Friday, November 09, 2007

Calo Senjata Ada di Mana-mana

Dua lembar surat yang disodorkan Gatra membuat Theo L. Sambuaga terkejut. Ketua Komisi I DPR ini serta-merta mengatakan, sebelumnya tidak pernah melihat dan membaca surat berbahasa Inggris itu.

Padahal, di sudut atas surat berlambang "Norinco" itu tertera nama Ketua Komisi I DPR tersebut. Di bagian akhir tertera pula nama anggota dewan Happy Bone Zulkarnaen sebagai tembusan. "Saya belum menerima surat ini," ujar Theo.

Surat tertanggal 16 Oktober 2007 itu menarik perhatian Theo. Surat tersebut dikirim oleh industri senjata Cina, China North Industries Corp (Norinco). Dalam surat itu, Norinco meminta Theo mempertimbangkan kembali rencana pengadaan sistem senjata anti-pesawat terbang Norinco 57 mm oleh TNI. Sistem senjata itu, menurut mereka, diproduksi sejak akhir tahun 1950-an alias teknologinya sudah ketinggalan zaman. "Senjata itu kini sudah tidak diproduksi lagi," demikian bunyi surat tersebut.

Dalam surat yang ditandatangani Luo Xiangdong yang mengaku sebagai Wakil General Manager Norinco Wilayah Asia Pasifik itu, Norinco menyodorkan sistem senjata yang lebih baru dan canggih, Giant Bow 23 mm dan Giant Bow II System. Kedua jenis senjata baru ini memiliki kemampuan jauh di atas sistem senjata 57 mm, yang disebut-sebut akan dibeli oleh Indonesia.

Anehnya, dalam surat itu juga dijelaskan bahwa kedua senjata terbaru tersebut pernah dipresentasikan di hadapan delegasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Departemen Pertahanan (Dephan) yang berkunjung ke pabrik Norinco di Cina. "Saya akan coba mengecek kebenaran hal tersebut," kata Theo.

Jika benar, surat penjelasan langsung dari Norinco itu menjadi salah satu bukti kesemrawutan proses pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) oleh pemerintah. Betapa tidak, kasus itu setidaknya menunjukkan bahwa senjata untuk menangkis serangan pesawat tempur tersebut bukan berasal dari Norinco. Sumber Gatra yang dekat dengan para rekanan pengadaan di Dephan menyebut pasar gelap sebagai sumber pembelian senjata-senjata out of date itu. "Harganya miring, sehingga untungnya bisa berlipat ganda," ujar sumber Gatra di kalangan rekanan senjata itu.

Pengadaan senjata anti-pesawat terbang ini bisa jadi bakal menambah daftar panjang masalah dalam proses pengadaan alutsista. Bukan satu-dua kali proses pengadaan alutsista untuk kebutuhan TNI bermasalah. Mulai kasus pengadaan 39 kapal perang eks Jerman Timur, tank Scorpion, pembelian senapan M16-A2, Heli Mi-2 untuk TNI-AL, panser VAB dari Prancis, hingga pembelian helikopter Mi-17-IV untuk TNI-AD.

Tak hanya itu. Dalam surat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI-AD, Mayor Jenderal Abdul Ghofur, kepada Panglima TNI terungkap beberapa masalah dalam proses pengadaan alutsista di TNI-AD. Laporan tertanggal 18 September 2007, yang dimiliki Gatra, menyebutkan adanya masalah dalam proses pengadaan alutsista pada tahun anggaran 2004. Menurut laporan itu, TNI-AD terpaksa membatalkan kontrak perbaikan tank milik TNI-AD yang telah disepakati.

Pembatalan tersebut terkait ketidakmampuan pihak pemasok mesin tank (VE) menyuplai kebutuhan sesuai dengan kontrak. Terpaksa kontrak itu diserahkan kepada pemasok lain. Selain itu, beberapa masalah muncul terkait terhambatnya proses loan agreement oleh Departemen Keuangan. Misalnya pengadaan alat berat Zeni (Alberzi) dan kapal landing craft utility (LCU).

Selengkapnya>>

No comments: