Friday, February 29, 2008

India-Rusia Sepakati Harga Kapal Induk

New Delhi, Kamis - India dan Rusia sepakat mengakhiri perselisihan mereka dalam harga penjualan kapal induk bekas Uni Soviet, Laksamana Gorshkov. Rusia bersedia menjual kapal induk berbobot 44.570 ton ini kepada India, tetapi terbentur pada biaya pembaruan kembali yang melonjak tajam.

Menteri Pertahanan India VK Singh yang kembali dari kunjungan ke Moskwa, Rusia, Kamis (28/2), menegaskan, pihaknya sudah mencapai kesepakatan soal harga penjualan dari kapal induk Laksamana Gorshkov. Namun, Singh tak menjelaskan harga baru yang disepakati itu.

Perusahaan ekspor Rusia, Rosoboronexport, pada tahun 2004 menandatangani perjanjian pembaruan kembali (refurbish) kapal induk eks Uni Soviet itu dengan biaya 970 juta dollar AS (sekitar Rp 9,21 triliun). Namun, tahun lalu pihak Rusia meminta India membayar hingga 1,2 miliar dollar AS bagi biaya pembaruan kapal induk ini.

Singh menolak memberikan rincian perundingan. Hanya dikatakan, ”Akan ada kenaikan substansial dalam perkiraan biaya” guna memodernisasi kapal induk yang sudah berusia 30 tahun itu. ”Angka (biaya) dalam kontrak perubahan ini telah diajukan kepada kabinet dan Komite Kabinet Urusan Keamanan yang akan menjelaskan,” ujarnya kepada wartawan di New Delhi.

Bergabung tahun 2011

Sebuah sumber menegaskan, India membayar hingga 900 juta dollar AS untuk pembaruan kapal induk Laksamana Gorshkov yang akan berganti nama dengan INS Vikramaditya saat bergabung dengan kekuatan tempur AL India pada awal tahun 2011.

India menghendaki kapal induk ini segera bergabung dengan mengerahkan lebih dari 100 pekerja terlatih dari galangan kapal domestik untuk bersama 1.200 tenaga kerja Rusia yang kini menyelesaikan proyek pembaruan Laksamana Gorshkov.

”Kapal induk ini harus dipasang turbin baru, mesin uap, 2.500 kilometer kabel, dan memperkuat dek landasan yang ada,” ujar Singh.


Maket model INS Vikramaditya, hasil refurbish kapal induk Rusia, Laksamana Gorshkov

Kapal induk ini akan siap pada tahun 2010 dan menjalani tes berlayar selama 18 bulan. Berdasarkan kontrak dengan galangan kapal Svemash, Rusia, kapal induk ini dilengkapi senjata modern, 16 pesawat tempur MiG 29, dan sejumlah helikopter antikapal selam.

Kapal induk INS Vikramaditya akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan kapal induk pertama India, INS Vikrant, yang telah dibesituakan tahun 1997. Vikrant bertugas sejak tahun 1961. India masih mengoperasikan kapal induk INS Viraat, tetapi akan dibesituakan dalam beberapa tahun mendatang.

Kesepakatan soal harga kapal induk ini terjadi tiga bulan setelah PM India Manmohan Singh terbang ke Moskwa pada 12 November, bertemu dengan Presiden Valdimir Putin membahas hubungan kerja sama politik dan pertahanan.

Rusia memasok sekitar 70 persen dari persenjataan India. Namun, penyerahan yang sering terlambat dan ketidakcocokan dalam harga membuat New Delhi mencari pemasok lain, seperti Israel, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat.

Rusia kini sedang bersaing dengan para pembuat senjata dari Barat dalam memperoleh kontrak pembelian senjata India. Kontrak ini berkaitan dengan pembelian 126 pesawat tempur senilai 10 miliar dollar AS, artileri senilai dua miliar dollar AS, dan 317 helikopter senilai satu miliar dollar AS. (AFP/Reuters/ppg)

Sumber : KOMPAS

Pemotongan Anggaran Tidak Pengaruhi Rencana Latgab TNI 2008



JAKARTA--MI: Keputusan pemerintah memotong anggaran di tiap departemen sebesar 15%, termasuk Departemen Pertahanan, tidak tidak berpengaruh terhadap penyelenggaran Latihan Gabungan (Latgab) TNI 2008.

Hal itu ditegaskan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen di Jakarta, Kamis (28/2). TNI pada medio 2008 akan menyelenggarakan Latgab 2008 sebagai bentuk pertanggungjawaban TNI kepada masyarakat Indonesia dan diperkirakan menelan biaya sekitar Rp50 miliar.

Sagom mengemukakan, TNI terus melakukan persiapan dalam segala hal terkait penyelenggaraan Latgab dan hingga kini belum ada pengaruh antara rencana pemotongan anggaran pertahanan oleh pemerintah dengan penyelenggaraan Latgab 2008.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengingatkan kepada para menterinya selaku pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen untuk benar-benar menjalankan efisiensi dan penghematan anggaran pemerintah, dengan cara memotong anggaran sebesar 15% dari pagu setiap departemen.

Terhadap program yang tidak mendesak, Presiden meminta agar program itu ditindaklanjuti pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah melalui Departemen Keuangan memutuskan untuk memotong anggaran setiap departemen sebesar 15% dari pagu anggaran 2008 untuk menyelamatkan neraca APBN 2008 yang diperkirakan melonjak tajam.

Pada Tahun Anggaran 2008 Dephan dan TNI tercatat Rp36,39 triliun yakni hanya dapat mendukung sekitar 36 persen kebutuhan minimal. Kebutuhan minimal Departemen Pertahanan dan TNI sekitar Rp 100,53 triliun. (Ant/OL-06)

Thursday, February 28, 2008

Menhan Berharap Regulasi Pinjaman Alutsista Dipercepat

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan), Juwono Sudarsono, mengharapkan regulasi pengalihan pinjaman luar negeri ke pinjaman dalam negeri untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dapat dipercepat, mengingat pengadaannya yang sudah mendesak.

"Saat ini Departemen Keuangan masih menggodok regulasi tentang pengalihan Kredit Ekspor (KE) menjadi pinjaman dalam negeri, memang perlu waktu, dan itu akan berpengaruh terhadap percepatan pengadaan alutsista TNI yang sebagian sudah sangat mendesak," katanya, ketika dikonfirmasi ANTARA News di Jakarta, Kamis.

Perubahan regulasi terkait pembiayaan alutsista TNI, menurut mantan Wakil Gubernur LEmbaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu, bisa memakan waktu satu hingga dua tahun, dan jika telah rampung pemerintah masih harus melihat kembali kesiapan Badan Usaha Milik Negara Strategis (BUMNIS) dalam hal produksi hingga produk yang dihasilkan dinyatakan layak pakai oleh pengguna dalam hal ini TNI.

"Keseluruhan proses itu memakan waktu lebih lama lagi bisa mencapai tiga tahun, padahal jika kita melanjutkan beberapa KE yang telah disepakati pada 2002-2004 mungkin alutsista yang kita perlukan sudah dapat kita adakan dalam kurun waktu itu dan biasanya lebih murah," katanya.

Tidak hanya itu, pihak perbankan nasional meski menyatakan siap namun bank masih mempertimbangkan tingkat suku bunga yang akan digunakan apakah dibawah tingkat komersial atau tidak, ungkapnya.

Tentang siasat Departemen Pertahanan (Dephan) untuk tetap dapat mengadakan alutsista yang dibutuhkan, sambil menunggu regulasi rampung, Juwono mengatakan bahwa pengadaan alutsista dalam negeri secara bertahap.

"Mungkin untuk tahun ini, alutsista yang menggunakan industri dalam negeri 30 persen, selebihnya KE, sepuluh tahun ke depan 50 persen dan seterusnya meningkat hingga tercapai kemandirian yang diharapkan," ujarnya.



Semisal, saat ini PT Dirgantara Indonesia (DI) belum bisa mengadakan peralatan dan persenjataan atau membuat pesawat angkut berat sekelas C-130 Hercules baru sebatas CN-235.

"Ya, kita fokuskan dulu PT Dirgantara Indonesia (DI) pada pesawat angkut ringan sekelas itu. Jadi, kebutuhan kita akan pesawat angkut ringan terpenuhi, profesionalitas TNI terjaga, dan PT DI sebagai bagian dari BUMNIS juga dapat diberdayakan terus sesuai dukungan anggaran yang ada," ujar mantan Duta Besar RI Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris dan Republik Irlandia tersebut.

Pemberdayaan BUMNIS pertahanan telah diputuskan secara politik, oleh karena itu harus ditaati dan dijalankan oleh seluruh pihak terkait, seperti Dephan, Departemen Keuangan (Depkeu), Menteri Negara (Menneg) BUMN dan Departemen Perindustrian (Deperin).

"Dephan hanya ingin regulasi itu dapat dipercepat, mengingat mendesaknya pengadaan alutsista untuk mendukung kesiapan tempur dan operasional TNI," ujarnya.

Juwono mengemukakan, pada Januari 2006 Pemerintah, BUMNIS dan perbankan nasional sudah sepakat melalui penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU), untuk memberdayakan industri pertahanan nasional dalam pengadaan alutsista TNI.

Ia menambahkan, regulasi tentang pemberdayaan BUMNIS pertahanan nasional masih di godok dan dibahas antar depertemen terkait, yakni Dephan, Depkeu, Menneg BUMN dan Deperin yang berada di bawah koordinasi Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). (*)

Sumber : ANTARA

Indonesia Pasang 26 Radar di Tiga Selat




Jakarta (ANTARA News) - Indonesia segera memasang 26 radar pantau laut (vessel traffic identification system/VTIS) di Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok tahun ini dengan total investasi di atas Rp100 miliar.

"Akhir 2009 diharapkan sudah operasi. Fungsi utamanya untuk memonitor trafik kapal di tiga selat selat itu," kata Direktur Navigasi Departemen Perhubungan Yuri Gunadi kepada pers di sela-sela Peresmian Kapal SAR Jakarta 01 di Pelabuhan Distrik Navigasi Tanjung Priok, Jakarta, Kamis.

Yuri menjelaskan, radar itu memiliki fungsi utama untuk memantau trafik kepadatan kapal niaga maupun non-niaga. Total radar yang akan dipasang sebanyak 26 unit, rinciannya masing-masing dua unit di Selat Sunda dan Selat Lombok dan 22 unit di Selat Malaka.

"Di Selat Malaka dipasang dari Sabang sampai Karimata, Bangka Belitung," jelas Yuri. Pemasangan radar di tiga selat itu dinilai sudah mendesak mengingat arus lalu lintasnya sudah padat. Yuri menyebutkan bahwa setiap harinya Selat Malaka dilintasi lebih dari 600 kapal, Selat Sunda sekitar 200 kapal, dan Lombok 100 kapal.

Selain itu, selat Sunda dan Selat Lombok merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi lintas internasional meski masih dalam kedaulatan Indonesia. "Kapal asing boleh melintas," ujarnya.

Selat Malaka pun menjadi lintas tiga negara yang menaunginya yakni Singapura, Malaysia dan Indonesia. Di tengah kondisi seperti itu, pemantauan kapal sejauh ini hanya secara manual menggunakan fasilitas radio pantai. "Kapal siluman atau kapal diam-diam lolos," kata Yuri.

Dengan radar, kata Yuri, hasil pemantauan dilengkapi metode visual. Kapal akan terlihat dengan jelas, kecuali mereka menggunakan piranti anti radar.

Ditanya soal pendanaan 26 radar tersebut, Yuri mengatakan, lima radar didanai dari hibah Jepang, sisanya 35 persen hibah dan 65 persen pinjaman lunak.(*)

Sumber : ANTARA

Pesawat Intai TNI-AU Gunakan Wescam MX 15



AMBALAT, 28/2 - OPERASI AMBALAT. Komandan Misi operasi udara pengamanan Blok Ambalat, Lettu Pnb T. Sani (berdiri kanan) memberi penjelasan terkait foto udara yang dibuat dari atas pesawat intai B 737-200 TNI AU saat terbang dengan ketinggian sekitar 500 meter di atas perairan Ambalat, perbatasan RI-Malaysia, Rabu, (27/2) . Koopsau II menyertakan belasan wartawan untuk mengikuti operasi pengintaian tersebut. FOTO ANTARA/Rolex Malaha/nz/

PESAWAT intai Boeng 737 milik TNI-AU terbang rendah di perairan Ambalat, Rabu (27/2) pukul 09.15 wita. Pesawat yang sedang berpatroli itu terbang dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut, dipiloti Komandan Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin, Letkol Pnb Danet H.

Patroli yang diikuti sejumlah wartawan di Makassar, itu mendapatkan sasaran. Sebuah kapal perang yang tidak jauh dari mercusuar berbendara merah putih, sedang mengapung. Awak pesawat mengamati dengan teliti kapal perang itu lewat layar kaca.

"Ya, di bawah ada kapal perang dengan nomor lambung 804. Lihat seorang ABK-nya hanya mengenakan baju dalam berdiri di pinggir kapal. Oh, ternyata kapal perang milik Indonesia, KRI Hiu," kata Miss Commandor Lettu Pnb Tsami, setelah gambar kapal itu semakin jelas tampak di layar kaca. "Lihat itu, di belakang kapal ada tulisan Hiu," katanya lagi kepada wartawan.




Itulah antara lain jalannya patroli pesawat intai TNI-AU di Laut Sulawesi. Di dalam pesawat selain terdapat sejumlah wartawan, juga diikuti Kepala Staf Komando Operasi Angkatan Udara II, Marsma TNI Benyamin Dandel serta sejumlah petinggi lainnya di Koopsau II.

Pilot Danet yang lulus Akabri tahun 1991 dan lulus sekolah penerbang tahun 1994, menerbangkan pesawat di kawasan Ambalat sekitar 15 menit. Sasaran yang ditemukan selain KRI Hiu, juga ada enam kapal nelayan yang sedang menangkap ikan. Para nelayan itu tampak jelas dari layar kaca di pesawat sedang mengangkat jaring ke kapalnya.

Di Skadron Udara 11 terdapat tiga pesawat intai Boeing. Ketiga pesawat itu dirancang khusus sesuai dengan fungsinya. Di belakang kokpit terdapat sekitar 15 kursi, dan di bagian belakang lagi terdapat sejumlah peralatan untuk melakukan pengintaian.

Jangan heran, pesawat ini memiliki 14 kru. Selain memiliki alat komunikasi, pesawat ini mempunyai radar cuaca, untuk menghindari awan. Yang menarik perhatian wartawan, ada camera radar (wescam MX-15) berbentuk turet dibawah pesawat yang bisa mencari target sasaran dan menampilkannya didisplay dalam pesawat. Kapal perang dan kapal-kapal nelayan tadi, dapat dimonitor melalui layar monitor itu.

"Kapal selam sekali pun, radar ini dapat menangkapnya," kata Tsani. Lelaki jangkung ini malahan sempat beberapa kali mempertontonkan gambar hutan. Itu berarti, bila ada yang melakukan pembalakan kayu dengan mudah dapat diketahui melalui layar kaca tersebut.

Usai berpatroli, pesawat terbang ke Bandara Juwata, Tarakan. Dari Tarakan ke Bandara Sepinggan, Balikpapan, lalu kembali ke Lanud Hasanuddin, Makassar.

Sumber : TRIBUN-TIMUR

Berita terkait lainnya :
Patroli ke Ambalat, Pangkoopsau Bawa 15 Wartawan Makassar

TNI AU Bangun Lanud Tarakan


Kas Koopsau I Masma TNI Benyamin Dandel, S.IP bersama Wakil Wali Kota Tarakan, Tamrin AD beserta sejumlah pejabat sedang meninjau lokasi pembangunan Lanud Tarakan. (Foto : Pen Koopsau II/2008).

Mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk yang bakal terjadi, khususnya yang menyangkut isu sengketa perbatasan Indonesia – Malaysia, di wilayah Kalimantan Utara, baik wilayah darat, laut maupun udara, Pemerintah, dalam hal ini TNI Angkatan Udara telah mengambil langkah-langkah antisipasi pengamanan dengan menyiapkan Pangkalan TNI AU (Lanud) Tarakan, Kalimantan Timur.

Kesiapan pembangunan Lanud Tarakan, ditinjau oleh Kepala Staf (Kas) Komando Operasi TNI AU (Koopsau) II Marsekal Pertama (Marsma) TNI Benyamin Dandel, S.IP, Rabu (27/2). Ikut mendampingi Asops Kas Koopsau II Kolonel Pnb Zulhasmi serta beberapa pejabat teras Koopsau II lainnya. Kedatangan Kas Koopsau II dan rombongan diterima Wakil Walikota Tarakan, Tamrin AD beserta jajaran Muspida setempat.

Kepada Wakil Walikota Tarakan, Kas Koopsau II menyatakan, pembangunan Lanud Tarakan merupakan kebijakan dari pimpinan Angkatan Udara dalam rangka merespon sekaligus menghadirkan kekuatan Angkatan Udara di daerah perbatasan Indonesia – Malaysia, guna memberikan daya tangkal (deterent power) terhadap negara tetangga. Kas Koopsau II sangat berharap kiranya Pemda Kota Tarakan khususnya dan Kalimantan Timur umumnya dapat mendukung terwujudnya Lanud Tarakan.

”Kita berharap, pembangunan Lanud Tarakan ini bisa segera terwujud, sehingga keberadaan TNI AU bisa segera dihadirkan di kota Tarakan ini” kata Marsma TNI Benyamin Dandel.

Sementara Wakil Walikota Tarakan Tamrin AD menyatakan dukungan penuhnya atas prakarsa pimpinan TNI AU membangun Lanud di wilayahnya. Menurutnya, di Tarakan memang perlu dihadirkan kekuatan-kekuatan TNI, termasuk unsur Angkatan Udara, dalam rangka mengimbangi kekuatan negara tetangga Malaysia yang seringkali membuat manuver dan provokasi.

”Bagi kami dan masyarakat yang ada di Tarakan, NKRI merupakan harga mati. Oleh karena itu kami sangat dukung setiap upaya menghadirkan kekutanan TNI – Polri di Tarakan, mengingat wilayah kami berdekatan dengan negara Malaysia” ujarnya.

Tamrin AD, yang didampingi stafnya menambahkan, pihaknya kini telah menyiapkan lahan seluas 168 hektar milik Pemda, yang berada di sebelah Bandara Juwata, Tarakan. Sementara untuk pembangunannya sendiri, pada tahun anggaran 2007, Pemda Kaltim telah mensubsidi dana 10 milyar rupiah dan Pemkot Tarakan 2,5 milyar rupiah. Pembangunan sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 lalu, dan yang sedang berjalan saat ini berupa pembangunan fasiltas run way, fasilitas Lanud seperti komplek perkantoran Malanud, dan infrastruktur lainya.

Sebelumnya, satuan Angkatan Udara di Tarakan masih berupa pos Angkatan Udara. Diluar itu, unsur udara yang bertugas meng-cover wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia selama ini adalah Satuan Radar (Satrad ) 225. Lanud Tarakan, nantinya merupakan Lanud tipe ”C”, dikomandani oleh seorang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) serta diawaki kurang lebih 200 personel.

Hadirkan Pesawat Tempur

Disela-sela peninjauan pembanguan Lanud, Kas Koposau II Marsma TNI Benyamin Dandel kepada wartawan menjelaskan, perbatasan Malaysia – Indonesia di sekitar Tarakan, merupakan daerah strategis. Dimana diderah ini khususnya dan Kalimantan Timur umumnya merupakan penghasil minyak terbesar di Indonesia.

”Saya melihat harus ada langkah antisipasi terhadap kemungkinan ancaman di perbatasan Malaysia – Indonesia ini, termasuk dengan menghadirkan pesawat tempur di Lanud Tarakan” katanya.

Terkait dengan penghadiran pesawat tempur di Lanud Tarakan, Marsma TNI Benyamin Dandel yang alumnus Akabri Udara tahun 1977 itu, mempunyai pengalaman. Pada tahun 1994, ketika melaksanakan patroli udara dengan pesawat tempur OV-10 Bronco dikawasan Sipadan Ligitan. Begitu tiga pesawat OV-10 Bronco Indonesia take off, maka Malaysia pun langsung menerbangkan dua pesawat F-5 dari Pangkalan Udara Tawau.



Mengenai berapa banyak pesawat TNI AU yang akan dihadirkan, Kas Koopsau II tidak menyebut berapa jumlahnya, karena merupakan kebijakan pimpinan TNI AU, yang jelas tentu saja akan disesuaikan dengan kesiapan pesawat dan eskalasi ancaman. ”Itu merupakan kebijakan pimpinan yang akan datang, kita tidak tahu berapa jumlahnya, tetapi yang pasti harus ada disini, dan merupakan jenis pesawat tempur” jelasnya.

Mengenai kesiapan run way, Kas Koopsau II optimis Lanud Tarakan akan mampu didarati pesawat tempur yang dimiliki TNI AU saat ini, seperti Sukhoi, F-16, F-5 maupun Hawk 100/200. Pembangunan yang sedang dilaksanakan termasuk memperpanjang run way menjadi 2240 m. Konsep pengamanan yang akan dilaksanakan di sekitar perbatasan, nantinya dengan melaksanakan patroli secara standar, termasuk pengamanan aset-aset Lanud.

Bila pembangunan berjalan lancar, direncanakan awal tahun 2009 Lanud Tarakan sudah dapat beropeasi. Dengan beropeasinya Lanud Tarakan, maka nantinya kehadiran pesawat-pesawat tempur yang selama ini berada di Lanud Balikpapan, akan digeser ke Lanud tarakan yang tentu saja akan menjadi lebih dekat dengan perbatasan Malaysia – Indonesia di Kalimantan Utara.

Sumber : DISPENAU

Wednesday, February 27, 2008

Damen Group Tawarkan Kerjasama Pembuatan Kapal Perusak Kawal Rudal



Jakarta, DMC - Damen Group melalui perusahaannya yang bernama Schelde Naval Shipbuilding menawarkan peningkatan kerjasama dengan Departemen Pertahanan Republik Indonesia melalui kerjasama Pembuatan Kapal Perusak Kawal Rudal yang bekerjasama dengan PT. PAL.

Tawaran tersebut disampaikan Owner Damen Group, Kommer Damen, dalam kunjungannya kepada Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Selasa (27/2) di kantor Departemen Pertahanan, Jakarta. Dalam kunjungannya Komer Damen didampingi Ceo Damen Group; Royal Schelde, Rene Berkvens, Chairman of the Board of Commissarissen, Zadelhoff dan Director Marketing and Sales SNS, Robert Post.



Selain menyampaikan tawaran tersebut, Komer Damen juga menyampaikan terima kasih atas kepercayaan Pemerintah Indonesia yang diberikan kepada Damen Group untuk menyelesaikan pembuatan kapal Korvert kelas sigma yang dipesan oleh TNI AL. Damen Group melalui perusahaannya yang bernama Schelde Naval Shipbuilding yang berkedudukan di Belanda, telah selesai membuat 2 buat kapal korvert kelas sigma pesanan Indonesia.

Selanjutnya, Dirjen ranahan mengatakan, tawaran yang disampaikan Kommer Damen disambut baik oleh Menhan Juwono Sudarsono, karena kedepan Indonesia perlu untuk meningkatkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Indonesia meminta kepada Damen Group agar dalam pembuatan Kapal Perusak Kawal Rudal tersebut juga diikuti transfer teknologi ke Indonesia.

Sementara itu dalam menerima rombongan Damen Group, Menhan didampingi oleh Dirjen Perencanaan Pertahanan Departemen Pertahanan Laksda TNI Gunadi , M.D.A, Dirjen Sarana Pertahanan Dephan Marsda TNI Eris Herryanto, S.IP, MA, dan Karo Humas Setjen Dephan Brigjen TNI Edy Butar Butar S.IP. (BDI/MNK)

Sumber : DMC

Menhan Yakin Tak Didikte AS


Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Senin (25/2), saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI di kantor DPR RI, Jakarta.

JAKARTA(SINDO) – Menhan Juwono Sudarsono memastikan pemerintah RI tidak akan didikte pihak Amerika Serikat (AS) terkait pembelian enam pesawat F-16.

”Jadi kita menegaskan kita bukan sekutu siapa-siapa. Bukan sekutu AS,Australia, atau (negara) apapun. Kita tidak mengemis, mereka semua yang menawarkan. Jadi salah kalau dianggap kita tersubordinasi, misalnya di bawah AS,” kata Juwono Sudarsono kepada wartawan di ruang kerjanya,kemarin.

Dia menilai, pemerintah Indonesia tidak akan pernah meminta bantuan apapun untuk dapat memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) kepada pemerintah Amerika Serikat (AS).Apalagi, Indonesia punya pengalaman buruk setelah diembargo pihak AS. Menhan mengakui, banyak negara maju lain yang ingin memberikan bantuan keuangan untuk pemenuhan kebutuhan alutsista TNI, seperti China, Rusia, Polandia dan India.

Namun, Indonesia tidak bisa begitu saja memanfaatkannya. Sebab, pemerintah harus menjaga keseimbangan hubungan dengan masing-masing negara. Mengenai kesepakatan dengan AS, bertujuan untuk mempererat hubungan kedua negara. Bagi Dephan dan Mabes TNI, perbaikan pesawat F-16 akan menambah jam terbang pilot F-16 TNIAU.

Karena itu, salah satu opsi dari kesepakatan dengan pemerintah AS yang akan memperbaiki dua pesawat F-16 dan pembelian tujuah F-16 baru yang ditawarkan AS, karena memang F-16 dapat digunakan untuk latihan.

”Memang Sukhoi jauh lebih canggih, tetapi memang kalau F-16 dapat digunakan untuk latihan dan tempur karena memiliki jam terbang tinggi hingga 1.200 jam, sementara kalau Sukhoi hanya dapat digunakan untuk tempur saja,dan jam terbang hanya 500 jam,”jelasnya.

Secara terpisah, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Subandrio menyambut gembira rencana pemerintah untuk membeli pesawat tempur F-16 dari AS, dan memperbaiki beberapa F-16 TNI AU yang rusak. ”Kita sangat bersyukur dan menerima dengan tangan terbuka bila rencana itu direalisasikan. Tidak ada masalah apapun terkait postur TNI AU apabila hal itu dilaksanakan.Malah kalau F- 16 itu sudah sesuai dengan rencana strategis TNI AU,” kata Subandrio.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendera mengatakan, pemerintah harus melihat dahulu kepentingan dari AS di balik rencana AS itu. Sehingga pemerintah Indonesia benar-benar dapat belajar dari pengalaman masa lalu yang pernah diembargo.

”Perlu diwaspadai, tidak bisa langsung menentukan saja. Kalaupun harus membeli yang jelas kita tidak boleh diembargo lagi,kita harus mampu mencegahnya dengan cara menyeimbangkan antara kepentingan AS dengan kita,” ujar Yusron kepada SINDO, kemarin.

Sementara itu, Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Rahakundini Bakrie mengatakan, DPR seharusnya mendorong pemerintah untuk memberikan tambahan anggaran yang maksimal guna membangun kekuatan militer.

Sehingga, militer Indonesia mampu menjalankan tugas pertahanan negara secara profesional. ”Saya yang realistis saja. Anggaran untuk TNI kita sekarang ini begitu minim. Jadi bagaimana mungkin kita bisa menuntut terlalu banyak kepada TNI,” katanya di Gedung DPR kemarin. (amril/ahmad baidowi)

Sumber : KORAN SINDO

KASAU Naik Pangkat Menjadi Bintang Empat



Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsdya TNI Subandrio mendapat kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi menjadi Marsekal berbintang empat, sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 01 / TNI / 2008 tanggal 15 Februari 2008.

Sedangkan Keputusan Presiden RI Nomor 03 / TNI / 2008 tanggal 17 Februari 2008 sebanyak dua puluh enam pejabat TNI Angkatan Udara mendapat kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, diantaranya dua menjadi Marsdya yaitu Wakasau Marsda TNI I Made Oka dan Marsda TNI Ida Bagus Sanubari menjadi Marsdya, tujuh Marsma menjadi Marsda diantaranya Pangkohanudnas, Dankodikau, Waka Bais TNI, Aspam Kasau, Aspers Kasau, Pati Sahli Panglima TNI TK. III Bidang Ekudag dan Tenaga Ahli Pengajar Bidang ekonomi Lemhanas RI.

Sementara tujuh belas Kolonel menjadi Marsma, diantaranya Irops Itjenau Wadankodikau, Kadispenau, Kadiskomlekau, Kadispamsanau, Kadisfaskonau, Kadisinfolahtaau, Dan Lanud Hasanuddin Makassar, Kasgartap II Bandung serta seorang Wara G. M. Estheriana.

Sebelumnya Kasau melaporkan kenaikan kepada Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso bersama dengan Kasad Jenderal TNI Agustadi Sasongko serta para Pati lainnya di Mabes TNI Cilangkap.

Sumber : Dispenau

Tuesday, February 26, 2008

TNI AU Senang dengan Rencana Pembelan F-16



JAKARTA--MI: TNI Angkatan Udara menyambut baik rencana Amerika Serikat membantu pengadaan dan perbaikan skuadron tempur F-16.

Dihubungi Selasa (26/2) di Jakarta, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya Subandrio mengaku dirinya baru tahu pembicaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menhan Juwono Sudarsono dengan Menhan AS Robert Gates menyangkut bantuan perbaikan serta pengadaan pesawat tempur F-16. "saya baru tahu setelah baca koran hari ini," ujar Subandrio.

Dia melanjutkan pihaknya akan sangat bersyukur dan menerima dengan tangan terbuka bila rencana itu direalisasikan. Menurutnya, tidak akan ada masalah apapun terkait postur TNI AU apabila hal itu dilaksanakan. "Malah kalau F-16 itu sudah sesuai dengan rencana strategis TNI AU," kata Subandrio.

Ketika ditanya apakah pengadaan F-16 nantinya takkan mengganggu TNI AU terkait rencana pemenuhan skadron TNI AU dengan pesawat Sukhoi buatan Rusia, Subandrio menyatakan tak ada masalah. Demikian juga dengan pelatihan pilot, yang menurut dia, sudah terlatih untuk pesawat sejenis.

"Kita bisa melatih sendiri. Tak ada masalah kok. Mau dibeli ya kita terima saja dengan tangan terbuka," katanya.

Menhan Juwono Sudarsono pernah mengakui pemerintah kesulitan menerima proposal TNI AU soal penambahan anggaran untuk pembelian sejumlah pesawat tempur baru. Sebab selain karena anggaran yang minim, Pemerintah memang lebih mengalokasikan penggunaan anggaran untuk pembelian pesawat transpor.

Sementara TNI AU sendiri menginginkan sejumlah pesawat tempur baru karena beberapa skuadron pesawat tempur yanga da sudah memasuki masa habis pakai pada 2009. Beberapa diantaranya adalah pesawat jenis Hawk MK-53 di Skuadron 15 dan pesawat jenis OV-10 Bronco di Skuadron 21.

Di sisi yang lain, TNI AU juga membutuhkan enam unit Sukhoi baru untuk memenuhi skadron TNI AU. Departemen Pertahanan (Dephan) sendiri sebenarnya berusaha memenuhi kebutuhan TNI AU. Salah satunya dengan penandatangan kerjasama kredit ekspor US$1 miliar dengan pemerintah Rusia terkait.(Mjs/OL-06)

Sumber : MIOL

TNI AU di Antara Modernisasi AU ASEAN

Oleh : Ninok Leksono

Perihal tua dan rendahnya tingkat kesiapan alat utama sistem senjata atau alutsista TNI telah banyak diangkat dalam laporan media massa. Sampai akhirnya—menyusul terjadinya musibah yang menimpa kendaraan amfibi Korps Marinir—Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar alutsista tua tidak digunakan lagi.

Tindak lanjut yang sebetulnya masuk akal adalah mengganti alutsista tua yang tidak layak dioperasikan lagi. Tetapi dalam realita, khususnya di era keterbatasan anggaran dan prioritas pemenuhan kebutuhan rakyat yang lebih urgen, pengadaan alutsista menjadi persoalan pelik. Lebih-lebih ketika muncul berita bahwa anggaran pertahanan akan dipangkas.

Membatasi pembicaraan untuk lingkup kekuatan udara, wacana yang muncul di sela-sela pameran kedirgantaraan Singapore Airshow yang berlangsung di Changi Exhibition Center, Singapura, 19-24 Februari, menggugah kita.

Menyusul pembelian dua jet Sukhoi Su-27 dan dua Su-30MK lima tahun silam, wacana untuk menambah armada Sukhoi terus bergulir, karena memang hanya dengan empat pesawat, deterens yang diinginkan belum dapat ditegakkan, lebih-lebih ketika pesawat tersebut—hingga akhir tahun kemarin—tidak dilengkapi dengan persenjataan.

Jalan keluar bagi pendanaan pembelian tambahan Sukhoi muncul ketika Pemerintah Rusia menawarkan kredit negara kepada Indonesia.

Seperti dilaporkan oleh Nikolai Novichov di jurnal Aviation International News yang terbit 19 Februari lalu, dengan kredit Rusia tersebut Indonesia telah menyusun daftar belanja yang disebut tambah panjang (Indonesia extends arms wish list).


Flanker Su-30MK2 dan Su-27SKM (skadron 11) di Lanud Hasanuddin.

Termasuk dalam daftar adalah 20 Su-30MK2, sejumlah pesawat latih Yak-130, empat kapal selam Proyek 636 Kelas-Kilo dan dua kapal selam Proyek Amur-1650, 10 helikopter angkut militer Mi-17, lima heli penyerang Mi-35M, 20 kendaraan tempur infanteri BMP-3F, sejumlah korvet dan kapal lain, serta sistem pertahanan udara yang total bernilai miliar dollar AS.

Dalam implementasinya, seperti disampaikan ketika Presiden Vladimir Putin berkunjung ke Indonesia September silam, kredit yang ditawarkan sebesar 1 miliar dollar AS kemudian dicairkan dalam dua tahap, masing- masing 500 juta dollar AS.

Dari pencairan tahap pertama, antara 250 juta dollar sampai 300 juta dollar, digunakan untuk penambahan enam Sukhoi—tiga Su-27SKM dan tiga Su-30MK2. Keenam jet ini diberitakan akan diserahkan antara tahun 2008 dan tahun 2010.

TNI AU berencana membentuk dua skadron Sukhoi —total 24 pesawat—pada tahun 2010 nanti.

Selengkapnya>>

RI Pertimbangkan Beli Jet Tempur F-16 dari AS


F-16 TNI AU dengan persenjataan lengkap. (Foto:Titis Budi Rachman)

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia (RI) tengah mempertimbangkan pembelian enam jet tempur jenis F-16 Fighting Falcon varian terbaru dari Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kesiapan tempur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).

"Kita sedang mempertimbangkan tawaran jet tempur F-16 dari AS sebanyak enam unit, dengan masa pembiayaan empat hingga lima tahun," kata Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Juwono Sudarsono, usai pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan) AS, Robert Gates, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, pembelian enam unit F-16 Fighting Falcon itu untuk melengkapi sepuluh unit pesawat sejenis varian A/B milik TNI AU yang akan di-"up grade" (ditingkatkan kemampuannya).

Menhan mengemukakan, pembelian enam unit F-16 itu akan memakai mekanisme pembiayaan `multiyears` sesuai kesepakatan dengan Departemen Keuangan dan Komisi I DPR RI.



"Kami juga masih mempertimbangkan apakah pembiayaannya akan dilakukan melalui mekanisme FMF (Foreign Military Financing) dan FMS (Foreign Military Sale). Semua juga tergantung DPR karena pada tahun ini pemerintah tengah memfokuskan anggaran pada kesejahteraan rakyat," ujar Juwono.

Ia menjamin, rencana pembelian F-16 tersebut tidak akan berpengaruh terhadap komitmen RI dengan pemerintah Rusia dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI.

"Masing-masing negara memiliki kelebihan dan kekurangan. Kesulitan dengan AS adalah masalah birokrasi sedangkan kesulitan dengan Rusia adalah masalah pembayaran," ujar Juwono.

Sementara itu, Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU (Koharmatau) Marsekal Muda Soenaryo kepada ANTARA News mengatakan, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 Fighting Falcon, dan dari jumlah itu ada enam yang masih dinyatakan laik pakai.

"Sepuluh unit yang kita pakai merupakan jenis A/B dan akan ditingkatkan kapasitasnya mendekati varian terbaru Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi role, terutama untuk sistem avioniknya," ujarnya.

Dalam pertemuan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya Subandrio dengan "Under Secretary of The Air Force For International Affair" AS, Bruce S. Lemkin, di Jakarta akhir pekan silam, Pemerintah AS untuk membeli Block 52 F-16 Fighting Falcon C/D multi-role dan pesawat angkut berat 130-J Hercules. (*)

Sumber : ANTARA

Tambahan moderator:

Pada tahun 2006 sebagai realisasi rencana bantuan Foreign Military Financing (FMF) pascapencabutan embargo, pemerintah AS memberikan bantuan dalam bidang pertahanan yaitu project “1206” FY06, berupa Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) di Selat Malaka yang bernilai sekitar US$ 18,4 Juta.

Bantuan IMSS ini dilanjutkan pada tahun 2007 yang nilai bantuannya sekitar US $ 18,1 juta dengan rencana pemasangan delapan radar IMSS di Laut Sulawesi dan bantuan lain sekitar US $ 6 Juta. Tahun 2008, pemerintah AS melalui FMF merencanakan untuk memberikan bantuan senilai US$ 15,6 juta untuk pembangunan radar IMSS, pembangunan depo-depo pemeliharaan dan bantuan teknis.

Monday, February 25, 2008

Ambisi Militer Australia di Kawasan Asia-Pasifik



Oleh : Rahmad Nasution

Brisbane (ANTARA News) - Australia yang merupakan kekuatan menengah di dunia, namun dalam soal supremasi militer sedang memupuk ambisi besar mempertahankan dominasinya di kawasan Asia Pasifik.

Ambisi itu kian terlihat 23 Februari lalu saat para menteri pertahanan dan luar negeri Australia dan AS bertemu dalam forum konsultatif yang dikenal dengan AUSMIN (Australia-US Ministerial) di Canberra.

Dalam pertemuan yang diikuti Menhan AS Robert Gates, Wakil Menlu AS, Menlu Australia Stephen Smith dan Menhan Joel Fitzgibbon terungkap sejumlah ambisi strategis Canberra.

Selain mereka hadir pula Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana Mike Mullen, dan Komandan Armada Pasifik AS, Laksamana Timothy Keating.

Media setempat melaporkan Australia tidak hanya mempertimbangkan partisipasinya dalam program sistem pertahanan rudal AS, tetapi juga mendorong negara adidaya itu untuk mengizinkan penjualan pesawat tempur generasi baru "F-22 Raptor".

Kedua isu strategis itu mendapat sinyal positif dari delegasi AS.

Fitzgibbon, seperti dikutip ABC, mengatakan memanfaatkan pertemuan itu untuk menyinggung perihal hambatan di seputar pembelian pesawat siluman F-22 Raptor.

Gates menegaskan bahwa pihaknya punya keberatan prinsipil, namun undang-undang kongres AS melarang penjualan pesawat tempur tercanggih AS itu.

F-22 Raptor disebut situs Air Power Australia dapat dilengkapi bom pintar inersial/satelit GBU-32 JDAM (The Joint Direct Attack Munition) itu ke negara asing, termasuk Australia.

Selengkapnya>>

Video : U.S. Launches Spy Sat Missile

The Pentagon has run video of the launch of a U.S. Navy missile aimed at destroying one of its spy satellites which had become disabled.



Animation :

Ada Ironi Dalam Pengadaan Alutsista, Kata Menkeu



Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya ironi dalam pengadaan peralatan utama sistem pertahanan (alutsista), di mana realisasi anggaran jauh dari alokasinya.

"Ada sedikit ironi atas apa yang disampaikan bahwa realisasinya sangat jauh dari apa yang dialokasikan. Ini menjadi perhatian kita, karena harusnya perencanaan dan pembelanjaan sejalan," kata Menkeu dalam rapat Komisi I DPR, di Jakarta, Senin.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPR, Theo L. Sambuaga hadir pula Menhan Juwono Sudarsono dan Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Paskah Suzetta.

Menkeu menyebutkan, alokasi utang pengadaan alutsista dari tahun 2004 hingga 2008 mencapai Rp26 triliun dan pinjaman luar negeri setara Rp20,1 triliun.

Pada tahun 2004, alokasi anggaran mencapai Rp325 miliar realisasinya Rp323 miliar atau sekitar 99,6 persen, sementara luar negeri mencapai Rp2,11 triliun dari alokasi Rp3,57 triliun atau 58,9 persen.

Pada tahun 2005, alokasi rupiah murni mencapai Rp525 miliar dan realisasinya Rp520,4 miliar, sementara pinjaman realisasi luar negeri Rp3,66 triliun dari alokasi Rp3,75 triliun.

Tahun 2006, alokasi anggaran mencapai Rp525 miliar, alokasinya hanya Rp162,8 miliar atau 31 persen, sementara alokasi pinjaman luar negeri Rp4,48 triliun dan realisasinya Rp1,19 triliun atau 27 persen.

Tahun 2007 alokasi sebesar Rp625 miliar, realisasi mencapai Rp225,3 miliar atau 36 persen, sementara utang luar negeri sebesar Rp4,22 triliun dan realisasinya Rp1,12 triliun atau 26 persen.

"Jadi ada sedikit ironi atas apa yang disampaikan, karena realisasinya sangat jauh dari apa yang dialokasikan. Ini menjadi perhatian kita, karena seharusnya perencanaan dan pembelanjaannya itu sejalan," tegas Menkeu.

Menkeu juga menyebutkan bahwa selama 2002 hingga 2006, terdapat 103 kontrak pengadaan alutsista.

Hanya dapat 35 persen

Pada awal rapat, Menhan mengatakan bahwa setiap tahun pihaknya minta anggaran sebesar Rp100 triliun, tapi selalu mendapat sekitar 35 persennya saja.

"Kami sadari, setiap kali kami mengadakan alutsista, maka anggaran kesehatan untuk prajurit akan terpotong," katanya.

Menhan mengharap alutsista Indonesia minimal setara dengan yang dimiliki negara tetangga, karena hal itu penting untuk menjaga kedaulatan.

Sementara itu, Menneg PPN mengatakan pemerintah mengupayakan alokasi anggaran untuk pertahanan selama 2005 hingga 2009 diarahkan kepada "minimum essential force" (pemenuhan anggaran minimum pertahanan).

"Untuk mencapai itu sebenarnya butuh 2-3 persen dari PDB, tapi baru dapat dipenuhi 0,9 persen sampai 1 persen dari PDB," katanya.

Paskah menyebutkan selama 2005 hingga 2009, untuk memenuhi alutsista TNI seluruh matra dialokasikan pinjaman senilai 3,77 miliar dolar AS.

"Namun jumlah ini akan selalu dikaji dengan kemampuan keuangan negara dan juga prioritas-prioritas pembangunan lainnya," kata Paskah. (*)

Sumber : ANTARA

Pembangunan Kemampuan Pertahanan Jadi Prioritas



JAKARTA--MI: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menyatakan untuk mencapai sasaran rencana pembangunan jangka menengah (RJPM) dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai maka prioritas pembangunan diletakkan pada peningkatan kemampuan pertahanan.

"Yang diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme TNI dalam modernisasi peralatan pertahanan negara dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial politik, mengembangkan secara bertahap dukungan pertahanan, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit," kata Paskah dalam rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MPR/DPR Senayan Jakarta, Senin (25/2).

Turut hadir dalam rapat kerja itu Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Paskah menjelaskan, postur pertahanan yang akan dibangun dalam kurun 2005-2009 adalah minimun essential force dan untuk pencapaian postur tersebut diperlukan anggaran pertahanan sebesar 2%-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, dia mengakui, dengan keterbatasan anggaran keuangan negara, saat ini anggaran pertahanan yang dapat dipenuhi berkisar 0,9%-1% dari PDB. Berdasarkan data Bappenas, sepanjang tahun 2000-2008, prosentase anggaran tertinggi terjadi pada 2004 dengan anggaran pertahanan 1,08% dari PDB.

"Pemerintah memutuskan rencana alokasi pinjaman luar negeri 2005-2009 untuk TNI dalam rangka pemenuhan alutsista (alat utama sistem pertahanan) senilau US$3,77 miliar. Namun jumlah ini akan selalu dikaji dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara, prioritas pembangunan, dan perkembangan pelaksanaan program alutsista yang ada," jelas Paskah.

Selain itu, lanjutnya, untuk menunjang kemandirian dalam pemenuhan alutsista serta meningkatkan peran industri strategis, sebagian rencana pengadaan alutsista akan dipenuhi dengan memanfaatkan potensi industri dalam negeri (BUMNIS). Pemerintah telah mengidentifikasikan berbagai peralatan yang dapat diproduksi BUMNIS senilai US$397 juta.

"Sebagian merupakan pengalihan peralatan yang semula direncanakan akan berasal dari luar negeri," ujar Paskah.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan prioritas pengadaan alutsista selama 10-15 tahun mendatang masih pada pengadaan alutsita untuk sistem transpor.

"70% anggaran pembelian alutsisat itu untuk alat transpor dan 20-30% untuk alutsista alat pukul seperti pesawar tempur dan kapal selam," kata Juwono.
(Far/OL-06)

Sumber : MIOL

ToT : Struktur Suspensi Panser RI-Korea




SEOUL (24/2). Wapres Jusuf Kalla (kiri) berbincang dengan Direktur Produksi PT Pindad Tri Harjono (kanan) ketika melihat struktur suspensi panser yang akan dikerjakan PT Pindad bekerja sama dengan perusahaan Korea di Seoul, Minggu (24/2). PT Pindad akan memproduksi kendaraan tempur yang dipesan TNI. FOTO-FOTO : ANTARA/Saptono/hm/nz/

Saturday, February 23, 2008

Kapal Patroli Cepat Kelas Mandau

KRI Mandau (621) merupakan kapal patroli cepat berpeluru kendali milik TNI AL. KRI kelas Mandau ini berperan sebagai kapal patroli utama TNI AL dalam menjaga dan mempertahankan keutuhan NKRI.

KRI kelas Mandau dibuat oleh perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Tacoma SY, Masan pada 1979. Beberapa variant dari kapal kelas ini diantaranya : KRI Rencong (622) dibuat pada 1979, KRI Badik (623) dibuat pada 1980, dan KRI Keris (624) dibuat pada 1980.

KRI Mandau diawaki oleh 43 orang anak buah kapal termasuk komandan kapal. KRI Mandau tidak dilengkapi untuk pertempuran anti kapal selam (ASW) dan juga tidak dilengkapi dengan sonar pendeteksi bawah laut.

Namun untuk pertempuran permukaan persenjataan yang dimilikinya lumayan lengkap. Awalnya KRI Mandau dilengkapi dengan rudal permukaan Exocet MM-38 dengan jarak jangkau 42km. Semenjak ada kerjasama alih teknologi dengan China Exocet mulai diganti dengan rudal C-802 buatan SACCADE.

KRI Mandau mempunyai panjang 53.58meter * 1.63 meter, dan jelajah tempur 41NM (Nautikal Miles). Bobot penuh 290 ton dan bobot kosong 255 ton.

Reka bentuk kapal sangat memungkinkan untuk mengaplikasi pelbagai sistem persenjataan untuk memenuhi keperluan operasi sesuai dengan tuntutan TNI AL akan operasional kapal patroli cepat.

Persenjataan :

Penggunaan C-802 pada KRI Mandau sempat membuat efek deterence yang besar pada kapal ini, meskipun baru mengaplikasi tabung peluncur pada buritan kapal.

C-802 berbasis pada rudal jelajah anti kapal kondang Exocet dan Harpoon, China sukses merancang dan membuat rudal jelajah dengan nama asli Yingji 82 (YJ-82) ini. Hasil pengembangannya dipakai untuk mempersenjatai armada kapal perang dan pesawat tempur AB China. Varian ekspornya (C-802) kini banyak diminati negara-negara ASEAN.

C-802 mempunyai pendorong turbojet engine dengan berat luncur 715 kg, rudal ini mempunyai kecepatan Mach 0.9 diketinggian 20-30km. Jarak jangkauan mencapai 120 km, dengan muatan hulu ledak 165 kg. Rudal ini berpandu radar inertial dan terminal active radar.

Persenjataan standar KRI Mandau :
• Rudal Permukaan-ke-Permukaan Aerospatiale MM-38 Exocet : 4 pucuk (2 x 2).
Jangkauan maksimum 42 km (23 mil laut) dengan kecepatan 0,9 mach, berhulu ledak 165 kg,
berpemandu active radar homing, bersifat jelajah inersia, sea-skimmer.
• Meriam Bofors 57 mm/70 : 1 pucuk, kecepatan tembakan 200 rpm,
berjangkauan maksimum 17 km (9,3 mil laut) dengan berat amunisi 2,4 kg,
anti kapal, pesawat udara, helikopter, rudal balistik, rudal anti kapal,
berpemandu tembakan Signaal WM28.
• Meriam Bofors 40 mm/70 : 1 pucuk, kecepatan tembakan 300 rpm,
dengan jangkauan maksimum 12 km (6,6 mil laut) dengan berat amunisi 0,96 kg,
anti kapal, pesawat udara, helikopter, rudal balistik, rudal anti kapal.
• Kanon Penangkis Serangan Udara (PSU) Rheinmetall 20 mm : 2 pucuk, kecepatan tembakan 1000 rpm,
dengan jangkauan efektif 2 km dengan berat amunisi 0,24 kg,
anti pesawat udara, helikopter.





The Indian Ministry of Defense is planning to double its arms procurement and spend over US$ 20 billion (over Rs 120,000 crore) - more than twice the amount spent in the past 10 years on an annual basis.

In the next four years, on the procurement of new weapons and hardware. These opportunities would probably be the highlights of Defexpo 2008 and Air Power India conference, taking place in New delhi this week. About 450 companies are participating in DefExpo maritime and land warfare exhibition, of which about 300 are international defense industries from 30 countries.

Continue reading>>

Hovercraft TNI AL





Pesawat Pembom AS Jatuh di Guam



Washington (ANTARA News) - Satu pesawat pembom AS B-2 jatuh di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam, tapi kedua pilotnya dapat menyelamatkan diri, kata Angkatan Udara AS, Jumat malam.

"Mereka telah diperiksa oleh dinas medis dan berada dalam kondisi baik," kata Angkatan Udara dalam suatu pernyataan yang dikutip Reuters.

Wanita jurubicara Angkatan Udara belum dapat diminta keterangan lebih lanjut.

Pesawat B-2 adalah pembom "siluman" banyak peran yang mampu membawa senjata konvensional dan nuklir. Pesawat tersebut dioperasikan secara eksklusif oleh Angkatan Udara Amerika Serikat. Kehadirannya merupakan tonggak bersejarah dalam program modernisasi Departemen Pertahanan AS.

Teknologi "siluman" B-2 diperluas ke peran pesawat bantuan penerobos guna melewati sistem pertahanan ketat anti-pesawat, yang dipandang tak dapat ditembus oleh pesawat tempur biasa.(*)

Sumber : ANTARA

Anggaran Dipotong, Dephan Minta "Jalan Tengah"



Jakarta, Kompas - Departemen Pertahanan berharap Departemen Keuangan dapat memberikan alternatif ”jalan tengah” terkait rencana pemotongan alokasi anggaran belanja pertahanan sebanyak 15 persen.

Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Dephan Sjafrie Sjamsoeddin, Jumat (22/2). Menurut dia, saat ini Dephan juga tengah menyusun tawaran soal pos anggaran mana saja yang memungkinkan untuk dipotong tanpa harus mengganggu alokasi dana operasional yang ada.

”Kami menginginkan Menteri Keuangan bisa mempertimbangkan rencananya memotong anggaran, terutama jika itu akan terkena pada anggaran yang terkait operasional TNI yang mendesak. Harapannya, akan ada pengurangan soal besaran yang akan dipotong,” lanjut Sjafrie, yang berharap persentase pemotongan anggaran pertahanan tak lebih dari 5 persen.



Sehari sebelumnya, Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya Subandrio dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I meminta pemotongan tidak dilakukan terhadap alokasi anggaran untuk pemeliharaan kesiapan sistem persenjataan, seperti pesawat angkut dan tempur, karena dikhawatirkan berdampak menjatuhkan tingkat kesiapan sistem persenjataan TNI AU.

”Pemotongan 15 persen akan menurunkan kesiapan seluruh pesawat dan radar TNI AU, masing-masing hingga sekitar 56 persen dan 33 persen. Untuk radar, kesiapan operasinya berubah dari 3-9 jam per hari menjadi 3-6 jam per hari,” ujarnya. (DWA)

Sumber : KOMPAS

Berita terkait lainnya :
Penggantian Alutsista Tua Harus Transparan

AS 'yakin' hancurkan satelit

Amerika Serikat yakin bahwa rudal yang ditembakkan untuk menjatuhkan satelit pengintai yang rusak berhasil menghancurkan tangki bahan bakar yang berbahaya.

Jenderal Marinir James Cartwright mengatakan ada kemungkinan 80-90% tangki satelit itu dihancurkan.

Bola api, uap asap dan analisa spektrum yang mengisyaratkan keberadaan hidrazin memperlihatkan rudal yang ditembakkan tepat mengenai tangki itu, katanya kepada para wartawan.

"Kami sangat yakin kami berhasil mengenai satelit itu," kata Jenderal Cartwright pada keterangan pers di Pentagon beberapa jam setelah rudal ditembakkan.

"Kami juga yakin tangki berhasil hancurkan."

Dia menambahkan setelah 24-48 jam pada pejabat baru dalam mengetahui dengan pasti apakah misi itu berhasil.

Jenderal Cartwright mengatakan dia tidak dapat memastikan materi berbahaya dari satelit itu tidak akan jatuh ke Bumi, tetapi dia menambahkan sampai sejauh ini belum ada bukti hal ini terjadi.

Dia menambahkan para pejabat akan terus melacak sisa-sisa satelit yang jatuh ke arah Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik dalam dua hari ke depan.

"Sampai sejauh ini kami belum melihat sepihan yang lebih besar dari ukuran bola kaki," katanya.

Satelit USA 193 mengalami kerusakan dan tidak bisa dikendalikan lagi tidak lama setelah diluncurkan pada Desember 2006.

Satelit itu ditembak pada ketinggian 283 km di atas Bumi oleh rudal SM-3 yang ditembakkan dari kapal perang di barat perairan Hawaii.

Perlombaan senjata?

Operasi ini hanya memiliki kesempatan 10 detik untuk mengenai satelit tepat sasaran.

Rudal tersebut harus menembus tangki bahan bakar satelit yang berukuran sebesar bis, yang berisi 450 kg hidrazin dan menghancurkannya. Jika gagal tangki yang penuh bahan bakar beracun itu akan masuk kembali ke Bumi secara utuh.

Misi itu dikecam oleh Cina dan Rusia. Cina mendesak Amerika Serikat untuk memberi informasi lebih lengkap tentang misi tersebut.

Rusia mencurigai operasi itu sebagai tes sistem anti satelit sebagai bagian dari program pertahanan rudal Amerika Serikat, yang ditutup-tutupi.

Amerika membantah misi itu adalah balasan atas tes rudal anti satelit yang dilakukan Cina tahun lalu, yang memicu kekhawatiran tentang perlombaan persenjataan angkasa luar.

Para pejabat Amerika mengatakan jika rudal gagal menghancurkan tangki bahan bakar tersebut ditambah dengan sistem pengendali panas satelit itu rusak, bahan bakar berbahaya itu akan menjadi beku sehingga tangki tahan panas ketika masuk kembali ke atmosfir Bumi.

Jika tangki itu jatuh ke permukaan dalam keadaan utuh, ada kemungkinan gas beracun keluar yang akan berbahaya atau membunuh manusia jika terhirup, kata peringatan para pejabat.

Misi dijalankan beberapa jam setelah pesawat angkasa luar ulang alik Atlantis mendarat, sehingga penembakan aman dilakukan.

Sumber ; BBC

Kunjungan Menhan AS Bahas Anggaran Pertahanan dan Keamanan Selat Malaka

JAKARTA--MI: Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan, agenda pertemuan dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates yang direncanakan Senin 25/2) depan, akan membahas dua agenda penting.

"Ada dua agenda utama yang akan dibahas, yaitu penggunaan anggaran berbasis pertahanan dan pengamanan Selat Malaka," kata Juwono saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/2).

Juwono menjelaskan penggunaan anggaran berbasis pertahanan meliputi bagaimana keadaan TNI sekarang dalam menggunakan anggaran. Diharapkan, pejabat TNI, sipil, dan Dephan bisa memahami dan mengerti dalam penggunaan anggaran.

Untuk penggunaan anggaran berbasis pertahanan, ujarnya, Indonesia akan belajar dari AS bagaimana melakukan perhitungan secara cermat dalam menggunakan anggaran. "Bagaimana kita bisa mengitung secara cermat penggunaan anggaran 10 tahun kedepan, bagaimana penggunaan anggaran untuk ketiga matra hingga terpadu dan bagaimana dengan penggunaan alutsista yang berusia 10 hingga 15 tahun," jelas Juwono.

Sedang soal Selat Malaka, Juwono menjelaskan bahwa peran AS sangat diperlukan dalam penjagaan itu. Sebab jalur-jalur perdagangan melalui selat-selat di kawasan Asia Tenggara sangat memengaruhi negara-negara di Asia Timur Laut.

"Peran AS dan Jepang ditambah negara-negara ASEAN sangat diperlukan untuk menjaga keamanan selat-selat yang ada di kawasan ASEAN. AS akan berikan bantuan teknis dalam pengamanan Selat Malaka," ujarnya.(Mjs/OL-03)

Sumber : MIOL

Friday, February 22, 2008

TNI-AL Andalkan Kapal Besar Hadapi Gelombang Tinggi



SURABAYA—MI: Menghadapi cuaca yang belum bersahabat dan gelombang tinggi, TNI-AL kini lebih mengandalkan kapal-kapal jenis besar untuk melakukan patroli pengamanan laut, khususnya di kawasan laut lepas.

"Meskipun kondisinya seperti sekarang, operasi keamanan laut tetap jalan terus sesuai jadwal. Saat ini ada sekitar 22 kapal perang TNI-AL yang beroperasi di wilayah timur," kata Kadispen Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) Letkol Laut (KH) Toni Syaiful kepada Antara di Surabaya, Jumat (22/2).

Menurut dia, untuk patroli di laut dengan gelombang tinggi, seperti Operasi Samor di perbatasan dengan Timur Leste, Operasi Balat Sakti di sekitar perbatasan Malaysia dan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) banyak menggunakan kapal-kapal jenis besar.

Selengkapnya>>

TNI AU diinstruksikan ‘Mempensiunkan’ Pesawat Uzur



JAKARTA--MI: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) segera ‘mempensiunkan’ sejumlah pesawat yang telah uzur dan tidak diproduksi oleh pabrik pembuatnya.

"Kemungkinan kita akan grounded seluruh pesawat tidak lagi diproduksi," kata Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya Subandrio di Jakarta, Kamis.

Ditemui usai melakukan rapat kerja dengan Komisi I DPR ia mengatakan, sejumlah pesawat yang tidak lagi diproduksi antara lain Fokker 27/28, F-16 Fighting Falcon varian A/B, dan OV-10 Bronco.

"Kesemua jenis pesawat itu masih kita pakai kecuali OV-10 Bronco. Karena itu akan kaji dan evaluasi lagi kelaikannya dan jika memang tidak laik, akan kita pensiunkan," kata Subandrio.

Ia mengemukakan, TNI AU telah membentuk tim evaluasi dipimpin Wakil KSAU Marsekal Muda I Gusti Made Oka menyusul intruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar TNI mengandangkan semua persenjataan yang sudah uzur atau berusia diatas 20 tahun.

"Salah satu parameter yang akan digunakan untuk mengevaluasi seluruh jenis pesawat TNI AU adalah masih atau tidaknya pesawat itu diproduksi termasuk ketersediaan suku cadangnya," ujar Subandrio.

Hal senada diungkapkan Komandan Komando Pemeliharaan Materiil TNI AU (Koharmatau) Marsekal Muda Sunaryo HW yang mengatakan, meski pihak pabrik tidak lagi memproduksi jenis pesawat tertentu namun jika masih bisa menjamin ketersediaan suku cadang hingga 15 tahun, maka pesawat itu akan tetap digunakan.

"Usia pesawat memang bisa dilihat dari tahun pembuatan, namun jika pesawat itu masih bisa di-retrovit dan ketersediaan suku cadang terjamin, maka tetap akan kita operasionalkan," tuturnya.

Dicontohkannya, saat ini pihak Amerika Serikat (AS) tidak lagi memproduksi pesawat angkut berat C-130 Hercules tipe B dan H yang banyak dipakai TNI AU.

"Namun, pihak pabrik menjamin ketersediaan suku cadang dan peremajaan hingga bisa memperpanjang usia pakai hingga 15 tahun, ya tetap kita pakai. Daripada kita mengeluarkan uang 80-90 juta dolar AS untuk beli Hercules, kita remajakan yang ada toh masih bisa sampai 15 tahun," kata Sunaryo.

Mabes TNI AU, berdasarkan rencana strategis (Renstra) 2005-2009 berencana melakukan penggantian sejumlah pesawat tempur, seperti OV-10 Bronco, F-5 Tiger, Hawk MK-53, pesawat angkut Fokker-27 dan Helikopter Sikorsky.

Pesawat tempur jenis OV-10 Bronco dibuat pada 1976 dan mulai digunakan TNI AU sejak 1979. Dari sembilan unit pesawat tersebut, hanya empat yang dinyatakan siap.

Sementara pesawat tempur F-5 Tiger buatan 1978, dari 12 yang dimiliki TNI AU, hanya dua yang dinyatakan siap.

Kondisi kesiapan pesawat tempur yang telah di bawah standar juga dialami pesawat tempur Hawk MK-53 buatan 1977. Dari delapan unit, hanya dua unit yang dinyatakan siap atau laik terbang.

Selain itu, dari tujuh pesawat angkut Fokker 27 buatan 1975, hanya empat yang masih siap terbang.

Untuk mengganti OV-10 Bronco, TNI AU menetapkan tiga jenis pesawat pengganti antara lain Sukhoi-25 dan Super Tocano yang sebagian mesinnya merupakan buatan Kanada, sedangkan untuk mengganti MK-53 TNI AU memilih L-159B buatan Ceko. (Ant/OL-03)

Sumber : MIOL

Berita terkait lainnya :
KASAU Dengar Pendapat di DPR