Thursday, June 26, 2008

Keberadaan Namru-2 Riskan Bagi Hankam



Berpotensi Membahayakan Masyarakat Dalam Radius 500KM

JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengusulkan sebaiknya penempatan kerja sama Namru-2 tidak lagi dibawah sipil, tetapi menjadi bermitra dengan TNI, khususnya TNI-AL, lantaran keberadaan Namru saat ini riskan dari sisi keamanan.

Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR soal Namru-2 di Gedung DPR Jakarta, Rabu (25/6)n, Djoko menuturkan, secara umum kerjsama antara pemerintah dan Namru-2 berjalan kurang seimbang.

Pasalnya, pihak AS yang diwakili Angkatan Laut-nya memiliki dua kemampuan yakni militer dan penelitian medis, sedangkan pihak RI hanya diwakili unsur sipil sebagai peneliti. "Seharusnya dalam kerjasama kedua negara ada kesejajaran antara kedua pihak," tambahnya.

Ditambahkan, Mabes TNI sependapat dengan Komisi I DPR RI bahwa, unsur TNI dalam hal ini, Puskes TNI dan TNI AL perlu dilibatkan dalam kegiatan Namru-2, mengingat pelaksana dari pihak AS adalah US Navy sehingga TNI atau TNI AL selaku counter part US Navy dapat mengetahui secara langsung kegiatan yang dilaksanakan oleh personel Namru-2.

Pada rapat tersebut, Djoko juga melontarkan, Namru yang hadir di Indonesia pada tahun 1970, sejatinya sesuai dnegan kesepakatan, bahwa agreement antara ke-dua belah pihak akan diperbaharui setiap 10 tahun sekali. Namun fakatanya, hingga 28 tahun ini belum ada pemharuan apapun dari isi kesepakatan.

Dalam sarannya dari sudut bidang keamanan pada Komisi I, TNI, lanjut Djoko, menilai cakupan kawasan penelitian Namru yang cukup luas, mulai dari ASEAN hingga ke Jepang dan Korea sangat menyulitkan posisi Indonesia untuk melakukan pengawasan. Ditambahkan, pemberian status diplomat kepada personel Namru-2 yang berjumlah 23 orang, memberikan konsekuensi mereka mendapat perlakuan yang sama dnegan diplomat.

Dampaknya, lalu lintas barang keluar masuk yang dibawa peneliti bebas dari proses bea cukai. "Kalau personil Namru dianggap di bawah Kedubes, berarti bertentangan dengan Persetujuan Wina, dimana kantor Kedubes tidak boleh melakukan kegiatan riset."

TNI juga menyoroti keberadaan Namru-2 di Jakarta yang masuk dalam katagori Biological Safety Level-3 (BSL-3). Hal tersebut berpotensi menimbulkan kerawanan yang dapat merugikan Indoensia sebagai 'Negara Pihak' yang ditempati. Pasalnya sesuai dengan Konvensi Senjata Biologi (BWC-Biological Weapons Convention), apabila terjadi kecelakaan yang emngakibatkan kebocoran kuman berbahayadalam suatu lab penelitian, maka 'Negara Pihak harus mengizinkan Tim Pemeriksa International melakukan pemeriksaan sejauh radius 500 Km. (Tlc/OL-2)

Sumber : MEDIAINDONESIA.COM

No comments:

Post a Comment