Friday, October 02, 2009

Dephan Akan Meminimalkan Penyimpangan Anggaran Pertahanan


Pada 2006 disinyalir ada penyelewengan dana dalam proses pengadaan heli Mi-17

JAKARTA - Departemen Pertahanan (Dephan) mentargetkan menekan angka penyimpangan anggaran pertahanan dan pengadaan alutsista hingga 15 persen atau jauh lebih rendah dari 2004 yang mencapai 50 sampai 60 persen.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono usai memimpin serah terima jabatan Irjen Departemen Pertahanan dari Letjen TNI (Mar) Safzen Noerdin kepada Laksamana Madya TNI Agus Suhartono, di Jakarta, Kamis (1/10), ia mengatakan, selama ini masih terjadi penyimpangan anggaran pertahanan di hampir seluruh direktorat jenderal Departemen Pertahanan.

"Terutama di tingkat eselon dua dan tiga, yang kerap didatangi para rekanan tidak bertanggungjawab," katanya menambahkan.

Karena itu, Departemen Pertahanan akan memperketat pengawasan melekat terhadap penggunaan alokasi anggaran pertahanan baik di Departemen Pertahanan, Mabes TNI maupun mabes ketiga angkatan, ujar Juwono.

Ia mengatakan, pengawasan melekat penggunaan alokasi anggaran itu harus mulai dilakukan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. "Bukan setelah pelaksanaan," ucap Menteri Pertahanan.

Pada 2005, kebocoran anggaran pertahanan mencapai angka 225 miliar rupiah, dan tahun selanjutnya berhasil diminimalisir hingga 100 miliar rupiah. Sedangkan pada 2006 disinyalir adanya korupsi dalam pengadaan helikopter Mi-17. Kerugian yang ditanggung oleh negara karena korupsi ini sebesar 29 miliar rupiah.

Tak hanya itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2006 menemukan adanya pemborosan keuangan senilai Rp9,82 miliar pada pengadaan barang dan pembangunan konstruksi gedung sekretariat jenderal Dephan.

Pengadaan barang dan pembangunan gedung itu dianggarkan dalam tahun anggaran 2005 dan 2006. BPK menemukan harga satuan bahan bangunan yang ditentukan dalam proyek pembangunan itu melebihi harga standar yang berlaku di Pemprov DKI Jakarta.

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dijadikan patokan dalam nilai kontrak, menurut BPK, juga lebih tinggi dibanding harga yang wajar.

Sumber : ANTARA

No comments: