Tuesday, May 12, 2009

Pemerintah Dinilai Abaikan BUMN Strategis


Panser Canon Cockeril buatan Pindad

JAKARTA - Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat menilai pemerintah kurang memperhatikan produksi peralatan militer oleh badan usaha milik negara strategis. Akibatnya, sistem pertahanan nasional buruk.

"Pertahanan kita buruk karena tidak adanya keberpihakan pemerintah," kata anggota Komisi Pertahanan DPR, Almuzzamil Yusuf, dalam rapat dengar pendapat dengan empat badan usaha strategis di gedung MPR/DPR Senin (11/5). Buruknya sistem pertahanan terlihat dari 14 pesawat militer yang jatuh dan satu amfibi rusak selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menganggarkan Rp 33 triliun dari sekitar Rp 110 triliun usulan Departemen Pertahanan. Dalam pengadaan alat militer, pemerintah bermaksud membeli produk dari badan usaha strategis, yakni PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahana. Pemerintah pernah memesan 150 panser dari PT Pindad.

Namun, Komisi I Bidang Keamanan DPR menilai buruk perhatian pemerintah dalam pemesanan panser itu. Hingga kini anggaran pembelian belum jelas. "Pindad disuruh produksi, tapi belum dibayar," kata Andreas H. Pareira, anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Anggota Komisi Pertahanan, Yuddy Chrisnandi, menilai pemerintah masih menyukai senjata dari luar negeri. Yuddy mencontohkan, pemerintah hanya memasok 20 persen dari seluruh kebutuhan bahan peledak dari PT Dahana.

Pemerintah dianggap kurang melindungi badan usaha strategis. Tanpa proteksi, kata dia, badan usaha strategis kesulitan bersaing dengan pasar bebas. Regulasi pemerintah tak berpihak kepada badan usaha itu. Djoko mencontohkan, PT Pindad menerima pesanan sepuluh ribu pucuk pistol yang harus selesai dalam sepuluh hari. "Itu impossible," kata dia.


Beberapa senapan runduk buatan Pindad

Direktur Utama PT Pindad Adik A. Soedarsono menyatakan perlu dukungan pemerintah supaya badan usaha strategis bisa mengembangkan diri. Bentuk keberpihakan, kata dia, berupa kepastian anggaran, peraturan pemerintah yang kondusif, dan pajak yang ringan.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, meski memiliki teknik bagus, badan usaha milik negara strategis belum bagus dalam manajemen keuangan. Buruknya manajemen keuangan mengakibatkan banyak utang dan lambatnya pemenuhan permintaan. "Kecuali order mereka pesanan dari luar negeri yang langsung dengan cash," kata Juwono seusai rapat pembahasan Rancangan UU Rahasia Negara di Dewan Perwakilan Rakyat.

Secara teknologi, beberapa komponen milik TNI masih bisa disuplai PT Pindad ataupun PT Dirgantara Indonesia. "Tapi, kalau untuk beberapa materi khusus, pada umumnya masih bergantung luar negeri," kata dia. Menurut Juwono, anggaran pertahanan selalu rendah.

Sumber : KORAN TEMPO

No comments: