jangan hanya sekadar membeli produk, tapi harus mengutamakan kepentingan nasional.

Sumber : JURNAS, TEMPOINTERAKTIF.COM

1 comment:

Aris Dharmawan said...

Kerjasama ini akan sangat effektif kalau Singapore bisa masuk diajak bekerja sama, mengingat Singapore ini satu2nya negara di ASEAN yang memiliki keunggulan teknologi, sehingga bisa dimanfaatkan untuk kemajuan industri strategis bersama.

Disamping Singapore juga memiliki posisi yang unik dimata dunia (bara, Barat) sehingga akan jauh lebih menguntungkan ASEAN.